puzzle dicetuskan oleh John Spilsbury pemahat asal Inggris kisaran tahun 1739-1769 untuk memisahkan batas wilayah suatu tempat atau negara. Sebutan puzzle dulunya mempunyai istilah “dissected picture” atau gambar yang dipotong-potong. Spilsbury membuat delapan seri puzzle peta mulai dari Eropa, Asia, Afrika, Amerika, Inggris, Wales, Skotlandia, dan dunia, hingga akhirnya karya ini diberikan untuk keperluan sekolah anak-anak. Peminat akan Jigsaw Puzzle mulai berkembang kisaran pada tahun 1900-1908 di Amerika Serikat yang kemudian pada tahun 1930-an permainan ini menjadi sangat populer. Semakin berkembangnya zaman Jigsaw Puzzle diciptakan menggunakan gambar yang lebih edukatif dan selalu diikutsertakan dalam proses pembelajaran anak (Blackwell, M 2022).
Awal munculnya
Secara umum, cara bermain puzzle cukup sederhana yaitu dengan memperhatikan beberapa hal, diantaranya: 1) Pisahkan Kepingan: Mulailah dengan memisahkan semua kepingan puzzle dari bingkainya. 2) Cari Kepingan Pinggir: Biasanya, kepingan puzzle pinggir memiliki bentuk yang unik. Mulailah dengan menyusun kepingan-kepingan pinggir ini terlebih dahulu untuk membentuk bingkai gambar. 3) Kelompokkan Kepingan: Setelah bingkai terbentuk, mulai kelompokkan kepingan-kepingan yang memiliki warna atau pola yang sama. Ini akan memudahkan mu dalam mencari pasangan yang tepat. 4) Perhatikan Detail: Perhatikan detail gambar pada setiap kepingan. Cari bentuk, warna, atau pola yang cocok dengan kepingan lain. 5) Sabar dan Teliti: Menyusun puzzle membutuhkan kesabaran dan ketelitian. Jangan terburu-buru dan nikmati prosesnya, (Rosanah, E., 2022)
Anak-anak akan beralih dari puzzle dengan gambar sederhana dan jumlah kepingan sedikit, menuju puzzle dengan gambar yang lebih kompleks, detail, dan jumlah kepingan yang lebih banyak. Hal ini akan membantu mengembangkan berbagai keterampilan kognitif dan motorik anak (Oktaviyani, dkk., 2019)
Anak usia dini 2-4 tahun, jumlah kepingan berkisar dari 9-24 kepingan, gambar yang digunakan cenderung sederhana, bentuk-bentuk dasar, warna cerah, dan gambar yang familiar dengan anak dimana biasanya hal ini untuk melatih koordinasi mata-tangan, mengenali bentuk, dan warna.
Anak usia Prasekolah 4-6 tahun, jumlah kepingan berkisar dari 24-60 kepingan, gambar yang digunakan lebih kompleks, gambar objek sehari-hari, hewan, atau karakter kartun hal ini untuk mengembangkan kemampuan visual-spasial, meningkatkan konsentrasi, dan melatih logika (Pahrul, Y., 2022)
Anak usia Sekolah Dasar 7-12 tahun, jumlah kepingan berkisar antara 100-500 kepingan, menggunakan gambar yang lebih detail, pemandangan alam, bangunan, atau gambar yang membutuhkan analisis lebih dalam. Hal ini berguna untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, mengembangkan daya ingat, dan meningkatkan keterampilan motorik halus.
Anak usia dewasa tentunya 12 tahun ke atas, jumlah kepingan biasanya terbilang banyak berkisar dari 500 kepingan atau lebih, menggunakan gambar yang sangat detail, karya seni, pemandangan yang kompleks, atau puzzle 3D biasanya hal ini bertujuan untuk mengurangi stres, meningkatkan fokus, dan memberikan tantangan intelektual.
Waktu yang dibutuhkan untuk menyusun puzzle kertas sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: 1) Jumlah kepingan, 2) Tingkat kesulitan gambar, 3)Ukuran puzzle, 4) Pengalaman penyusun, 5) Konsentrasi dan fokus. Secara umum, tidak ada waktu yang pasti untuk menyelesaikan sebuah puzzle. Ada yang bisa diselesaikan dalam hitungan menit, ada juga yang membutuhkan waktu berhari-hari bahkan berminggu-minggu.
Permainan puzzle tersebut baik untuk dimainkan karena dapat melatih keterampilan jari jemari dari anak dapat meningkatkan motorik halus, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Indayanti (2022) berjudul mozaik dan puzzle mampu meningkatkan perkembangan motorik halus anak prasekolah. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa puzzle berhasil dalam meningkatkan perkembangan motorik halus pada saat anak menyusun potongan-potongan puzzle. Pada pengujicobaan motorik halus menggunakan puzzle berhasil meningkatkan perkembangan motorik halus dimana mampu mendorong perkembangan sensorik motorik ditambah dengan adanya stimulasi dalam bentuk visual, taktil, pendengaran, dan kinetik. Sehingga motorik halus secara agresif dan koordinasi dapat ditingkatkan oleh seluruh indra dengan bantuan bermain puzzle. Nilai keberhasilan direpresentasikan oleh nilai Sig atau value sebesar 0,000< 0,05 sehingga Ha diterima yang artinya terdapat perbedaan perkembangan motorik halus sebelum dan sesudah diberi perlakuan mozaik maupun puzzle.
psikologi kognitif yaitu teori memori asosiatif oleh John R. Anderson yang lebih spesifik mengarah pada pengendalian pikiran secara adaptif (ACT). Teori pengendalian pikiran-pikiran secara adaptif menurut Anderson (dalam Hastjarjo, 1994) adalah sebuah model kognitif yang menjelaskan mengenai cara seseorang mengelola informasi dan memproses suatu pengetahuan. Teori yang dikemukakan oleh Anderson tersebut berfokus pada suatu yang mewakili pengetahuan verbal dan memiliki beberapa aspek penting termasuk tiga jenis memori. Salah satu komponen utama dari teori ini adalah memori produktif, yang berfungsi sebagai basis untuk keterampilan dan tindakan fisik. Teori ACT dan lebih spesifik mengenai memori produktif dapat diterapkan dalam konteks permainan puzzle dengan adanya pengalaman yang sudah ada dapat secara otomatis mengenali pola tertentu dalam potongan puzzle tanpa harus berpikir secara mendalam tentang setiap langkah. Memungkinkan pemain dalam permainan puzzle dapat memahami bagaimana potongan-potongan dari puzzle tersebut dapat terhubung. Para pemain juga menggunakan representasi spasial untuk bisa membayangkan bagaimana potongan-potongan tersebut akan terlihat ketika nantinya akan disatukan. Memori produktif dalam teori ACT juga memberikan pengetahuan bagaimana suatu kegiatan bermain puzzle dapat berkontribusi dalam keterampilan kognitif.
Puzzle juga merupakan salah satu permainan papan yang berkaitan dengan teori pengenalan objek, yaitu teori Geon. Teori Geon dicetuskan oleh Irving Biederman. Dalam teori Geon, disebutkan bahwa pengenalan objek dilakukan berdasarkan pengenalan terhadap komponen, yaitu pemecahan dari bentuk kompleks ke bentuk-bentuk sederhana. Pada permainan puzzle sendiri, hal ini dapat dibuktikan dengan cara bermain puzzle. Pertama, melihat petunjuk atau contoh gambar kemudian dapat mengenali objek-objek yang harus dibentuk. Selanjutnya dengan mengenali bentuk-bentuk pecahan puzzle yang harus disusun agar membentuk suatu gambar yang dicontohkan.
Begitu banyak manfaat yang dihasilkan dari bermain puzzle, tidak hanya sekedar hiburan semata tetapi juga membantu mengembangkan berbagai keterampilan kognitif dan motorik anak sebagai koordinasi mata dan tangan, membentuk problem solving, melatih keterampilan motorik halus karena adanya kegiatan mengambil, memindahkan, dan menempatkan potongan tanpa merusak tata letak puzzle lainnya. Regulasi emosi yang baik karena bermain puzzle membutuhkan ketelitian dan kesabaran.
Artikel ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir semester III mata kuliah Psikologi Kognitif dengan dosen pengampu Ibu Flora Grace Putrianti, S.Psi., M.Si., M.Psi., Psikolog. Nama Anggota : 1) Hilda Elfanny 2) Desinta Enggar 3) Panca Rusdilla 4) Nuraini Azizah 5) Nia J Kaharu.
Referensi :
Barzam. ( October 31, 2018). 8 Pembentukan Konsep dalam Psikologi Kognitif. dosenpsikologi. https://dosenpsikologi.com/pembentukan-konsep-dalam-psikologi-kognitif
Blackwell, M ( July 14 2022 ). The History Of Jigsaw Puzzles. https://www.mrsblackwell.com/journal/the-history-of-jigsaw-puzzles
Hastjarjo, D. (1994). Arsitektur Kognisi Manusia Menurut Teori ACT. Buletin Psikologi, 2(1), 1-6.
Meilani, K. (2022). PERBEDAAN EFEKTIFITAS PERMAINAN PUZZLE DAN GAMBAR TERHADAP KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK PAUD DI TK PUTRO DAN TK SIWI SLEMAN (Disertasi Doktor, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).
Mu'min, S. A., & Yultas, N. S. (2020). Efektifitas Penerapan Metode Bermain dengan Media Puzzle dalam Meningkatkan Kemampuan Kognitif Anak. Al-TA'DIB: Jurnal Kajian Ilmu Kependidikan, 12(2), 226-239.
Oktaviyani, Rizkia D., and Oryza I. Suri. "Pengaruh Terapi Bermain Puzzle terhadap Perkembangan Kognitif Anak Usia Prasekolah." Jurnal Kesehatan, vol. 10, no. 2, 2019, doi:10.35730/jk.v10i2.406.
Pahrul, Y. (2022). Bermain Anak Usia Dini.
Rosanah, E. (2022). Pengaruh Penggunaan Media Puzzle Berbasis Metode Montessori Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Anak Usia 4 Tahun (Skripsi, Jaktarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).
Suarti, N. K. A. (2020). Bermain Puzzle Memupuk Sikap Kemandirian Pada Anak Usia Dini. Jurnal Paedagogy, 2(1), 13-21.
Idhayanti, R. I. (2022). Mozaik dan puzzle mampu meningkatkan perkembangan motorik halus anak prasekolah. Jurnal Sains Kebidanan, 4(1), 14-23.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H