Mohon tunggu...
Pandan Safira
Pandan Safira Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa/universitas lampung

saya merupakan mahasiswa S1 ilmu hukum di universitas lampung yang saat ini dalam masa studi semester 6 dan memiliki minat yang tinggi dalam mengkaji ilmu hukum

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perubahan Ketentuan Pidana Mati yang Semula Pidana Pokok Menjadi Pidana Alternatif Berdasarkan KUHP Nasioanal

7 Juni 2024   21:14 Diperbarui: 8 Juni 2024   01:59 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pidana mati atau hukuman mati sebagai jenis pidana khusus diatur mulai Pasal 98 sampai Pasal 102 KUHP baru. Bukan hanya menjadi pidana bersifat khusus, hukuman mati dalam KUHP baru juga diancamkan dengan masa percobaan selama 10 tahun. Masa percobaan ini menjadi pertimbangan dengan harapan adanya perubahan perilaku dan penyesalan dari terpidana.

Tenggat masa percobaan 10 tahun dihitung sejak 1 hari setelah putusan berkekuatan hukum tetap atau inkrah. Apabila terpidana dalam kurun 10 tahun masa percobaan menunjukkan perubahan sikap dan perbuatan terpuji, hukuman mati dapat diubah menjadi penjara seumur hidup. Perubahan hukuman ini ditetapkan melalui Keputusan Presiden (Keppres) setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Agung (MA). Namun, apabila terpidana sepanjang masa percobaan tidak menunjukkan perubahan sikap dan tidak ada harapan untuk diperbaiki, maka hukuman mati tetap dilaksanakan atas perintah jaksa agung. Nantinya, hukuman mati baru dilaksanakan setelah permohonan grasi terpidana telah ditolak presiden.

Dalam KUHP Nasional yang baru, terdapat pembaruan mengenai ketentuan pidana mati. Salah satu diantaranya adalah pidana mati yang semula merupakan pidana pokok menjadi pidana alternatif. Selain itu, pelaksanaan pidana mati baru bisa dilakukan dengan penundaan eksekusi pidana mati selama sepuluh tahun. Penundaan eksekusi pidana mati sudah ditetapkan secara tertulis dalam Pasal 100 KUHP Nasional. Pada Pasal 100 ayat (1) KUHP Nasional tercantum bahwa, eksekusi pidana mati ditentukan oleh penundaan pidana mati selama 10 (sepuluh) tahun yang memperhatikan dua syarat yaitu, rasa penyesalan dan usaha memperbaiki diri dan peran terdakwa pidana mati dalam tindak pidana. Selanjutnya, dalam Pasal 100 ayat (4) KUHP Nasional dikatakan bahwa jika terpidana berkelakuan baik, maka dengan keputusan presiden atas pertimbangan Mahkamah Agung, pidana mati dapat berubah menjadi penjara seumur hidup. Menurut pendapat Prof. DR. Topo Santoso, S.H., M.H., Guru Besar Hukum Pidana FHUI, penundaan eksekusi pidana mati selama sepuluh tahun merupakan jalan tengah yang dapat mengakomodir pandangan pro terhadap hukuman mati dan kontra terhadap hukuman mati.

Disahkannya KUHP baru melalui penerbitan UU Nomor 1 Tahun 2023 memberikan paradigma baru sifat hukum pidana yang sebelumnya retributif atau mengutamakan pembalasan menjadi restoratif berdasarkan pemenuhan keadilan. Hal ini linear dengan berbagai macam pembaharuan aturan dalam KUHP baru salah satunya adalah pasal mengenai Pidana Mati yang telah mengalami pergeseran paradigma.

Stelsel pemidaanaan ini tergolong baru seperti bayi yang baru lahir. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya perlu kehati-hatian, kecermatan, dan mengutamakan prinsip keadilan. Sesuai Pasal 624, KUHP baru ini mulai belaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan yaknic akan berlaku efektif pada Desember 2025. Maka selama masa tersebut diperlukan pedoman pemidanaaan terhadap pidana mati percobaan ini, serta peraturan perundang-undangan yang mengatur secara teknis mengenai (1) jenis dan syarar tindak pidana yang dapat dijatuhi pemidanaan ini dan (2) syarat dan pedoman terpidana dapat dijatuhkan pidana mati percobaan. Selain itu juga perlu diketahui bahwa tidak semua kejahatan itu dapat dimaafkan atau hanya diberi sanksi berupa penjara atau denda saja karena pada kejahatan yang terjadi di masyarakat kini kejahtan sudah sangat luar biasa ragam bentuknya bahkan sampai menghilangkan nyawa orang lain ataupun merusak kehidupan orang lain. Oleh karena itu, saya kurang setuju jika pidana mati dihilangkan atau tidak lagi menjadi pidana pokok di Indonesia saat ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun