Mohon tunggu...
Pandu Pradana Wahyudi
Pandu Pradana Wahyudi Mohon Tunggu... Lainnya - Sarjana Sains Teologi

Berbagi pemikiran melalui tulisan dalam rangka menjadi garam dan terang dunia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Renungan Kristen: Bangsa yang Menghidupi Kerelaan (Yohanes 6: 35, 41-51)

10 Agustus 2024   20:07 Diperbarui: 10 Agustus 2024   20:26 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.google.com/search?q=nendera+indonesia&client=ms-android-samsung-ss&sca_esv=6d4fb2762afaf7cd&udm=2&biw=384&bih=734&sxsrf=ADLYWIKwEoUJMP6r2o

Pada masa kini, tidak banyak diantara kita yang mampu menghidupi kerelaan dan pengorbanan Kristus. Tidak banyak di antara kita yang dengan kerelaan mempersembahkan talenta-talenta yang dimiliki untuk kemuliaan nama Tuhan. Bahkan sesederhana rela mengorbankan waktu, tenaga, pikiran, ataupun materi untuk melayani Tuhan dalam kehidupan bergereja maupun dalam melayani orang-orang di sekitar yang membutuhkan pertolongan.

Kedua, apa yang membuat kita sulit untuk menghidupi kerelaan yang sudah diteladankan oleh Yesus Kristus? Kita bisa belajar melalui bacaan kita pada ayat 41-42. Pada bacaan tersebut kta melihat reaksi orang-orang Yahudi yang bersungut-sungut dan meragukan Yesus. Mereka tidak bisa menerima bahwa Yesus yang mereka kenal sebagai anak Yusuf, adalah roti yang turun dari sorga. Sikap yang demikian sudah cukup untuk menyimpulkan bahwa mereka terjebak dalam keangkuhan dan keraguan hanya karena melihat seseirang dari latar belakangnya. Hal ini yang menghalangi mereka untuk menerima berkat yang lebih dari sekedar makanan jasmani yang dijanjikan oleh Yesus.

Bukankah masih banyak di antara kita yang juga memiliki keangkuhan dan keraguan yang demikian? Melihat seseorang dengan sebelah mata hanya karena latar belakang keluarga, agama, usia, ataupun pekerjaannya. Seringkali kita enggan mendengarkan atau bahkan belajar dari orang-orang di sekitar kita karena menganggap level diri mereka lebih rendah dari kita. Bahkan di taraf yang lebih krusial, keangkuhan kita yang merasa diri hebat seringkali membuat kita lupa untuk merendahkan hati dan melibatkan Tuhan dalam setiap aspek kehidupan. Oleh sebab itu, melalui bacaan ini kita diajak untuk senantiasa merendahkan hati di hadapan Tuhan dan orang-orang di sekitar kita. Terlebih dalam minggu kedua bulan kebangsaan ini kita diajak untuk saling menghormati orang lain sebagai wujud kerelaan dalam menurunkan ego, keangkuhan, dan keraguan dalam memandang masyarakat di sekitar kita demi terciptanya kerukunan dan keharmonisan.

Ketiga, keraguan terhadap pernyataan Yesus yang menyebut diri-Nya sebagai Roti Hidup juga dilatarbelakangi oleh ambisi orang-orang Yahudi untuk memenuhi kepentingan-kepentingannya pada masa itu. Mereka berambisi untuk bebas dari penjajahan Romawi, sehingga mesias yang mereka harapkan adalah mesias yang memiliki kekuatan secara politis untuk membebaskan mereka dari penjajahan. Namun, tidak seperti itu realitanya. Yesus datang lebih dari sekedar membebaskan mereka dari penjajahan Romawi, melainkan membebaskan umat manusia dari belenggu dosa.

Dalam bagian ini kita bisa melihat bahwa besarnya ambisi untuk memenuhi kepentingan pribadi atau suatu kelompok tertentu membuat seseorang akan gelap mata. Seringkali seseorang tidak dapat berpikir secara jernih karena ambisi yang begitu kuat dan melekat pada dirinya. Sehingga terkadang tanpa sadar kita tidak melibatkan Tuhan dalam kehidupan kita, melainkan mengandalkan diri sendiri demi mencapai sebuah tujuan.  Kerelaan untuk menerima Yesus sebagai roti hidup mengharuskan kita untuk membuka hati dan pikiran kita terhadap kebenaran firman Tuhan. Oleh sebab itu, perlu bagi kita untuk sejenak menekan ambisi, serta fokus kepada kehendak Tuhan agar di dalam setiap langkah kehidupan kita senantiasa merasakan kebesaran kasih Tuhan yang sempurna, melebihi dari apa yang kita bayangkan.

PENUTUP

Sebagai bangsa yang menghidupi kerelaan, kita dipanggil untuk hidup dalam kasih dan pelayanan kepada sesama. Kerelaan kita untuk menerima Yesus sebagai roti hidup harus tercermin dalam tindakan nyata, seperti memberi makan yang lapar, menghibur yang berduka, saling menghormati, dan membantu mereka yang membutuhkan. Ini adalah panggilan untuk menjadi terang dan garam dunia, memancarkan kasih Kristus dalam segala aspek kehidupan kita.

Marilah kita menjadi bangsa yang menghidupi kerelaan, menerima Yesus sebagai roti hidup yang memberikan kehidupan yang kekal. Dengan hati yang terbuka dan menaruh fokus kepada firman-Nya, kita tidak hanya dapat menikmati berkat dan kasih Tuhan di dalam setiap langkah kehidupan, tetapi juga membawa berkat dan kasih Tuhan kepada dunia di sekitar kita. Kiranya Roh Kudus menolong kita untuk menjadi bangsa yang menghidupi kerelaan, sehingga nama Tuhan senantiasa dimuliakan. Amin

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun