[caption caption="CIDES Indonesia"][/caption]Oleh
Pandu Wibowo
(Pengamat Politik CIDES Indonesia)
Dinamika politik yang terjadi di internal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) cukup menarik untuk diperhatikan. Pemecatan Fahri Hamzah oleh DPP PKS menimbulkan pertanyaan besar di internal kader PKS khususnya dan publik pada umumnya. Pertama, terkait alasan mengapa figur politik yang amat kritis dan juga berprestasi seperti Fahri Hamzah dapat dipecat oleh PKS? Kedua, apa implikasi politik terhadap PKS pasca pemeceatan tersebut?
Jika kita perhatikan seksama, dinamika konflik PKS (menciptakan konflik dan menyelesaikan konflik) patut kita apresasi dan dapat menjadi contoh positif bagi partai politik lain. Konflik internal PKS dapat dikatakan positif antara lain:
Pertama, Adanya Kedewasaan Politik
Jika kita lihat dinamika konflik di internal partai politik, ada 2 hal yang kita temukan pasca konflik tersebut: Pertama, lahirnya dualisme kepengurusan. Kedua, adanya perpindahan kader ke partai lain. Namun, konflik PKS dan Fahri Hamzah memberikan kita pesan bahwa PKS dan para kadernya memiliki kedewasaan politik yang patut diapresasi. Setalah keluar SK Pemecatan 3 April 2016, dilanjut konferensi Pers Fahri Hamzah, 4 April 2016, tidak tercium akan lahirnya dualisme kepengurusan dan juga pindahnya Fahri Hamzah ke partai lain. PKS tetap solid, mulai dari pimpinan pusat sampai ranting, seluruh kader PKS menyetujui kesepakan syuro Mahkamah Tahkim atas pemecatan Fahri Hamzah. Selain itu, Fahri Hamzah yang merasa tersakiti pun tak berniat berpindah ke partai lain. Bahkan Fahri mengatakan dirinya akan tetap di PKS. Adapun gugatan yang dilakukan Fahri ke Pengadilan Negeri adalah hal yang wajar, karena itu adalah hak dia sebagai warga negara. Namun jika kita melihat ke dalam internal PKS, kita dapat menemukan satu fakta, bahwa PKS dan kader-kadernya memiliki kedewasaan politik yang luar biasa.
Kedua, Adanya Keberanian Politik
Kita mengetahui jelas, bahwa sosok Fahri Hamzah adalah sosok yang amat diidam-idamkan oleh semua partai politik. Sosok kritis, cerdas, dan bersih ada di dalam dirinya. Namun, mengapa PKS berani melepas? Hal ini menunjukan PKS adalah partai yang tidak bergantung pada tokoh, melainkan pada kader. PKS menunjukan bahwa dirinya adalah partai yang memiliki gerombolan pemimpin untuk mengurus bangsa, dan bukan dengan beberapa pemimpin saja. Siapa kader yang tidak disiplin terhadap AD/ART partai, maka harus siap di keluarkan. Keberanian dan ketegasan inilah yang menjadi modal penting bagi sebuah partai politik untuk memiliki imunitas kelembagaan dan juga SDM yang berkapasitas.
Jadi, konflik dan dinamika yang terjadi di internal PKS tidak sama sekali akan membuat lunturnya ideologi kader, melemahnya kelembagaan partai, dan juga lemasnya tali kesolidan kader. Ini terbukti dengan fakta bahwa seluruh pengurus PKS dari pusat sampai daerah dapat menerima dengan profesional keputusan Majelis Tahkim, dan tidak ada satupun DPW, DPD, DPC, DPRa yang menggugat keputusan DPP PKS.
Manajemen konflik dan taatnya kader kepada pemimpin adalah hal yang amat sulit dipraktikan. Hanya dengan kelembagaan dan kaderisasi yang ketat sebuah partai politik dapat melakukannya. PKS menjadi bukti nyata, bahwa dirinya adalah institusi politik yang berhasil memanajemen konflik dan memiliki sistem kaderisasi yang sangat solid dari tingkat atas sampai bawah. Dinamika politik internal PKS juga dapat memberikan gambaran masyarakat Indonesia, bahwa inilah cara sebuah partai politik dan kadernya dalam menyelesaikan sebuah masalah.