Pelaku Kejahatan pelecehan seksual banyak dilakukan oleh kalangan pria kepada perempuan dan anak, namun bagaimana jika tindakan tersebut terjadi kepada kalangan pria sebagai korbannya.Â
Jika korban membuka suara banyak yang menganggap hal itu sebagai sebuah guyonan dan candaan sehingga hal itu dianggap angin lalu saja. Maka korban akan memendam semua itu sendirian.Â
Saya merasa bahwa anggapan tersebut memang betul adanya di masyarakat, karena pria secara general harus kuat dan tidak boleh merasa lemah. Itulah yang saya rasakan ketika saya pernah mengalami sebuah tindakan pelecehan seksual.Â
Pada awalnya saya tidak pernah menyangka bahwa apa yang saya alami merupakan sebuah tindakan pelecehan seksual. Saya mencoba untuk berdamai dengan diri saya dan melupakan kejadian itu.Â
Tindakan tersebut saya alami ketika saya berada dibangku SMA, hari itu saya pulang sore karena ada rapat OSIS. Sebelumnya saya sudah janjian dengan teman saya untuk bertemu di toko buku membeli peralatan alat tulis karena ujian akhir akan segera dilaksanakan, karena sudah sore saya datang agak terlambat ke salah satu toko buku yang ada di dalam mall itu.Â
Sebelum saya ke toko buku, saya melaksanakan shalat ashar di masjid yang letaknya berada di lantai atas mall.Â
Sehabis melaksanakan shalat ashar saya mengikat tali sepatu saya, ternyata di sebelah masjid ada sebuah ATM yang cukup besar. Di sana ada beberapa orang sales yang berdiri di depan ruangan ATM, sesudah mengikat tali sepatu saya berjalan dan melewati ruangan tersebut.Â
Tiba-tiba ada seorang sales laki-laki yang menghampiri saya, dalam pikiran saya mungkin orang ini ingin menawarkan sebuah brosur atau hal yang berkaitan dengan bank.Â
Orang tersebut terlihat tidak mencurigakan, ia mendatangi saya dan menanyakan nama saya. Namun saya tidak menjawab, dengan cepat orang itu bertanya lagi 'sekolah dimana?' saya hanya menjawab nama daerah sekolah saya.Â
Tidak habis dari situ ia bertanya nomor telepon saya, saya menjawab 'hah?'. Saya mulai merasa takut ketika ia bertanya 'pulang kemana? Saya anterin ya'.Â
Dari situ saya panik dan melihat ke kanan dan kekiri celingak celinguk, karena merasa dalam situasi yang tidak nyaman. Iya bertanya lagi 'nomor teleponnya berapa ganteng?'. Saya mencoba untuk pergi namun ia mencegat di depan saya. Sempat melihat sekeliling saya mencari celah untuk kabur. Dalam pikiran saya hanya ada 'kabur', ditambah situasi saat itu cukup sepi.Â