“Gede Pangrango tetaplah Gunung dengan hutannya yang lebat, dengan cuaca dan iklimnya yang ekstrim, dengan medannya yang Curam dan sewaktu - waktu itu bisa membunuh kita.”
Kesekian kalinya saya mendaki Gunung Gede Pangrango, memori akan gunung ini sangat kuat karena sudah beberapa kali mendakinya dengan kesan yang berbeda – beda salah satunya adalah kegiatan Try out ECLN 2010 Eka Citra dimana saya menjadi salah satu dari pesertanya dan hanya butuh waktu 2,5 jam mendaki gunung Gede (waktu tercepat saya mendaki gunung!). Untuk saat ini, Gunung Gede pangrango merupakan yang paling realistis dengan keterbatasan yang saya punya –mahasiswa akhir yang mempunyai kantong cekak dan waktu libur yang terbatas-. Pendakian gunung ini hanya membutuhkan dua hari untuk mencapai salah satu puncaknya pun dengan pembiayaan tidak terlalu besar.
Beda Persepsi beda Misi
“Besok saya main ke kontrakan, mau ke gunung Gede mau nganterin anak Jogja” SMS dari kawan saya membuat rencana saya mendaki gunung menjadi lebih cepat yang sebelumnya dijadwalkan liburan semester, Tetapi liburan Natal cukup rasanya untuk mendaki gunung ini. segera setelah kawan saya datang langsung mendiskusikan rencana tersebut dengan partner naik gunung saya. Setelah dibahas akhirnya kami memutuskan untuk ikut berangkat. -kami sudah merencanakan pendakian ke Gede pangrango dalam waktu dekat tetapi kekurangan personel merupakan hambatan bagi kami karena peraturan pendakian ke Gunung Gede Pangrango salah satunya adalah dilarang berdua-.
Walaupun persiapan yang mepet dan peralatan serta perbekalan yang belum lengkap bagi kami tidak menjadi masalah dengan berbekal pengalaman yang kami punya, setelah persiapan sudah cukup akhirnya kawan saya menjemput kawan dari Jogja yang sudah menunggu empat jam lebih di terminal Kampung Rambutan. saya bersama partner saya menyusul kemudian yang berangkat agak siang, butuh waktu 1 jam untuk sampai di Pasar Rebo dari kontrakan saya di Rawamangun.
Setelah kami sampai di Pasar Rebo yang merupakan “Halte” Alternatif kami ketika menunggu Bus yang ke arah puncak ataupun sukabumi kami langsung mencari makan siang, tempat yang biasa kami singgahi sebelum kami berangkat ke daerah puncak yaitu RM.Berkah 17 yang merupakan rumah makan masakan khas Jawa dan Sunda –kayanya hanya makanan yang membuat Jawa – Sunda akur-. Kawan saya yang sediannya berangkat bersama anak jogja akhirnya makan dan berangkat bersama kami karena anak Jogja yang seharusnya bertemu dengannya sudah menuju cibodas lebih dulu.
Tepat jam dua sore kami berangkat menuju cibodas, bus yang kami tumpangi merupakan bus tujuan bandung yang melewati jalur puncak akan tetapi karena jalur puncak sedang diberlakukan One way akhirnya rute bus berubah menuju sukabumi kemudian kearah cianjur dan kami diturunkan dipertigaan bandung-sukabumi-cianjur. Kami melanjutkan perjalanan menuju cibodas dan sampai pada jam sembilan malam. Sebuah perjalanan yang melelahkan! Dua kali lipat dari jalur puncak.
Setelah sampai di cibodas kami langsung mengurusi surat izin atau biasa di sebut SIMAKSI atau singkatan dari Surat Izin Memasuki Kawasan Konservasi, berbeda dari perjalanan biasanya yang saya lakukan untuk mengurus perizinan resmi melalui Balai TNGGP pada kesempatan kali ini saya mengurusi masalah SIMAKSI di Green Ranger. Sambil mengurusi SIMAKSI saya bercengkerama dengan Teman dari kawan saya yang dari Jogja dan teman dari bogor yang menjadi satu rombongan dengan kami.
Perizinan sudah kami dapatkan untuk satu rombongan dengan delapan orang yang sebenarnya terdiri dari tiga rombongan yang berbeda, Pendakian kami mulai pada Pukul 22.15 Wib, waktu yang sangat tidak dianjurkan untuk kegiatan pendakian. sedikit beresiko tetapi paling tepat untuk kondisi seperti itu.
Setelah pemeriksaan di pos penjagaan kami langsung bergerak menuju pos Telaga Biru. medan yang kami lewati masih datar dengan jalan batu yang sudah tertata rapih suara – suara binatang malam terdengar riuh menghiasi perjalanan kami, setelah istirahat sejenak di pos telaga biru rombongan berpisah, dua orang yang lain memisahkan diri dan memutuskan untuk istirahat. praktis hanya kami berlima yang melanjutkan perjalanan.
Perjalanan kami lanjutkan dengan target pos kandang badak untuk Istirahat, sesampainya di pos 1 yaitu pos Panyancangan kami belum merasakan kelelahan karena medan yang kami lalui belum terlalu berat dan beban yang kami bawa pun tidak banyak praktis hanya saya dan akbar yang memakai Carrier. Barulah perjalanan dari pos I Menuju pos II banyak yang merasakan kelelahan.
Memutuskan pendakian malam merupakan tindakan kurang tepat dan sangat berresiko, pendakian langsung saya ambil alih agar perjalanan bisa cepat sampai pos kandang badak yang merupakan pos terakhir sebelum menuju puncak Gunung Gede maupun Pangrango. Dalam pendakian ini saya memakai teori dari Neil Smith tentang Estimasi waktu dalam pendakian yaitu istirahat 10 menit dalam 1 jam perjalanan begitu pun kalo perjalanan setengah jam maka Istirahatnya 5 menit, Beberapa kali kami dikejutkan dengan hal – hal biasa tetapi karena kondisi malam hari sehingga membuat kami terkejut.
Pendakian dari pos II menuju pos III berjalan sangat cepat walaupun medan yang dilalui mulai terjal, setelah melewati pos III kami mulai kelelahan dan mulai mengantuk, Hawa dingin hutan tidak kami rasakan karena kami terus bergerak sehingga menghasilkan panas tubuh yang bisa menghilangkan hawa dingin. Dengan kondisi tim yang mulai kelelahan Saya putuskan untuk istirahat di pos Air panas pada pukul 02.00 wib. Setelah beristirahat sejenak dan menghangatkan badan dengan air hangat dan makanan kecil perjalanan kami lanjutkan menuju pos kandang badak.
Setelah berjalan kurang lebih 10 menit kami sampai di Pos Kandang Batu seperti biasanya saya istirahatkan selama 10 menit. Perjalanan dari kandang batu menuju kandang badak masih 2,3 Km lagi atau 1 jam perjalanan, setelah berbincang – bincang salah satu anggota tim mengusulkan untuk mendirikan tenda tetapi ditolak oleh beberapa anggota lainnya kemudian kita memutuskan untuk mendirikan camp di dekat air terjun yang terletak tidak jauh dari kandang batu. Kami memutuskan untuk istirahat untuk persiapan summit attack pada keesokan harinya. Summit attack mulai pada jam 6 pagi dan sampai di camp pada jam 1 siang dan langsung persiapan untuk turun.
Sedikit menyoal bu dokter dalam pendakian ini, bu dokter merupakan lulusan salah satu Perguruan Tinggi terkenal di Jogjakarta yang kebetulan bertemu dengan kawan saya Bobby di Gunung Arjuno welirang Pertemuan tersebut cukup penting untuk pendakian kali ini karena bu dokter yang ingin mendaki Gunung Gede Pangrango langsung menghubungi bobby untuk menemaninya yang kebetulan sedang sibuk sehingga menugaskan Akbar dan langsung mengiyakan dengan dijanjikan semua akan ditanggung baik akomodasi maupun transportasi.
Bayangan saya mengenai pendakian ini akan berjalan dengan biasanya yaitu malam kedatangan kami manfaatkan untuk berangkat dan keesokan harinya baru mendaki karena sangat beresiko melakukan pendakian dimalam hari, selain itu logistik pun saya kira banyak minimal untuk kebutuhan dia dan tanggungannya sehingga terhindar dari kondisi terburuk. Tetapi setelah mengamati selama kegiatan pendakian ternyata semua itu hanya bayangan yang ada dikepala saya karena pada praktiknya jauh dari apa yang saya bayangkan. Dia hanya suka mendaki gunung sampai dipuncak dan semua itu selesai tanpa memikirkan keterampilan dan sikap yang harus kita tunjukan selama kegiatan pendakian, mudahnya dia tidak memikirkan Safety Prosedure dalam kegiatan pendakiannya.
Bagi sebagian kalangan naik gunung merupakan sebuah perkara yang mudah dan hanya membutuhkan sedikit persiapan dan tidak memerlukan peralatan – peralatan pendakian yang banyak yang memang itu diperlukan, untuk kasus yang terakhir dia hanya membawa sebuah peralatan pribadi dan logistik yang sangat minim. Memang kegiatan pendakian pada kali ini hanya sehari saja tetapi bukan menjadi alasan untuk meninggalkan faktor keamanan. Gunung Gede tetaplah Gunung dengan hutannya yang lebat yang bisa menyesatkan kita, dengan cuaca dan iklimnya yang bisa mematikan kita dan dengan medannya yang bisa menjatuhkan kita.
Gunung Sahabat para pendaki
Setelah hujan mereda kami bersiap – siap untuk turun, perjalanan turun tinggal kami berlima karena bu dokter sudah lebih dulu untuk turun, dia mengejar waktu agar besok sampai dijogja. Pada perjalanan turun tidak seberat ketika mendaki estimasi waktunya pada umumnya yaitu setengah dari waktu pendakian kita. Perjalanan turun dimulai pada pukul empat sore dan langsung tancap gas agar tidak kemalaman diperjalanan, selama perjalanan kami beberapa kali melewati rombongan lain yang sedang turun dan berpapasan dengan rombongan yang sedang mendaki.
Di salah satu kubangan lumpur yang ada di jalur pendakian saya berpapasan dengan “Geng Pendaki Legendaris” sebutan saya untuk empat aki – aki yang sedang mendaki dengan Carrier dipunggungnya, seperti biasanya kami saling sapa dan saya persilahkan mereka untuk lebih dulu melewati kubangan lumpur, setelah itu baru rombongan kami melewatinya.
Hal seperti itu biasa kita lihat di gunung Gede Pangrango bahkan anak balita pun sempat saya lihat pada pendakian sebelumnya, hal itu membuktikan kegiatan pendakian di gunung gede sudah dianggap aman karena medannya yang tak terlalu berbahaya dibandingkan gunung – gunung lain di Indonesia sehingga bisa di akses oleh siapapun yang terpenting mempunyai SIMAKSI dan membawa perlengkapan pendakian.
Selama pendakian ini baik ketika perjalanan naik maupun turun sudah ratusan orang saya temui. tidak mengenal waktu, baik siang maupun malam tetap ada yang melakukan kegiatan pendakian. Faktor usia pun tidak menghalangi untuk mendaki gunung ini, bahkan sempat saya mendaki dengan kondisi perjalanan yang tersendat – sendat karena banyaknya orang yang melakukan pendakian.
Banyak faktor yang menjadikan Gunung Gede Pangrango selalu ramai dikunjungi, yang pertama adalah masalah akses yang tida terlalu sulit dari kota – kota besar yaitu bandung-Jakarta-bogor-sukabumi. Yang kedua masalah perizinan yang tidak terlalu sulit walaupun dari segi prosedur agak sedikit menyulitkan, untuk mendapatkan SIMAKSI pendaki harus booking seminggu sebelumnya tetapi hal itu bisa disiasati berkat keberadaan Green Ranger. Yang ketiga adalah masalah keadaan alam, tidak bermaksud meremahkan kondisi alam Gede Pangrango tetapi dibandingkan beberapa gunung dengan tipe sama Medan jalur pendakian gunung gede pangrango yang illegal umumnya mudah untuk dilewati hal ini tidak terlepas dari pengelolaan yang sudah profesional.
Beberapa faktor tersebut menjadi alasan ramainya gunung Gede Pangrango, Bahkan untuk memulihkan kondisi alam Gede Pangrango pihak Balai TNGGP memprogramkan Pemulihan alam dengan menutup kegiatan pendakian untuk umum pada bulan Januari – Maret setiap tahunnya.
Belahan Lain Gede Pangrango dan Lahirnya beberapa “Pecinta Alam”
Gunung Gede Pangrango secara resmi memiliki 3 jalur pendakian yaitu Jalur Gunung Putri, Cibodas, Selabintana. Sedangkan jalur lain yang illegal yaitu Jalur Geger Bentang yang bisa dilewati melalui Puncak Pass dan Jalur Pasir arca melalui Ciawi. Keindahan alamnya dan kemudahan akses membuat gunung ini selalu ramai di kunjungi oleh masyarakat baik untuk kegiatan pendakian biasa maupun pendidikan dan pelatihan. Jalur yang paling sering dipakai oleh kalangan umum yaitu jalur Cibodas dan gunung Putri, sedangkan jalur Selabintana jarang digunakan oleh kalangan umum karena medannya yang sangat berat.
Gunung Gede Pangrango tak melulu berbicara mengenai keindahan dan perjalanan wisata, bahaya dan ancaman dari kondisi alamnya tetap ada, berita mengenai orang tersesat masih tetap ada walaupun sudah di kelola secara profesional. Dari sudut pandang yang berbeda Gunung Gede pangrango bagi sebagian kalangan dapat dijadikan Pendidikan dan Pelatihan salah satunya adalah beberapa Kelompok Pecinta Alam yang akan melatih dan mendidik calon anggotanya. Bahkan secara Historis, Gunung Gede Pangrango turut andil dalam melahirkan Mahasiswa Pecinta Alam pada era Soe Hok Gie.
Pada era sekarang salah satu tempat yang sering dijadikan tempat tersebut yaitu Geger Bentang. kondisi alam, medan serta kekayaan Flora dan faunanya dianggap representatif untuk melatih Mental, Sikap dan Keterampilan dasar bagi seorang pecinta alam. Kondisi alam yang mempunyai banyak bentuk variasi dapat menggambarkan secara nyata bentuk kontur yang ada dipeta sedangkan Flora dan faunanya dapat dijadikan pengalaman berharga bagi calon Pecinta alam untuk merasakan langsung makanan – makanan yang ada di hutan ketika dalam kondisi survival. Kemudian medan yang dilewati serta cuaca yang tidak menentu dapat melatih mental mereka sehingga menjadi lebih tangguh ketika menghadapi kondisi serupa di tempat berbeda.
Beberapa flora dan fauna yang ada di sini yang dapat dijadikan Pengenalan dasar Botani dan Zoologi yaitu Honje, Pakis, Harendang Buluh, markisa, cacing, belalang dan masih banyak lainnya. Untuk jenis medan, sangat jelas kita melihat kondisi alam dengan apa yang digambarkan melalui peta topografi.
Proses penempaan mereka di alam terbuka merupakan sebuah prosesi yang harus dijalani oleh calon sebelum menjadi seorang “Pecinta Alam”. Pendidikan dan pelatihan merupakan sebuah pola umum yang sekarang digunakan oleh beberapa kelompok pecinta alam sebagai salah satu tahapan untuk menjadi anggota. Alun - Alun Surken
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H