Mohon tunggu...
Pangeran Mns
Pangeran Mns Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Hadirnya BPIP Tak Mampu Menjawab Persoalan Rakyat

5 Juni 2018   13:51 Diperbarui: 5 Juni 2018   14:20 1425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: kompas.id)

Revolusi di Tunisia telah menjadi bukti nyata bagaimana seorang pumada penjual buah bernama Mohamed Bouazizi dengan sengaja menyirami dirinya dengan bensin lalu membakarnya sebagai suatu bentuk ekspresi kekecewaan, amarah dan keputus-asaan dalam menjalani hidup yang amat sulit di rezim yang anti rakyat kecil.

Secara ringkas, kemiskinan menjadi embrio bagi lahirnya kelompok radikal ataupun terorisme tak terkecuali di indonesia. Kembali kepada pokok pembahasan, bahwa BPIP dinilai oleh pemerintah sebagai anti-tesa atas urgency sosial politik bangsa dan negara indonesia dalam menghadapi paham yang konon sedang diperjuangkan oleh kelompok tertentu untuk mengganti Pancasila.

Isu tentang terorisme dikemas dengan amat baik oleh kampanye yang agitatif dan disiarkan oleh hampir seluruh media massa dan memberikan keresahan kepada rakyat. Negara seakan sengaja memberikan rasa takut kepada rakyatnya dengan merekayasa hal-hal yang dinilai dapat menghancurkan pamor dan citra pemerintah di hadapan rakyatnya.

Ketika seseorang yang miskin dan belum makan diberikan dongeng tentang sesuatu yang dapat mengancam jiwanya maka secara naluriah orang tersebut akan melupakannya atau minimal tidak memikirkannya untuk beberapa saat dan lebih mementingkan keselamatan jiwanya dari sekedar kelaparan yang menimpanya.

Dan itulah yang dilakukan oleh negara hari ini, menciptakan BPIP, menggajih seluruh pihak dalam struktur dengan menghabiskan uang negara sebesar milyaran rupiah tiap bulannya dan tugas pokok fungsi badan ini tidak lain dan tidak bukan hanya sebatas untuk mengkampanyekan BPIP sebagai badan pembinaan untuk mensosialisasikan ideologi Pancasila yang konon sedang dalam ancaman kelompok radikal.

Seharunya pemerintah mampu berfikir lebih jauh dan lebih luas lagi, bahwa Pancasila bukan sebatas alat untuk membasmi ideologi lain tapi juga sebagai tools of social engineering, sebagai senjata untuk menghancurkan kesenjangan sosial, bara untuk membakar semangat persatuan, halilintar untuk meluluhlantahkan neo-kolonialisme dan imprealisme dan beliung untuk meniupkan semangat sosialisme yang mana semuanya itu dilakukan dengan berlandaskan pada nilai-nilai ke-Tuhanan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun