Dalam suatu kesempatan, seorang teman bercerita mengenai anaknya yang belum juga mendapatkan pekerjaan sejak lulus kuliah 3 tahun yang lalu. Dalam ceritanya teman saya menyatakan bahwa ia sudah banting tulang sekuat tenaga mencari uang demi bisa membiayai anaknya hingga lulus S1.
Namun kini setelah sang anak itu lulus, Ia pun harus disibukkan dengan kegiatan mencarikan pekerjaan untuk anaknya yang sampai sekarang ini belum dapat juga. Sehingga timbul penyesalan dalam dirinya mengapa anaknya mengambil jurusan yang umum yaitu Ekonomi. Lalu yang menjadi pertanyaan baginya, untuk apa Ia mengeluarkan uang begitu banyak kalau pada akhirnya harus menggangur juga.
Apa yang diceritakan teman saya itu mungkin sudah menjadi hal umum, bahwa dalam setiap tahunnya banyak lulusan Perguruan Tinggi atau lulusan sekolah menengah atas yang kesulitan mendapatkan pekerjaan. Hal ini dikarenakan terbatasnya jumlah lapangan pekerjaan yang ada. Karena terbatasnya lapangan pekerjaan tersebut, akhirnya membuat para lulusan itu terpaksa menerima pekerjaan yang notabene tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Sehingga ia harus memulai kembali dari nol. Seolah ilmu yang diperoleh saat sekolah/kuliah menjadi sia sia.
Untuk memperbaiki kondisi tersebut, mungkin sudah saatnya pemerintah mendirikan Sekolah Tinggi Alternatif sebagai usaha untuk menyelaraskan dunia pendidikan dan dunia kerja. Sekolah Tinggi yang dimaksud disini adalah para mahasiswanya tidak perlu diberikan mata kuliah umum seperti yang diberikan perguruan tinggi lainnya, melainkan hanya yang berhubungan dengan dunia kerja.
Tujuan utama dari Sekolah Tinggi Alternatif ini adalah mendidik lulusannya agar bisa menciptakan lapangan kerja untuk orang lain, membekali mereka dengan semangat kewirausahaan dan menggali kreativitas agar bisa menciptakan lapangan pekerjaan.
Karena berhubungan dengan kewirausahaan, maka sekolah tinggi tersebut perlu bekerja sama dengan banyak pelaku UKM (usaha kecil menengah) dan home industri yang tersebar di masing-masing daerah di seluruh Indonesia, agar mahasiswa dapat melihat dan mempelajari secara langsung bagaimana sebuah usaha dapat berjalan, dari mulai pencarian modal, proses produksi, hingga memasarkan hasil produksi.
Dalam proses pembelajarannya, para mahasiswa tersebut dapat sekaligus menjadi pekerja paruh waktu di UKM tempat Ia di tugaskan. Sehingga dengan demikian selain belajar, ia pun dapat memperoleh upah sewajarnya untuk menunjang biaya sekolah/hidupnya.
Bila waktu pembelajaran di UKM tersebut telah selesai, mahasiswa di wajibkan untuk membuat laporan yang harus di presentasikan kepada pihak sekolah, dan bila hasil laporannya dinyatakan baik, maka ia bisa melanjutkan ke jenis UKM lainnya menurut minat dan kemampuannya. Sehingga setelah menjalani proses pembelajaran dari beberapa UKM yang tersedia di sekolah mahasiswa bisa mempunyai pandangan dan percaya diri untuk bisa menciptakan lapangan pekerjaan baru untuk masyarakat yang ada di sekitarnya. Pihak sekolahpun bisa mensupport dari sisi permodalan apabila memang diperlukan. Tentunya dengan proses verifikasi yang matang dan melihat kecakapan dari mahasiswanya.
Idealnya sekolah tinggi ini di miliki oleh pemerintah yang berafiliasi dengan dengan UKM- UKM yang ada, sehingga akan terjadi siklus serta mata rantai yang positip demi untuk menciptakan lapangan kerja baru dan mengurangi pengganguran di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H