Mohon tunggu...
Panca Bijakers
Panca Bijakers Mohon Tunggu... karyawan swasta -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Manusia tak ada yang sempurna!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gratifikasi Seks dengan Politik

13 Februari 2014   11:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:52 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="130" caption="Gratifikasi Seks Dengan Politik"][/caption] Belakangan kita mendengar dan mengetahui melalui media massa bahwa ternyata tinggi sekali perputaran uang yang terjadi selama kongres di Bandung tersebut dan sudah ada beberapa pengurus partai yang akhirnya buron dan sekarang ditahan KPK. Berarti terdapat korelasi yang erat antara perputaran “uang haram” dengan transaksi seks. Uang hasil korupsi dikategorikan sebagai “easy money” sehingga cara mengeluarkannya pun harus dengan “easy”, bahkan tidak boleh dibawa pulang. Cara paling aman memang dengan memberikan servis terkait seks, karena tidak ada kuitansi yang tercatat dalam setiap transaksi seks. Setelah adanya transaksi seperti ini, manusia akhirnya juga ikut menjadi salah satu bahan transaksi. Manusia cenderung melakukan segala cara untuk dapat memenuhi keinginannya. Terkadang keinginan manusia tidak hanya berbentuk uang, namun juga barang. Barang yang diinginkan bukan saja barang mati namun terkadang juga manusia yang ikut menjadi komoditas transaksi untuk kemudian dikenal lebih luas sebagai gratifikasi seks. Sekitar 80 persen pelaku gratifikasi seks mengaku melakukan hal tersebut dengan motif ekonomi. Entah itu untuk memperlancar usaha yang bersifat ekonomis atau hanya untuk kepentingan ekonomi pribadi semata. Dorongan ekonomi merupakan dorongan yang paling rendah dalam melakukan usaha gratifikasi seksual. Tingkatan yang agak sedikit lebih tinggi dari gratifikasi seks adalah lobi-lobi politik yang terkadang sifatnya kotor. Selain lobi menggunakan uang, kadang juga menggunakan lobi-lobi yang non-kapital. Namun ada juga beberapa budaya yang memang memperbolehkan gratifikasi seksual. Misalnya di Jepang dimana dikenal Geisha yang memang umum digunakan untuk memperlancar kepentingan usaha. Geisha pada era kekuasaan Shogun di Jepang, antara abad 14-17, merupakan salah satu spionase kelas tinggi yang mampu merubah tatanan ekonomi dan politik. Lambat laun Geisha ini berkembang bukan hanya untuk memenuhi kepentingan ekonomi dan politik, tetapi sudah menjadi bagian dari budaya.( Dr. Bagus Rahmat Prabowo Seksolog, Konsultan WHO Indonesia) Subyek dari gratifikasi seksual adalah para pihak yang secara langsung membutuhkan dan mengambil manfaat dari layanan ini, sedangkan obyeknya adalah para individu yang sadar atau tidak sadar akan menjadi komoditasnya. Subyek gratifikasi seks bisa seorang atau sekelompok politikus, pebisnis, pegawai pemerintah, atau semua orang yang mempunyai kepenting-an terhadap orang lain. Sedangkan tidak hanya perempuan, namun bisa juga pria atau bahkan waria. Gratifikasi seks sangat erat kaitannya dengan prostitusi, karena secara langsung gratifikasi model ini akan memanfaatkan penyedia jasa prostitusi untuk mendapatkan tujuannya. Pendapat kedua mengatakan bahwa siapapun yang mendapatkan keuntungan baik finansial maupun non finansial dari aktifitas seks, maka disebut sebagai prostitute. Dengan demikian, maka subyek gratifikasi seksual kemudian identik dengan germo (pimps) dan oyeknya identik dengan pekerja seks (prostitute). Dalam KUHP disebutkan bahwa siapa saja yang memfasilitasi terjadinya transaksi seks bisa dijerat dengan hukuman pidana. Dengan demikian sebenarnya subyek dari gratifikasi seks yang seharusnya diberikan hukuman. Sedangkan obyek, umumnya merupakan korban, sama halnya dengan posisi undang-undang narkoba. Perlu kita nanti apakah gratifikasi seks dalam dunia politik terus merajalela atau akan semakin berkurang dengan adanya UU yang mengatur itu. Liat saja nanti! Sumber : [caption id="" align="alignnone" width="256" caption="Sumber Referensi"][/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun