Raden Mas Panji Sosrokartono (1877-1952) adalah sosok yang unik dalam sejarah Indonesia, dikenal sebagai seorang intelektual, filantropis, serta diplomat yang penuh dengan kebijaksanaan dan nilai-nilai kemanusiaan. Kakak dari R.A. Kartini ini memiliki pemikiran yang mendalam dan visi yang luas mengenai peran seorang pemimpin, yang tidak hanya dilandasi oleh kekuasaan, melainkan juga oleh nilai-nilai spiritual dan etika yang tinggi.
 Gaya kepemimpinannya didasarkan pada ajaran filsafat Jawa, yang mengedepankan harmoni, kebijaksanaan, serta penghormatan terhadap sesama manusia dan alam semesta.
konsep kepemimpinan yang dipegang teguh oleh Sosrokartono diuraikan melalui berbagai metafora dan ajaran yang mencerminkan karakter Jawa. Prinsip-prinsip seperti "Sugih Tanpa Bandha, Digdaya Tanpa Aji" dan "Menang Tanpa Ngasorake" menunjukkan betapa seorang pemimpin tidak harus berlimpah materi atau kekuasaan, melainkan memiliki keteguhan hati, kebijaksanaan, dan kemampuan untuk mengatasi konflik tanpa merendahkan pihak lain
Melalui diskursus tentang kepemimpinannya, kita dapat memahami bahwa filosofi yang dibangun oleh Sosrokartono tidak hanya terbatas pada konteks masa lalu, tetapi juga relevan bagi kepemimpinan modern.
 Gaya kepemimpinan ini menawarkan panduan etis yang dapat diterapkan oleh pemimpin di berbagai bidang, mulai dari politik, bisnis, hingga kehidupan sosial, untuk menciptakan keseimbangan antara kekuatan, rasa kemanusiaan, dan tanggung jawab moral
Gaya kepemimpinan Raden Mas Panji Sosrokartono berakar kuat pada nilai-nilai filosofis Jawa yang sarat akan makna spiritual dan etika. Sosrokartono mengajarkan bahwa seorang pemimpin tidak hanya sekadar memimpin dengan otoritas atau kekuasaan, tetapi juga harus berlandaskan pada kearifan, kebajikan, dan tanggung jawab terhadap sesama manusia serta alam semesta.Â
Gaya kepemimpinan ini sangat unik karena menggabungkan prinsip-prinsip kehidupan spiritual dan moral dengan praktik-praktik kepemimpinan sehari-hari.
Beberapa konsep utama dalam gaya kepemimpinan Sosrokartono yang membedakan pendekatannya dari gaya kepemimpinan konvensional antara lain:
- Mandor Klungsu
Sosrokartono sering menggunakan metafora "Mandor Klungsu" untuk menggambarkan peran pemimpin. Dalam bahasa Jawa, "klungsu" berarti biji dari pohon asem. Seorang "mandor" atau pengawas bukanlah pemilik dari biji tersebut, melainkan penjaga atau pelaksana yang setia. Dalam hal ini, Sosrokartono mengajarkan bahwa seorang pemimpin adalah seorang pelayan yang mengabdi kepada "Pemilik Kehidupan" (Tuhan), mengikuti perintah yang baik dan bertanggung jawab atas apa yang diamanahkan kepadanya. - Joko Pering
Metafora ini menggambarkan seorang pemimpin sebagai individu yang memiliki gairah muda dan kemurnian hati, tetapi tetap otentik seperti "perang" (bambu) yang lentur dan kuat. Sosrokartono menekankan pentingnya kesederhanaan dan kemurnian dalam menjalankan kepemimpinan. Hal ini menuntut pemimpin untuk bertindak dengan jujur dan tulus dalam menghadapi berbagai tantangan. - Sugih Tanpa Bandha, Digdaya Tanpa Aji
Filosofi ini berarti kaya tanpa harta dan berkuasa tanpa senjata. Bagi Sosrokartono, kepemimpinan sejati tidak diukur dari kekayaan materi atau kekuatan fisik, melainkan dari kekayaan spiritual dan kebijaksanaan dalam bertindak. Pemimpin yang baik adalah mereka yang mampu mengendalikan diri dan menahan nafsu tanpa mengandalkan kekuasaan duniawi. - Menang Tanpa Ngasorake
Prinsip ini berarti menang tanpa harus merendahkan atau mengalahkan orang lain. Sosrokartono percaya bahwa seorang pemimpin harus mampu menyelesaikan konflik atau mencapai tujuan tanpa harus menyakiti atau mempermalukan pihak lain. Gaya kepemimpinan yang berlandaskan pada keadilan dan penghormatan terhadap martabat orang lain ini mencerminkan kedewasaan dan kebijaksanaan. - Catur Murti
Dalam ajaran Sosrokartono, kepemimpinan juga harus dilandasi oleh Catur Murti, yaitu empat nilai utama: pikiran benar, perasaan benar, perkataan benar, dan perbuatan benar. Pemimpin harus memiliki integritas dalam semua aspek kehidupan, memastikan bahwa setiap tindakan dan keputusan didasarkan pada kebenaran dan keadilan
Gaya kepemimpinan Raden Mas Panji Sosrokartono memiliki nilai penting karena menawarkan pendekatan yang berbeda dari gaya kepemimpinan yang konvensional. Di tengah-tengah dunia yang semakin kompetitif dan materialistik, nilai-nilai yang dipegang oleh Sosrokartono memberikan alternatif yang lebih manusiawi dan beretika, dengan fokus pada tanggung jawab sosial, spiritual, dan moral. Berikut adalah beberapa alasan mengapa gaya kepemimpinannya sangat penting:
1. Kepemimpinan Berbasis Nilai dan Etika
Kepemimpinan Sosrokartono menekankan pentingnya integritas moral, kebijaksanaan, dan etika dalam menjalankan kekuasaan. Nilai-nilai seperti "Sugih Tanpa Bandha, Digdaya Tanpa Aji" dan "Menang Tanpa Ngasorake" memberikan pemahaman bahwa kepemimpinan yang efektif tidak perlu mengandalkan kekayaan materi atau kekuatan fisik. Sebaliknya, seorang pemimpin harus kaya dalam hal kebijaksanaan, kejujuran, dan rasa tanggung jawab.