Semua kaget dan tidak kurang dari berbagai pengguna media sosial meributkan pernyataan Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurtmantyo soal adanya sebuah instansi yang dianggap Panglima dengan berani dan nekad mencatut nama Presiden Joko Widodo untuk mendatangkan 5.000 pucuk senjata.
Panglima mengucapkan hal itu dalam sebuah acara resmi pertemuan para Jenderal di Mabes TNI Cilangkap Jakarta Timur. Panglima yakin jika Presiden Jokowi tidak mengetahui sama sekali rencana untuk mendatangkan senjata yang penggunaannya belum diketahui, juga siapa pemesannya sama sekali tidak diketahui.
Penulis juga cukup kaget dengan pernyataan Panglima soal adanya rencana sekelompok dalam sebuah Institusi bukan militer untuk bisa memiliki pucuk senjata, yang dipastikan penggunaannya untuk kepentingan pribadi mereka dan kelompoknya.Â
Disini penulis kembali teringat masa lalu, sekitar tahun 2004-2005 ketika mendapatkan informasi akurat dari salah satu anggota DPR RI, jika pihak kepolisian saat itu, kalau tidak salah masih dijabat Kapolri Jenderal Da'i Bachtiar, yang melakukan pengadaan senapan serbu sebanyak ribuan, (jumlah pastinya lupa) yang akan dipakai oleh kepolisian.
Namun dalam perjalanan waktu, ternyata senapan serbu ini tidak bisa digunakan sebagaimana mestinya, dikarenakan kualitas bahan senapan yang dipakai ternyata bukanlah kualitas terbaik dan tentu saja tidak masuk dalam kategori SNI apalagi standar Dunia Militer.
Bahkan informasi yang diberikan oleh teman anggota DPR RI tersebut, jika bahan untuk membuat moncong senjata gampang rusak dan hancur, ketika mengeluarkan sejumlah peluru dalam sekali tembak, menurutnya informasi tersebut didapat dari hasil pemeriksaan yang dilakukan kepada beberapa anggota kepolisian yang sudah melakukan uji coba terhadap senjata serbu tersebut.
Akhirnya pihak DPR RI dari Komisi III yang membawahi Kepolisian melakukan investagasi dan penyelidikan secara menyeluruh terkait dengan proyek pembelian senapan tersebut. Betapa kagetnya, ketika dari hasil investigasi yang dilakukan, didapatkan kenyataan yang sangat memilukan, jika senapan yang didatangkan dari Tiongkok, pembuatannya dan perakitannya dilakukan di pinggir jalan.
Akhirnya senapan-senapan tersebut dianggap tidak layak pakai, dan untuk sementara disimpan digudang milik Mabes Polri. Selain persoalan yang dianggap menyalahi soal kondisi senjata, juga dikarenakan tidak bisa dipakai oleh anggota kepolisian. Karena selama ini anggota polisi yang berhak dan diperbolehkan memakai senapan serbu hanyalah dari kesatuan Brigade Mobile (Brimob).Â
Usai digudangkan senapan tersebut hingga kini tidak terdengar kabarnya lagi, dan ketika muncul sebuah pernyataan dari Panglima TNI soal adanya Instansi yang bukan militer mencoba untuk mendatangkan senapan demi kepentingan mereka sendiri, sudah tentu menjadi sebuah pertanyaan besar.
Mungkinkah senapan buatan Tiongkok dengan kualitas yang sangat tidak layak untuk dipakai oleh militer apalagi mengikuti standar Internasional yang sedang menjadi perbincangan hangat, yang dimaksud oleh Panglima TNI ? Wallahuallam. Mengingat kerugian negara yang cukup besar dalam pengadaan senjata ini, maka sudah seharusnya pihak oknum kepolisian harus mempertanggungjawabkannya. Karena sudah tentu senjata "cacat" pakai ini, dikategorikan proyek gagal dan pastinya melanggar hukum.
Penulis hanya mencoba mengaitkan kejadian yang sangat berurutan, karena sebelum keluarnya ucapan Panglima TNI di acara tersebut, kabar tentang keberadaan senjata yang digudangkan, hilang tanpa bekas, dan tidak ada satupun informasi yang didapatkan kembali. Dan siapa saja yang terlibat dalam proyek pengadaan senjata tersebut.