Kamu mempunyai grup chat atau sering nongkrong bareng dan ngobrol ngalor ngidul dengan suasana yang santai dan hangat. Itu merupakan hal yang baik, namun jika perbincangan yang kamu bahas hanya seputar keberhasilan dan pencapaian yang dimiliki maka kamu harus mulai sadar adanya toksik di dalam pertemanan itu.Â
Membicarakan mengenai adanya sebuah pencapaian dalam hidup adalah hal yang positif karena kita bisa menjadi termotivasi untuk bekerja lebih giat dan orang yang mendapatkan keberhasilan itu juga bisa mendapat apresiasi dari teman terdekatnya.Â
Keberhasilan yang dicapai memang seru untuk dibahas, namun itu akan menjadi bumerang ketika teman yang ada di dekat kita malah menjadi sombong dan angkuh dengan keberhasilan itu. Contohnya yakni, teman ini merasa bahwa keberhasilan yang ia capai sangat sulit sehingga hanya ia yang bisa. Biasanya teman seperti ini akan memamerkan keberhasilan lainnya yang ia capai. Hal itu bermuara pada merendahkan orang lain dan menjadi sombong.Â
Tentu sangat tidak nyaman mempunyai teman yang seperti itu, teman tipikal seperti ini merupakan toksik yang akan memecahkan sebuah persahabatan sehingga hubungan teman menjadi renggang dan malah untuk berkumpul dan nongkrong kembali menjadi susah.Â
Media Sosial Prioritas Utama
Tidak dipungkiri bahwa saat ini semua orang pasti mempunyai media sosial, baik itu digunakan untuk pertemanan atau bisnis. Dengan semua kedekatan hidup yang dilimpahkan pada media sosial maka kita tidak lepas dari adanya pertemanan media sosial. Maka kadar kedekatan pertemanan bisa diukur dari pertemanan media sosial.Â
Pertemanan yang sudah dekat pasti akan memfollow satu sama lain. Sehingga kita bisa tau konten apa saja yang teman kita posting di media sosial. Tanpa sadar adanya pertemanan toksik muncul dari media sosial. Kamu pasti pernah punya teman atau memang teman kamu yang seperti ini. seakan media sosial menjadi prioritas utama dibanding dengan sebuah hubungan pertemanan di dunia nyata.
Dia yang sering mengupdate kehidupan yang sangat bahagia dengan kehidupannya saat ini, seperti selalu memposting hal-hal yang berbau glamour agar citra yang terbangun yaitu ia sekarang sudah sukses dan berhasil di dunia pekerjaan. Sedangkan kamu sebagai teman dekatnya tau bahwa hidupnya seratus delapan puluh derajat berbeda dengan apa yang ia posting, di kehidupan nyata ia selalu mengeluh akan hidupnya kepada kamu, namun di media sosial ia sangat berbeda.Â
Kamu merasa prihatin dan simpati dengannya, tapi di media sosial ia tidak pernah memposting teman dekatnya bahkan yang selalu support ia ketika sedang berada di titik terendah. Jika kamu tahan dengan teman yang seperti ini, kamu merupakan orang yang hebat. Namun, hal ini tidaklah sehat dalam sebuah pertemanan. Kamu hanya dianggap sebuah pelampiasan dari hidup yang ia buat sendiri. Sehingga pertemanan ini juga merupakan pertemanan toksik.Â
Berteman dengan siapapun bukan hal yang buruk dilakukan, bahkan dapat menjadi salah satu pintu rezeki bagi kita. Tetapi kita harus cermat dalam memilah dan memilih siapakah yang menjadi orang terdekat kita.Â
Suatu saat ketika memasuki masa dewasa semua orang yang kita kenal akan tersaring dengan sendirinya, kita hanya bertemu dengan teman itu-itu saja. Pertemanan akan semakin sedikit dan sirkel menyempit. Itulah kehidupan yang sebenarnya kita akan kembali sendirian bahkan ketika di alam kubur. Sehingga teman seperjuangan yang bisa kita pilih menjadi teman seperjuang hidup adalah orang yang benar-benar tulus tanpa ada maksud tertentu, agar mereka bisa mengingat kita dan mendoakan kita ketika sudah tidak ada di dunia ini.Â