Mohon tunggu...
agung pamujo
agung pamujo Mohon Tunggu... -

Penulis buku, editor senior, event organizer dan media planner

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ospek, Haruskah Identik dengan Kekerasan?

19 Desember 2013   18:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:44 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13874507981307279689

[caption id="attachment_309935" align="aligncenter" width="590" caption="MOTIVASI: Dr Agus Suherman saat memberi motivasi di depan mahasiswa baru FPIK Unibraw pada 30 November 2013 lalu. "][/caption] PRIHATIN dan berduka pasti, mendengar berita tentang tewasnya mahasiswa baru (maba) Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang bernama Fikri Dolasmantya Surya.  Seperti diberitakan banyak media, almarhum diduga meninggal dunia akibat perlakukan yang tidak wajar saat mengikuti kegiatan Kemah Bhakti Desa (KBD), di desa Sumbermanjing, Wetan, Malang, 12 Oktober 201 lalu.

Lebih prihatin lagi, saat mendengar pembelaan-pembelaaan pihak rektorat dan mahasiswa senior ITN selaku panitia kegiatan yang merupakan bagian dari Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (Ospek) itu.  Sebagaimana disaksikan dalam tayangan program Indonesia Lawyer Club (ILC) di tvOne pada 17 Desember 2013 lalu, pihak rektorat dan para mahasiswa senior yang jadi narasumber dalam tayangan ILC malam itu,  jauh dari merasa telah melakukan kesalahan. Padahal Ospek yang mereka selenggarakan berakibat sangat fatal: melayangnya nyawa seorang anak muda, Fikri itu!

Dalam tayangan itu diketahui –dari keterangan seorang anggota DPR yang malam itu juga diundang sebagai narasumber—bahwa sebenarnya sudah ada edaran dari Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terkait Ospek. Edaran itu  tegas-tegas melarang lagi penyelenggaraan Ospek.  Ada juga edaran lain yang menyebutkan, penyelenggaraan kegiatan untuk mahasiswa baru itu, jika dilakukan di luar kampus, maksimal harus 25 kilometer jaraknya dari lokasi kampus.

Polisi setempat kini sedang menyelidiki apakah dua aturan tersebut dilanggar oleh penyelenggara Ospek ITN itu.  Penegak hukum yang akan memastikan, benarkah ada tindak kekerasan sebagaimana yang terungkap dari kabar di media umum maupun sosial media. Termasuk, memastikan apakah penyelenggara KBD sebagai bagian dari Ospek ITN itu, juga melanggar aturan soal lokasi penyelenggaraan Ospek yang sesuai aturan maksimal 25 kilometer dari kampus.  Faktanya Sumbermanjing Wetan, berjarak tidak kurang dari 50 kilometer dari Kota Malang, lokasi kampus ITN.

Yang jelas,  malam itu, beberapa dosen ITN yang mewakili kampusnya hadir sebagai narasumber secara luar biasa melakukan pembelaan atas kejadian tragis itu. Termasuk, Rektor ITN yang karena tidak hadir, diwawancai Karni Ilyas selaku host ILC, lewat video call.

Sikap serupa ditunjukkan dua mahasiswa –satu pria, satu wanita—wakil panitia Ospek ITN yang malam itu juga hadir sebagai narasumber di ILC. Dari jawaban-jawabannya, mereka seolah menganggap kejadian meninggalnya Fikri itu biasa saja. Bahkan,  mereka sempat menjawab, teriakan-teriakan Fikri sesaat sebelum meninggal itu, bukan karena aksi kekerasan. Tapi, karena ‘’digelitik’’.

Saya benar-benar terhenyak mendengar jawaban itu. Lebih-lebih menyaksikan ekspresi dua mahasiswa itu.  Di sela-sela mengikuti acara, terlihat sesekali mereka senyum-senyum. Tertawa kecil. Itu semua terekam saat kamera TV mengarah ke keduanya.

Saya berpikir, benarkah keduanya menganggap wajar saja peristiwa tragis itu? Lebih jauh lagi saya berpikir, apakah memang itulah yang ada di benak mahasiswa pada umumnya?

Bahwa, sah saja bagi mereka menyelenggarakan Ospek dengan model apa pun?  Dengan  akibat apa pun? Dengan alasan: toh dari dulu juga begitu. Toh, dulu mereka juga diperlakukan demikian oleh senior mereka.

Di Malang juga, saya menemukan jawaban yang lain. Dirra, mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK)  Universitas Brawijaya berpendapat lain.

‘’Memang, harusnya maba digembleng kedisiplinan selama masa Ospek. Namun, menurut saya, bukan itu yang harusnya jadi misi utama Ospek bagi maba,’’ kata mahasiswi semester V FPIK Unibraw ini.

Kebetulan, tahun ini Dirra menjadi panitia pelaksanaan kegiatan orientasi maba  di FPIK Unibraw.  Dia pun bercerita, bahwa masa Ospek selama tiga bulan ini (September-November) lebih banyak diisi dengan pembekalan tentang berbagai hal yang terkait dengan penyiapan mental dan cara berpikir maba. Terutama, yang berkaitan langsung dengan dunia perikanan dan ilmu kelautan.

Bentuk kegiatannya, antara lain mendatangan secara berkala tokoh-tokoh dunia perikanan dan kelautan untuk memberi ceramah. ‘’Semacam pencerahan dan motivasi kepada adik-adik maba agar makin paham dan yakin dengan bidang studi yang mereka pilih, yakni perikanan dan ilmu kelautan,’’  jelasnya.

Tokoh yang diundang beragam. Ada dari alumni FPIK yang berhasil, dosen senior, praktisi di bisnis perikanan maupun pejabat pemerintah di bidang  perikanan dan ilmu keautan.

Pada Ospek maba FPIK Unibraw tahun ini, tokoh utama yang diundang untuk memberi ceramah kepada mahasiswa baru adalah Dr Ir Agus Suherman, Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia (Badan Usaha Milik Negara/BUMN). Agus diminta menyampaikan ceramah kepada 1.300 maba FPIK tahun ajaran 2013/2014 pada Sabtu, 30 November 2013 lalu.

Pada kesempatan itu, Agus Suherman dengan gamblang memaparkan tentang prospek industri perikanan dan kelautan. Pria yang juga  dosen di FPIK Universitas Diponegoro itu  memotivasi maba agar menyiapkan diri dengan serius untuk mengisi kebutuhan sumber daya manusia di industri perikanan dan ilmu kelautan.

Model Ospek dengan ceramah itu ternyata menarik perhatian maba. Penulis menyaksikan sendiri,  saat paparan dari Agus Suherman itu, belasan mahasiswa dan mahasiswi berebut  mengajukan pertanyaan.

’’Kalau semasa mahasiswa mereka sudah antusias dengan dunianya, saya yakin mereka akan berhasil.  Mereka pasti akan serius menekuni kuliahnya. Dan, memang ini yang diharapkan, sejak awal mahasiswa baru antusias untuk sukses.  Dengan demikian, ada harapan besar, saat lulus mereka bisa memenuhi kebutuhan SDM untuk pengembangan industri perikanan dan kelautan,’’ kata Agus Suherman.

Salah satu dosen di FPIK Unibraw, Yuni Widyawati menambahkan, sudah delapan tahun belakangan ini model Ospek di kampusnya ditekankan ke penyiapan maba untuk menjadi mahasiswa yang kritis, berwawasan dan yakin dengan bidang kuliah yang ditekuninya. ’’Kalau tidak salah, sejak 2005, Unibraw  melarang keras model Ospek yang bisa mengarah ke terjadinya tindak kekerasan maupun pelecehan dari senior kepada yuniornya,’’ katanya.

Dosen muda yang juga alumni FPIK Unibraw ini mengatakan,  sebelum ini di Unibraw juga ada model ospek dalam bentuk kemah bhakti.  ’’Angkatan saya (2004) yang terakhir ada kemah bhakti. Setelah itu memang dilarang oleh Rektor (Unibraw),’’ paparnya.

Kegiatan untuk pembentukan kedisiplinan maba, lanjut dia, dilakukan dengan cara melibatkan tentara untuk melatih para maba itu.  Awalnya, maba diajak ke Lapangan Rampal, lapangan milik militer di Malang. Mereka digembleng kedisiplinan oleh instruktur yang terdiri dari para tentara.

Kemudian,  program itu diubah.  Mahasiwa tidak lagi diajak keluar. Namun, instruktur dari militer itu yang didatangkan ke kampus FPIK. ‘’Namun, dua tahun terakhir ini, peraturan berubah lagi.  Tidak ada lagi program pelatihan kedisiplinan yang melibatkan tentara.  Ospek di kampus kamu benar-benar lebih ditekankan ke orientasi tentang kehidupan mahasiswa dan tentang ilmu perikanan dan kelautan,’’ tambah Dirra.

Dirra mengakui, sebenarnya kurang sependapat kalau aspek pembentukan kedisiplinan ditiadakan selama masa Ospek. Namun, dia juga menyadari,  kemungkinan terjadinya penyimpangan yang bisa berakibat fatal seperti terjadi di ITN dan beberapa kampus lain, jika kegiatan untuk pembentukan kedisiplinan itu tidak dikontrol dengan benar.

‘’Bagaimana pun, saya juga tidak setuju jika untuk membentuk kedisiplinan mahasiswa harus dengan kekerasan. Apalagi, sampai menimbulkan korban,’’ katanya.

Dosen Yuni pun berpendapat senada. ‘’Disiplin memang perlu. Namun, menurut saya yang paling penting adalah membangkitkan motivasi mahasiswa baru agar benar-benar serius menekuni kuliahnya,’’ katanya.

Di lain pihak,  Agus Suherman  menimpali,  memang tidak jamannya lagi mengarahkan mahasiswa dengan model Ospek yang lebih menekankan ke aksi kekerasan fisik maupun non fisik. Apalagi, terbukti beberapa kali muncul korban hingga meninggal dunia.

’’Saat ternyata ada korban lagi (dari pelaksanaan Ospek), sudah tidak usah ditawar lagi, Ospek model begitu harus dihapus.  Kalau materi dan penyampaiannya bagus, saya kira Ospek dengan model ceramah dan diskusi tidak kalau menariknya.  Yang  pasti, akan lebih bermanfaat bagi penyiapan mental dan pembentukan motivasi mahasiswa baru,’’  urai doktor lulusan Institut Pertanian Bogor itu, panjang lebar.

Untuk itu, pimpinan BUMN yang semasa mahasiswa juga akifis ini berharap Mendikbud dan juga para rektor tegas menerapkan aturan yang melarang model pembinaan maba yang potensi memunculkan tindak kekerasan, baik fisik maupun non fiik. ’’Saya yakin sudah banyak kampus yang menyelenggarakan pembinaan maba dengan benar. Namun, dengan masih adanya kejadian Fikri itu, Mendikbud harus lebih tegas lagi,’’ pinta Agus Suherman.  (*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun