Mohon tunggu...
Djho Izmail
Djho Izmail Mohon Tunggu... Administrasi - Pejalan kaki yang lambat

Bercerita dari Kampung Bermukim Maya di: https://pangeranrajawawo.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rabies di Flores

8 Oktober 2014   16:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:54 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memasuki satu dasawarsa ini, di Flores, masih saja ada rabies. Entah berupa isu ataupun kejadian nyata, anjing mengigit anjing atau anjing mengigit manusia. Tidak tahu perjuangan dari pemerintah, dalam hal ini dinas terkait yang menanggulangi rabies ini, sejauh mana? Tapi rabies masih saja menghantui. Rabies, masih diteriakkan oleh warga kampung ketika melihat seekor anjing asing yang datang dengan ekspresi keheranan, lidah terjulur dan ekor masuk di antara kedua pahanya.
Berbicara mengenai rabies ini, tentu meninggalkan dua cerita yang cukup sensitif. Cerita pertama kayaknya bisa menyebabkan konflik karena mengandung muatan SARA. Cerita kedua tentang KEASYIKAN.
Mengenai konflik, mungkin saya menceritakannya sedikit. Setelah adanya rabies di awal tahun duaribuan, masyarakat mulai diisukan tentang adanya penyebar virus rabies. Virus ini disebarkan oleh pendatang. Orang diluar NTT yang datang untuk berdagang. Cerita dari mulut ke mulut ini berimbas kepada para penjual perabotan rumah tangga, kasur, atau pun pakaian. Ada yang bercerita bahwa sebuah mobil box yang menjual kasur, melepaskan beberapa ekor anjing yang diyakini sudah disuntik virus rabies. Ada pula cerita tentang beberapa penjual yang sengaja membuang roti atau daging yang sudah dimasukkan virus rabies, agar ketika anjing masyarakat di kampung itu memakannya maka, akan terserang rabies. Pernah ada suatu masa di mana semua anjing dimusnahkan, tetapi sampai sekarang rabies masih diteriakan.
Isu-isu tadi yang membuat munculnya konflik. Para pedagang tersebut mulai tidak disenangi masyarakat. Masyarakat mulai menaruh sikap antipati terhadap mereka. Bahkan ada kejadian yang tidak mengenakan. Para penjual tersebut dimarahi, diusir, diancam, dipukuli, atau bahkan kendaraan beserta barang jualan mereka dirusaki.
Cerita kedua yang tidak kalah menarik ialah tentang keasyikan. Di sebuah kampung antah berantah di Flores bagian tengah (saya tak mau menyebutkan nama kampung itu, untuk menghinandiri hal yang tidak diinginkan), rabies menjadi semacam keasyikan tersendiri. Keasyikan dalam beramai-ramai mengejar dengan tombak, kayu, alu atau parang dan keasyikan untuk memakan daging anjing secara gratis, ya RW pedis.
Tidak pagi, tidak siang, tidak malam, apabila seseorang berteriak rabies, tentu seisi kampung akan heboh. Para lelaki akan keluar dengan tombak atau parang untuk mengejar anjing yang disangkakan rabies itu. Anjing tersebut akan dibunuh dan tentu akan menghasilkan keasyikan lain. RW pedis. Tidak peduli anjing itu rabies atau bukan yang penting dagingnya bisa disantap. Masyarakat kampung percaya, cuma kepalanya yang terserang rabies sedangkan daging seluruh tubuhnya tidak, maka hanya bagian kepalanya yang tidak dijadikan daging alias dibuang. Ini asyik bukan? Berburu dan memakan daging secara gratis.
Cerita ini terus terjadi dan saya tidak tahu sampai kapan akan berakhir. Semoga rabies tidak melanda tanah ini lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun