Sejak Presiden Abdurahman Wahid menjabat hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, RUU Kamnas yang diajukan pemerintah belum juga disahkan DPR. Berbagai alasan di munculkan mereka yang menolak RUU Kamnas ini. Misalnya, kekhawatiran munculnya Tentara Nasional Indonesia (TNI) kembali ikut serta dalam keamanan nasional semakin kuat, dan bayang-bayang era orde baru.
Padahal, semua itu bohong, sengaja isu-isu yang memojokkan TNI dan pemerintah dikembangkan oleh institusi Polri, LSM dan DPR. Mereka semua sudah dimasuki kepentingan asing yang tidak ingin bangsa ini maju dan berkembang. Kepentingan asing sudah mulai masuk ke senayan dan tanpa disadari oleh semua pihak. Hanya TNI dan pemerintah yang sadar akan adanya kepentingan asing itu.
Karena TNI cinta NKRI dan sudah menjadi kebanggan bangsa Indonesia sejak perang kemerdekaan 1945. Bahkan, Panglima Besar Jenderal Soedirman pernah mengatakan, bila bangsa Indonesia hancur, maka satu-satunya yang bisa diharapkan hanyalah Tentara Nasional Indoensia (TNI).
Cuma persoalannya, TNI tidak didukung oleh banyak pihak, hanya pemerintah yang mendukung TNI dalam kaitan RUU Kamnas. Selain itu, hanya kelompok atau intitusi yang korup dan senang dengan suap saja yang menolak RUU Kamnas. Institusi dan LSM yang kerap menerima suap, disinyalir akan mudah dimasuki kepentingan asing. Kepentingan asing masuk melalui DPR, institusi penegak hukum, pendidikan, budaya, dan acara-acara di televisi, melalui kegiatan intelijen mereka.
Salah satu yang dikhawatirkan, dengan adanya RUU Kamnas adalah berkurangnya kewenangan Polri dalam menjaga keamanan, dan diserahkannya sebagian kewenangan itu ke tentara. Disini tampak betul, ego sektoral dari Polri yang masih dibawah Presiden. Padahal, kehadiran RUU Kamnas adalah untuk mengatur, bukan mengambil kewenangan. Sebagaimana kita ketahui, Polri yang memiliki kewenangan super power-saking super power nya banyak yang salah tangkap dalam berbagai kasus- ini tidak rela, kenikmatan dengan dana melimpah dan bisa memiliki rekening gendut, kewenangannya di kurangi (diatur).
Sebab, dengan kewenangan yang tanpa batas, Polri bisa menambah pundi-pundi keuangan mereka. Misalnya, seorang Kapolsek bisa memiliki rekening Rp 2 miliar, meski belum satu tahun menjabat. Darimana uangnya? Berapa gajinya?. Bandingkan dengan Danramil dari institusi TNI, yang kehidupannya bersahaja dan dicintai rakyat dan tidak bisa dimasuki kepentingan asing. Pundi-pundi dana Polri, bisa digerakkan untuk menolak RUU Kamnas, apalagi didukung pengusaha bermasalah, tambah klop.
Selama Presiden Jokowi tidak memindahkan Polri dibawah Kementerian, maka RUU Kamnas, tidak akan disahkan DPR. Karena kekuatan besar dan didukung dana yang besar akan melawan mereka yang mendukung RUU Kamnas untuk disahkan, kecuali Presiden Jokowi mau bertangan besi, melawan penolak RUU Kamnas melalui jarring kekuasaan Presiden.Bangsa Indonesia tidak akan pernah maju bila kondisinya masih seperti ini, maka dibutuhkan pemimpin bertangan besi, bukan membiarkan masalah diselesaikan secara sendiri-sendiri.
Ketika Kapolri dijabat Jenderal Pol Timur Pradopo. Ia mengucapkan terima kasih atas dukungan para anggota Komisi III. Ia menjelaskan RUU Kamnas ini dibahas di internal pemerintah melalui proses yang sangat panjang.Namun, karena RUU ini merupakan inisiatif dari pemerintah, dan Polri merupakan bagian dari pemerintah, Timur enggan mengkritik isi RUU Kamnas ini.
“Saya bagian dari pemerintah. Kami tak bisa bertentangan dengan sikap pemerintah. Bukan kami tak mau bahas, tapi RUU ini sudah dibahas berkali-kali (di internal pemerintah),” ujar Kapolri ketika itu di tahun 2014.
Ada beberapa anggota DPR (tidak semua) yang menolak RUU Kamnas yang sudah deadlock berkali-kali tanpa ada kejelasan kapan akan di sahkan. Bahkan, entah kenapa, ada juga anggota Komisi III yang mendukung habis-habisan Polri untuk mempertahankan kewenangan yang dimilikinya. Ini aneh. Padahal RUU Kamnas itu dibuat pemerintah untuk mengatur kewenangan yang selama ini tumpang tindih. Lihat saja di laut, untuk penegakkan hukum, ada Bea Cukai, Kementerian Kehutanan, Polisi Air, Bakorkamla, TNI AL dan banyak institusi lain. Mengapa mereka, khususnya Polri (penolak RUU Kamnas) tidak mau diatur? Apakah karena takut pundi-pundi uang dilaut tidak mereka dapatkan lagi.
Contohnya hilangnya kewenangan Polri dalam urusan imigrasi. Semua diserahkan ke penyidik pegawai negeri sipil (PPNS), bila RUU Kamnas disahkan. Jadi, intinya tidak ada lagi kepentingan bangsa ini, yang ada hanyalah ego sektoral, ego kelompok dan ego individual. Kalau untuk kepentingan bangsa, semestinya DPR mengikuti apa yang diajukan pemerintah untuk stabilitas keamanan bangsa dan jangan mau di intervensi asing, meski dengan iming-iming dana miliaran, misalnya. Ingat kepentingan rakyat.
Ketika itu (tahun 2014) DPR dan LSM yang didanai asing, tetap menolak RUU Kamnas ini agar kewenangan menjaga keamanan tetap berada di tangan Polri. Bahkan, ironisnya lagi UUD 1945 yang asli sekarang sudah di ubah oleh DPR yang berafiliasi pada kepentingan asing, tanpa mereka sadari, itu semua karena ego sektoral dan hanya mementingkan kepentingan mereka sendiri, bukan kepentingan bangsa dan negara yang sudah diperjuangkan dengan tetes darah penghabisan.
Jadi, diera pemerintahan Jokowi saat ini, diuji apakah RUU Kamnas berhasil disahkan DPR? Apakah memang tetap mau diintervensi asing? Apakah Polri akan dibawah Kementerian meski gelombang tsunami perlawanan akan besar. Ingat, pada 2014 RUU Kamnas ini sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan DPR berjanji akan mengesahkannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H