Semakin hari semakin nyata peristiwa korupsi yang dilakukan oleh rezim Jokowi-JK melalui tindakan "pemusnahan" KPK. Katakanlah melalui segerombolan 'oknum elite' Polri atau mantan. Korupsi yang dimaksud adalah dalam arti yang sebenarnya: Corrupt = Moral terdegradasi. Jadi tidak hanya soal uang. Uang termasuk dalam ruangan moral.
Jokowi dan JK adalah sama-sama pedagang. Sangat tahu cara mendapatkan keuntungan di pihaknya. Kemenangan mereka adalah kulminasi kesuksesan mereka dengan mendapatkan kedudukan tertinggi di negeri ini. Tetapi, masalah moral adalah hal yang lain lagi dan layak selalu diamati. Apalagi moral sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Tolok ukur moral sebagai pimpinan pemerintahan sangat-sangatlah tinggi, terutama secara spiritual dan sifat-sifat Ksatria.
Di Bali, peninggalan sistem sosial era Majapahit atau bahkan dari era Kerajaan Kediri masih dianut, mengatur tatanan kerajaan dengan 4 'warna' (jalur keahlian/pekerjaan/ profesi) yang sering disebut sistem kasta. Urutan tertinggi adalah Brahmana yang mengatur hubungan spiritual manusia dengan Tuhan dan manifestasi-Nya dengan sekian banyak aspek (Dewa-dewi/ Bhatara-Bhatari). Kedua adalah Ksatria yang menjamin suasana hidup tentram/ aman bagi suatu kerajaan, sebagai pemimpin kerajaan dan segala birokrasinya. Ketiga adalah Waisya, kaum pedagang yang menggerakkan roda perekonomian kerajaan dan menjamin pengorganisasian ekonomi semua sendi atas-bawahnya Waisya dalam kehidupan kerajaan. Keempat adalah Sudra adalah para petani, nelayan, buruh kasar, profesi mayoritas lainnya. Tetapi ada pemahaman nilai kemuliaan kemanusiaan yang sama di mata Tuhan.
Bukan tidak mungkin suatu sifat bisa ada di segala 'warna', tergantung individunya. Bisa saja seorang Sudra memiliki spiritualitas mengkilap di atas rata-rata seorang Brahmana. Atau sifat Ksatria dalam watak seorang Sudra atau Waisya. Walau sering juga ada aspek buruk manipulasi dari kasta tinggi seperti Brahmana dan Ksatria demi keuntungan dan kenyamanan zona aman.
Jokowi-JK sedang menduduki situasi puncak seorang Ksatria, setara Raja dan Wakil Raja di jaman Kerajaan dahulu. Tetapi apakah sifat dan moral beliau berdua adalah seperti Ksatria yang siap berjuang 1000 persen demi rakyat, terkait Korupsi yang adalah suatu Kejahatan Luar Biasa bagi Negara dan Rakyat? 133 hari sudah dibuktikan. Tampaknya jauh panggang dari api dan semakin mengkhawatirkan. Yang terjadi adalah barter ala 'pedagang' yang kurang bermoral karena ada Amanat Penderitaan Rakyat yang digadaikan dan cenderung cari keselamatan mereka sendiri dan kursi empuk mereka. Sama sekali tak tampak sifat Ksatria dari Jokowi-JK.
Nawacita janji surga yang mengantarkan Jokowi-JK menduduki kursi termulia di negeri ini, baru 133 hari pemerintahan beliau berdua, telah dilanggar dan dijilat ludah sendiri dengan menggali kuburan KPK melalui cara-cara licik dan sistematis dengan meminjam berbagai tangan dan berbagai skenario pengalihan isu dan pencitraan.
Saat ini Rakyat menderita karena pilu telah tertipu. Korupsi yang adalah akar dari semua Penderitaan Rakyat telah disemaikan kembali oleh rezim 'pedagang' Jokowi-JK.
Apalah artinya Bad Haiti, apalah artinya Buwas, apalah artinya Si Topeng Ruki, apalah artinya Jaksa Agung keluaran Nasdem, apalah artinya Tedjo yang sangat gak jelas, apalah artinya Mahkamah Agung yang melempem 'sudah terbayar'? Mereka semua akan mendapatkan pembalasan langit yang setimpal atas perbuatan mereka yang menyakiti hati rakyat. Tetapi Sejarah Nasional Indonesia Raya akan mencatat bahwa pada era pemerintahan Bapak Berdua Yang Mulia: Jokowi- Jusuf Kalla, KPK tamat riwayatnya , bahkan di hari ke- 133 dari total 1825 hari masa pemerintahan! Prestasi Luar Biasa, Pak!
Catatan: Bukan BG yang kita bicarakan, tetapi marwah KPK, yang telah secara sistematis dimusnahkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H