Kenjeran Penuh Duka!
Sebenarnya tidaklah patut saya menuliskan hal ini dan menceritakan kepada public. Karena saya takut akan sesuatu yang tidak baik yang ada pada diri saya dahulu. Bismillah, semoga dengan tulisan ini bisa membuat saya menjadi pribadi yang lebih baik. Bagi mahasiswa yang tinggal di Surabaya, atau lebih tepatnya mahasiswa ITS dan Unair, Kenjeran Park bukanlah tempat yang asing untuk didengar, betul apa bener banget? Hayo siapa yang pernah kesana? Siapa juga yang sering kesana bawa gandengan? Hem hem ketahuan nih.
Bukan suatu yang aneh apabila kita menemukan pasangan muda-mudi yang sedang asyik ‘menikmati’ masa mudanya di sana. Sebenarnya saya bingung mau dibawa kemana tulisan ini, serius atau santai. Emm sersan aja deh ya, semoga bagi yang membacanya bisa menikmati alurnya he he. observasi ini dimulai dari sebuah tugas yang diberikan mentor menulis saya bernama *piiip*. Beliau meminta saya untuk mengamati apa yang terjadi di Kenjeran dan meminta saya pula untuk menuliskannya. Dengan siap sedia saya membawa peralatan ‘tempur’ dan masang ikat kepala untuk segera cao ke TKP.
Si ibu kebingungan
Keanehan pertama-pun mulai terjadi, perjalanan yang saya tempuh dengan menggunakan sepeda motor itu sekitar lima belas menit dari asrama tempat tinggal saya. Saat ingin membayar tiket masuk saya sempat terkejut, bukan karena banyak badut di sana, bukan kok. Saat saya mengeluarkan uang sambil makan gorengan yang saya beli sebelumnya di depan gang asrama, saya menanyakan kepada ibu penjaga loketnya terkait harga yang harus saya bayar. “berapa bu, tiketnya?” tiba-tiba si ibu malah balik nanya, “Mas mau kemana?” yang saya bingung kok dia malah nanya, ya. Kan udah ketahuan saya sendiri mau masuk ke dalam. Saya kira awalnya ibunya punya kesaktian, karena memang niat awal saya ingin mengobservasi semua yang ada di Kenjeran Park. Wihh sempat dredge sih, tapi belaga keren, saya menjawab “ Mau ke dalam bu (dengan gaya ala permen Hex*os) hihihi.
Setelah proses pembelian tiket berlalu, saya sempat minggit terlebih dahulu, untuk merapihkan kembalian yang saya dapat, juga untuk makan gorengan sisa yang masih menggantung di stir motor sebelah kiri. Sambil makan gorengan, saya sempat berpikir, kok ibu penjaganya menanyakan hal itu ya? Apa benar, si ibu punya keahlian khusus membaca pikiran dan niat orang yang masuk ke tempat ini, atau … sambil berdiam diri saya melihat ke belakang, tepatnya kea rah pintu masuk. Saya baru tersadar, kenapa saya ditanya seperti itu. Ternyata si Ibu Penjaganya mungkin heran sendiri sama saya, karena mereka yang kesini itu biasanya berdua atau berrombongan tapi ada pasangannya. Lah saya? Dan hal itu makin membuat saya penasaran sebenarnya keanehan apa lagi yang akan saya dapatkan disini.
Berkunjung ke Kenjeran Park bukanlah yang pertama bagi saya. Namun dengan maksud untuk mengobservasi adalah yang pertama kali bagi saya. Ini adalah pengalaman yang sangat menarik bagi saya. Kebetulan waktu itu sudah pukul 16.53 WIB. Suasana sore di Surabaya sangat mendukung, matahari yang mulai kembali ke peraduannya membuat angina yang menusuk badan ini semakin berasa menyakiti tulang. Saya sudah menemukan beberapa objek tempat untuk dikunjungi. Pastinya tempat ini adalah tempat yang rada-rada sepi, ngerti kan maksud saya he he.
First Destination
Tempat pertama saya adalah pengingapan ujung berung yang ada di Kenjeran Park. Kiri kanan sepanjang perjalanan, yang saya lihat hanyalah barisan pepohonan yang menjulang tinggi seakan menunjukan kecongkakan nya kepada manusia disekitarnya. Namun, tidak jauh dari sana ada perkampungan. Beda dengan daerah yang saya lewati sebelumnya, di perkampungan itu cukup ramai aktivitasnya. Sekumpulan remaja sedang bermain bola, dengan baju bagian kanan yang terbuka, mungkin karena ia kalah dari lawannya. Raut bahagia dan penuh canda tawa terlihat dari wajah mereka, meskipun gaya rambutnya seperti yang ada di zaman sekarang a to the lay, keceriaan yang seperti itu yang jarang saya lihat di mata mahasiswa di kampus.
Tujuan pertama pun sampai. Dengan gaya ala detektiv kanon (kembarannya Conan), saya menghentikan motor dekat gang yang ada di samping penginapan itu. Kembali sambil memakan gorengan yang tersisa, saya mencoba melihat keadaan sekitar. Anak-anak kecil sedang asyik memainkan bolanya di depan penginapan itu. Tidak lama kemudian, saya lihat sebuah motor berhenti di dekat kumpulan bocah-bocah itu. Saya tidak mengetahui apa maksud dari motor itu, namun dari pandangan saya, nampaknya mereka (cowo dan cewe) ingin masuk ke penginapan itu. Emm mungkin dia kerja di sana kali ya. Hayooo positive thinking hayoo :P
Setelah saya rasa cukup, saya melanjutkan perjalanan kembali. Kali ini saya coba menyusuri pantai, barangkali saya bisa mendapatkan sesuatu yang lebih seru. He he dari atas motor saya sempatkan untuk melihat keindahan alam yang diberikan Allah ini. sungguh sayang, manusia menggunakan hal ini untuk yang tidak-tidak. Tidak mensyukurinya dan tidak menjadikannya sebagai tempat untuk sesuatu yang bermanfaat. Banyak warung dipinggir pantai itu, saya bingung, sebenarnya siapa yang mau beli makanan disini, toh manusianya saja gak onok (re : ada). Yang saya temukan dekat pantai itu lagi-lagi pasangan muda-mudi yang sedang asyik memadu kasih (aissh). Saya tidak tahu, mereka sudah resmi saling memiliki atau belum, semoga dipercepat menikah ya mas/mba, biar jadi pahala hi hi.
Lagi-Lagi Pasangan Muda-Mudi
Tujuan kedua sudah saya temukan, (Kea gundu aja ditemukan). Segera saya parkir motor yang saya pakai. Sepi blass. Gak ada siapa-siapa alias kosong melompong, terakhir saya kesini saat ada kegiatan dengan teman-teman Etos untuk mengikuti pembinaan. Waktu itu sangat ramai teriakan bocah juga tidak kalah suara pengeras suara ice cream yang saling bersahut-sahutan meneriakan ice creamnya untuk dijual. Kali ini saya tidak melihat anak-anak bermain di prosotan yang sudah tua dan sedikit kusam cat nya itu. Ketika saya masuk gerbang putarnya, ternyata benar saya tidak sendiri disana (suasana mulai mencekam). Di kanan saya ada pasangan muda-mudi yang sedang asyik saling merangkul di atas ayunan (mirip seperti Pangeran Carles dan Lady Diana) ho ho. Sempat saya lihat mereka sedang asyik bercerita, mungkin si ‘Lady Di’ menanyakan tentang pernikahan kali ya kepada si ‘Pangeran Carles’. Bejanda bejanda he he .
Tidak jauh dari sana saya mendapati sesosok muda-mudi “LAGI” yang sedang asyik merangkul satu sama lain. Wihh, mentang-mentang dipinggir laut ya, jadi pada keasyika saling menghangatkan. -__- . sudahlah, saya gak mau mikirin doi. Semoga saja mereka yang saya lihat tadi adalah pasanagan suami istri, ya. Saya segera menuju ke dalam daerah tersebut. Tepatnya dekat bibir pantai lagi. Tidak ada tanda-tanda pergolakan cinta di sana (aihh) ha ha. Eh ternyata saya kembali melihat pasangan muda-mudi lagi. Ehmm, kali ini si wanita sedang asyik bercengkrama dengan si pria, kelihatannya sih mereka masih mahasiswa. Gak jauhlah mukanya dari saya, masih muda-muda gitu (cool). Sempat penasaran, saya tetap melihat pasangan itu, dan tidak lama kemudia si wanita menempelkan kepalanya pada si pria. Hemm, jangan membayangkan yang gak-gak ya. Saya langsung cabut deh, gak mau mengganggu biarkan Allah saja yang menjaga mereka. Takutnya nanti saya dikeroyok massa yang sedang menjalin cinta di sana, lantaran sedang mengamati kejadian itu. (kaboooooor).
Sudah cukup, sekarang tingal tujuan akhir. Tempat dimana pepohonan menjulang meninggi, sampai-sampai matahari saja tidak mampu rasanya menembus tempat itu. Dan tempat itu juga yang sempat menjadi keusilan teman-teman perkapalan saya. Waktu itu, kami sedang ada pengkaderan ( ho ho), zaman maba biasa. Kita sedang menunggu instruksi dari Stearing Commite kami untuk menuju tempat tertentu. Kami berdiam di tempat pepohonan yang tinggi ini. di dalamnya ada beberapa pendopo. Saya tidak mengerti apa maksud dari pendopo ini, wong nang jero ae gelap (gak ngerti bahasa Inggrisnya gelap). Ternyata di pendopo itu sedang ada muda-mudi yang sedang asyiknya melakukan kegiatan teletubbies tahu kan? Yap benar banget, BERPELUKAAAAAN. Dan mereka habis jadi ‘bulan-bulanan’ keusilan kami. Hal itu akan selalu saya ingat, masya Allah usilnya kami waktu itu.
Romli dan Juleha
Saya mencoba menaiki motor kembali untuk menuju tempat itu. Ketika keluar dari arena yang penuh akan muda-mudi tadi, saya melihat hal yang jarang terjadi. Bukan, bukan hal yang makin aneh, tapi ini membuat saya ingin memfotonya. Iya, kalau dunia seribu satu malam memiliki Laela dan Majnun, kalau di barat sana memiliki Romeo dan Julet yang termakan oleh cinta semu mereka, saya mendapati cinta yang sesungguhnya. Romli dan Juleha, hi hi. nampaknya Allah menunjukan kepad saya akan arti cinta yang sesungguhnya. Lewat kakek-nenek yang saling membonceng sepeda itu. Si kakek sedang fokus menggowes sepedanya, sementara nenek nya sedang memegang bakul besar. Ya, nampaknya mereka berjualan di sini. Bosan dengan pemuda-pemudi yang dari tadi saya lihat sedang bermesraan, Allah memberikan ini kepada saya. Sungguh memang Allah maha pemberi petunjuk, bukan seperti yang dilakukan pemuda-pemudi itulah cinta yang sesunggunya. Namun cinta sesungguhnya itu akan terasa ketika kita merasakan naik sepeda saling membonceng. Eh bukan naik sepedanya, namun cinta sejati itu ya seperti mereka. Selalu awet sampai ajal bahkan sampai akhirat cinta mereka akan selalu bersemi. Hi hi kalau udah ngomong masalah cinta saya jagao juga ya. (cool)
KALI INI BUKAN PEMUDA!?
Wih, judulnya serem banget (padahal biasa aja deh). -___-.
Hem, tujuan terakhir ini, adalah tempat yang sempat saya ceritakan di sub-bab sebelumnya. Rasa penasaran saya semakin meninggi, ketika saya melihat pintu gerbangnya terbuka dan menyisakan beberapa buat motor di pinggir-pinggirnya. Aseek nihh. Mata saya tertuju pada pendopo yang berjejer di sisi kanan dan kiri jalan setapak. Ternyata benar memang, bahkan matahari sampai malau-malu masuk ke daerah ini. pohon yang menjulang tinggi, cuaca dingin yang menusuk hingga sumsung tulang ini membuat siapapun mengingikan sesuatu yang hangat (wedang jahe maksudnya). Namun, saya rasa tidak terhadap pasangan yang saya temui ini. jumlah mereka kurang lebih 6-7 pasangan. Mereka menempati tempatnya masing-masing, seakan-akan sudah terkapling untuk menikmati cinta mereka.
Pasangan pertama yang saya temukan, masih cukup muda namun saya rasa mereka sudah saatnya untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya. Mereka asyik bercerita satu sama lain. Ehm, kenapa gak cerita sama orang tuanya saja ya untuk segera menikah ha ha. Sudah cukup umur lho. Saya tidak mungkin berhenti untuk melihat dari dekat satu persatu pasangan yang ada, yang ada gue bisa dilemparin batu. Sambil mengendarai motor, saya coba untuk sedikit melirik ke sisi satunya, lagi-lagi ada pasangan yang sedang asyik berpelukkan. Dan satu hal yang saya heran, mereka itukan tahu ya kalau disampingnya ada yang berbuat tidak benar, paling tidak malu kali ya kalau melakukan hal seperti itu dilihat banyak orang, kok seakan, mereka seperti berlomba ya, hemm *mikir*.
Disisi terakhir, saya sempat kaget dan tersentak. Ada pasangan muda-mudi yang sedang duduk, namun si wanita ini tidak kelihatan kepalanya, hem ngapain ya? Saya kaget banget, sempat berhenti, eh mereka malah ngelihatin saya (langsung gas motor). Ternyata doi lagi tidur di pangkuan si pria. Uhuk *batuk*. Sambil ‘pura-pura’ mencari jalan keluar, saya melintasi sisi yang merupakan jalan keluar dari regional itu. Kubangan air sempat membuat saya kesal, hampir saja saya basaha karenanya. Daerah itu memang sangat sepi dan sangat mendukung untuk melakukan hal diluar ‘batas’. Tidak heran memang banyak pemuda-pemudi yang menyukai tempat itu. Tapi di lintasan terakhir saya benar-benar kaget. Ternyata kaum yang sudah seharusnya mengurus anaknya, tidak mau kalah. Saya benar-benar heran. Emm tidak ada yang melarang sih mereka pacaran lagi setelah pernikahan (kalau sudah nikah ya) coba ambil positif nya aja, tapi ngapain deh mereka ‘pacaran’ lagi dan di tempat yang sepi lagi. Ckck (miris)
Udah udah, jangan dibayangin hal yang tidak-tidak ya. Gerimis sudah turun, dan janji saya untuk solat serta mengembalikan motor ini sebelum jam setengah enam harus saya tepati. Tak lama setelah mendapat data yang cukup valid. Saya putuskan untuk mengencengkan tali helm dan kabur dati tempat itu. Lagi-lagi angina pantai berhasil membuat saya kedinginan, burung-burung berterbangan untuk mencari tempat istirahat yang aman. Seakan mereka mengikuti kepulangan saya. Pengalaman ini tak akan saya lupakan. Semoga keberkahan akan tulisan ini membuat saya menjadi orang yang lebih baik.
Terima kasih telah membaca he he.
#SampaiJumpaDiJurangKesuksesan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H