Mohon tunggu...
Pandu Truhandito
Pandu Truhandito Mohon Tunggu... -

Saya adalah seorang Integrated Internet Marketing Evangelist & Enthusiast. Misi dan Visi saya dari setahun yang lalu adalah untuk meredefinisikan ulang, merubah paradigma dan menghidupkan kembali bidang Internet Marketing di mata masyarakat Indonesia Selengkapnya tentang saya @ my Blog - http://bit.ly/pandutruhandito-kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Merangkul Irrelevance di Tengah Obsesi Dunia Web untuk Meningkatkan Relevansi

23 Januari 2010   18:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:18 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi dengan search engine? Kurang dari setengah detik dan kamu akan mendapatkan apa yang kamu cari.

Google adalah search engine yang paling populer bukan karena umurnya yang paling tua, tapi karena hasil yang diberikan (biasanya) sangatlah relevan dengan apa yang dicari. Terkadang saya merasa google bisa membaca pikiran saya ketika saya sedang mencari informasi karena hasil yang diberikan luar biasa tepat. It's amazing.

Relevansi Relevansi Relevansi!


Dunia web sekarang ini makin terobsesi dengan relevansi. Kita tahu betapa keras usaha Google untuk tidak henti-hentinya mengutak-atik algoritmanya agar hasil cari yang diberikan semakin relevan dengan kata pencarian.

Aplikasi aggregator juga digunakan untuk membentuk "koleksi" pribadi untuk sumber informasi yang setiap penggunanya rasa relevan. Begitu mereka menemukan sumber yang mereka kira bagus, mereka masukkan ke dalam aggregator pribadi. Jadi sekarang atensi mereka bisa dipakai hanya untuk item-item yang ada di dalam aggregator tersebut. "Ngapain buang-buang waktu di luar sana, lah wong yang saya perlukan sudah ada di dalam koleksi saya kok."

Relevansi memang penting, tetapi..


Terkadang saya berpikir, memang masuk akal untuk menghabiskan waktu dengan hal-hal yang relevan dengan kita. Tapi apakah ini sepenuhnya kondusif untuk perkembangan kita ke depannya nanti?

Begitu banyak fasilitas dunia maya untuk mendapatkan hal-hal yang kita anggap relevan. Begitu mudahnya kita bisa mengakses aplikasi-aplikasi tersebut. Kita seakan-akan dituntun untuk menjadi lebih sekuler setiap harinya.

"Ini adalah berita yang saya inginkan, peduli amat dengan berita yang lainnya."

Why? Mengapa budaya kita semakin condong untuk menjadi obssessed dengan relevansi? Ada begitu banyak hal yang menarik di luar sana. Mungkin tidak relevan dengan kita, tapi bukan artinya hal tersebut tidak menarik.

Coba kita buka mata: teman-teman di facebook kita mungkin menarik untuk kita semua.. Saking menariknya sehingga kita hanya menghabiskan waktu dengan mereka melalui perangkat BlackBerry kita ketika kita duduk di bus / kereta ketika kita pulang kerja. Kita tidak tahu dan tidak menyadari bahwa ada seseorang yang begitu sarat pengalaman hidup duduk di sebelah. Seseorang yang kemungkinan besar memiliki perjalanan hidup yang beda dengan kita dan sudah melihat hal-hal yang belum pernah kita alami sebelumnya. Orang itu duduk persis di sebelah kita dan bisa kita akses dengan mengucapkan "halo". Tetapi kita lebih memilih untuk membuka BB kita, klik sana sini tunggu loading, dan @ reply status teman kita di twitter.

Mengapa relevansi malah menjadi tembok pemisah antara kita dan lingkup kita dengan dunia di luar sana? Mengapa hanya surfing-surfing ke blog yang seputar bidang yang kamu suka saja? Mengapa hanya mengunjungi situs fashion saja? Mengapa tidak berkunjung ke situs yayasan cinta anak bangsa?

Buka batasan relevansi kamu dan mulailah mengamati, mengapresiasi bidang-bidang yang kamu belum pernah sentuh sebelumnya


Relevansi tidaklah jelek dan sangatlah penting! Tapi jangan sampai kita lupa dengan hal-hal lain di luar sana. Ada banyak hal-hal yang sebenarnya menarik hanya saja kita belum pernah memberikan waktu untuk mencoba memberikan cukup apresiasi agar kita bisa melihat relevansi dari hal tersebut dengan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun