KANSAS...Terdengar kata ini, yang terbayang bukan kota Kansas di Amerika, tempat sang gadis cilik Dorothy memulaipetualangan magisnya hampir seabad mendahului Harry Potterdalam kisah legendaris ”The Wizard of the Oz”. Bukan pula lagu bergenre Country “Kansas City” yang dinyanyikan The Fab-Four, the Beatles. Bukan pula merek Rokok Kansas yang kondang pada zaman dulu.
Ingatanku menerawang jauh ke masa lalu sekitar seperempat abad yang lalu. Lokasinya adalah Kampus Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Kami angkatan 1987 adalah Generasi pertama Jaket Kuning yang pertamakali kuliah di Depok, setelah UI Hijrah dari Rawamangun, Jakarta.Sebelum mendaftar ke UI, hampi tak pernah dengar nama Depok, kota kecil dengan “nama aneh” di selatan Jakarta.Yang kutahu hanyalah sebutan ejekan “Belanda Depok” bagi para penduduk asli keturunan Portugis.
Depok, 1987, Kudatangi kau dengan Kereta Api Listrik. Ketika masuk kompek kampus yang menonjol adalah bangunan-bangunan megah yang baru yang dikelilingi oleh hutan karet. Kampus sedemikian luas, penghuninya sangat sedikit. Maklum kami adalah “penemu” Kampus Depok. Jadilah kami “Sang Penguasa Kampus Depok”.
Sungguh menyenangkan belajar di gedung yang masih mengkilat dengan bau cat dan vernis yang masih menyengat. It’s all brand new.
Lebih menyenangkan karena suasana kampus yang masih asri, seakan-akan masuk dan keluar kampus bagaikan “petualangan rimba”. Suara burung berkicau terdengar dimana-mana. Bahkan kami masih sering menemukan ular ketika menerabas hutan. Wow, suatu pengalaman kuliah yang luar biasa.
Kampus kami, Fakultas Sastra memiliki arsitektur yang cantik. Ada Amphitheather yang diberi nama “Teater kolam” tempat para mahasiswa melakukan pentas seni. Gedung Perpustakaan adalah tempat favoritku untuk mencari ketenangan karena lengkapnya koleksinya.
Bagi mahasiswa Fakultas lain, Fakultas sastra bagaikan Surga tempat bersemayamnya para Bidadari, Maklum ini adalah satu-satunya Fakultas yangmayoritas Mahasiswanya adalah wanita. Bahkan proporsi jumlah mahasiswa wanita dan pria di sini bisa mencapai 70 : 30, senang rasanya menjadi Minoritas di antara para mahasiswi. Selain ikut wangi karena parfume, perangai kami pun para pria menjadi lebih halus dan menonjolkan perasaan dari logika.
Kampus sastra adalah Dunia Wanita, Hampir tidak ada perkelahian di sini, karena semua dapat diselesaikan dengan cara wanita. Dialogdan kompromi. Kami kaum Adam bagaikan mahluk Planet Mars yanhg yang bersenang-senangdi Planet Venus. We love It
Kembali ke Kansas.. Kantin Sastra. Inilah ”the metting point” . Tempat semua mahasiswa dari berbagai jurusan berkumpul makan siang dan ngobrol sesudah kuliah. Kansas bukan cuma sekedar Kantin.Seingatku tidak ada menuyang istimewa,makanan dan minuman yang disajikan biasa saja.
Atmaosfir Kansas-lah yang istimewa. Jauh sebelum orang suka nongkrong di Cafe, Kansas adalah “Starbucks” bagi kami
Ia adalah tempat kencan, tenpat mencari Jodoh. Banyak kumbang-kumbang dari Fakultas lain mengembara mencari peruntungan jodoh di taman bunga Kansas. Kansas juga tempat berpolitik. Di sini mahasiswa dari berbagai ideologi nge-gang berkumpul dan menyusun kekuatan. Anak-anak ”Merah: dengan ideologis Marxis asyik membahas teori perjuang kelas sambil dengan nekatnya mengecam sistem kapitalisme rezim Orde Baru. Anak-anak ”Hijau” yang disebut juga anak-anak Musholla asyik membahas berbagai masalah dari hal jilbab sampai gerakan penerapan syariah di tanah air. Para aktivis menyusun intrik untuk memenangkan pemilihan ketua Senat dan Badan Perwakilan Mahasiswa.
Sedangkan mahasiswa lain bergosip tentang dosen killer dan menyusun kolaborasi untuk mendapatkan nilai yang bagus pada saat ujian.
Tapi tema yang favorit adalah ”Buku, Pesta dan Cinta”. Diskusi tentang filsafat Hegel, puisi Shakespeare sampai kontroversi sejarah Peristiwa G30S membahana di ruangan ini. Betapa cinta yang tumbuh dan bersemi di kantin. Tapi juga perselingkuhan dan pengkhianatan cinta terjadi di tempat ini. Bunga Cinta tumbuh mekar, tapi juga berguguran di Taman bunga Kantin Sastra.
Waktu terus berjalan. Mahasiswa datang dan pergi. Mahasiswa baru dipelonco dan mahasiswa senior diwisuda.
Kini zaman berganti. Fakultas Sastra sudah berganti nama menjadi Fakultas Ilmu Budaya. Istilah Kantin Sastra pun hilang tenggelam oleh waktu.
Namun Kansas, Kantin Sastra tetap melekat di hati. Di sanalah cita cita dan mimpiku dulu tumbuh dan bersemi. Kini setiap kali mendengar kata ”Kansas”, semangat jiwa mudaku bangkit menggelora.
- Pandji Kiansantang
Jakarta, Kamis 6 November 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H