Masalahnya bukan pada "Selamat Bekerja, Satgas Mafia Hukum!", tetapi pembentukannya didasari pada logika bahwa upaya pemberantasan mafia hukum melalui koordinasi 'surat-menyurat' di antara 3 penegak hukum: Kepolisian, Kejagung, KPK; BUKAN pada ketegasan sikap seorang SBY sebagai Presiden atasan Kepolisian dan Kejagung untuk memerintahkan keduanya menindak tegas para bawahannya dari hulu sampai hilir, yang diduga terkait dengan mafia hukum di kedua lembaga itu.
Kinerja Tim 8 yang gemilang, tetapi membuat gundah SBY mengenai isi rekomendasinya. Kinerja yang gemilang tidak membuat SBY memanggil mereka kembali untuk minta pertimbangan soal mafia hukum. Alih-alih malah mempercayakan kepada anakbuahnya Denny Indrayana yang telah 'disusupkan' ke Tim 8. Dalam dialog soal 'Satgas Mafia Hukum, efektifkah?', di Metro Pagi, 5 Jan 2009, bung Denny terlihat hanya beretorika tanpa substansi mengenai inti permasalahan satgas yang notabene hanya berpotensi menjadi suatu satgas pengkajian yang hanya akan menghasilkan kertas-kertas tanpa penindakan selama 2 tahun. Sebagai penasehat Presiden bidang hukum, bung Denny sangat terlihat kurang memiliki kompetensi seimbang bagi seorang Presiden yang memenangi Pemilu, memiliki kekuatan koalisi DPR, dan Presiden negara besar multi-dimensi permasalahan seperti Indonesia. Hal ini membuat rawan pula pada posisi kompetensi di ranah hukum bagi SBY. Keragu-raguan SBY karena takut memasuki dan ragu akan konstelasi ranah hukum telah membuktikan hal ini.
Satgas ini seharusnya adalah tamparan halus di muka Kepolisian dan Kejagung sebagai bawahan langsung Presiden urusan penegakan hukum. Juga rekomendasi Tim 8 yang menyiratkan penggantian Kapolri dan Jaksa Agung terkait penanganan kasus Bibit-Chandra. Tetapi ketidaktegasan Presiden atas keduanya, dengan malah membuat 'mainan baru' berupa Satgas yang mungkin mengandung niat SBY 'menyindir' halus (khas Jawa) keduanya, susah dimengerti juga bahwa hal subjektif seperti ini masih terjadi demi sesuatu yang maha penting, pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
SBY teralienasi dalam hal terhadap dua anah buahnya itu (Kapolri dan jaksa Agung), yang mungkin tidak merasakan apa-apa soal ada tamparan atau tidak. SBY teralienasi dari minta nasehat dan pertimbangan para pakar yang pro kepentingan rakyat dan berakal sehat, alih-alih lebih percaya kepada para penasehatnya yang masih belum mantap jam terbang pengabdian kepada rakyat, track record yang miskin implementasi hanya jago retorika khas akademis atributif (gelar saja). SBY teralienasi ketika menandatangani pengadaan mobil mewah bagi para pejabat tinggi. Mungkin SBY teralienasi juga akan policy kampanye PD. Dari masalah FTA ASEAN-China. Dari aliran dana talangan Century. Dsb.Dsb. Atau.....sebaliknya, sama sekali tidak teralienasi.
Bagaimana menyelesaikan soal indikasi dan menindak para mafia hukum di Pusat dan daerah, hanya satu hal yang dibutuhkan : ketegasan dari atas. Apalagi? Kalau memang faktor gaji dan biaya rendah di aspek penegakan hukum, juga mental korup di jajaran Kepolisian dan Kejaksaan (sebagaimana diungkap oleh Bpk Pane dari Police Watch dalam dialog Metro Pagi), itu yang dicarikan jalan keluarnya, bukan segala macam Satgas semacam ini. Uang ada kok? (seperti kata Menteri Tifatul menanggapi soal mobil mewah).
Niat SBY ada, tetapi beliau tidak menyadari potensi kewenangan dan kekuatan wibawa yang disematkan Rakyat kepadanya sebagai Mandataris Rakyat dalam negara Demokrasi. Inilah yang disebut oleh Anies Baswedan : Ketidaktegasan SBY menimbulkan ketidakstabilan dalam bernegara. Masa 100 hari hampir berakhir tanpa hasil.
Jangan heran kalau di segala bidang penanganannya akan mirip seperti itu semua. Belum dibilang kalau pembentukan ini dipicu oleh per kasus. Yang Satgas Mafia Hukum ini dipicu oleh rekaman Anggodo. nanti yang lain dipicu kasus B, C, dan seterusnya. Dan yang sedang terjadi di hari-hari ini adalah hasil dari nasehat para 'pakar' di sekeliling SBY. Atau apa yang sedang terjadi di masyarakat juga sedang dialienasikan dari SBY?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H