4. Orang Indonesia asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan di bawah suatu peraturan bersama dengan bangsa Eropa diperbolehkan "menundukkan diri" (bndenyerpen) pada hukum yang belaku untuk bangsa Eropa. Penundukan ini boleh dilakukan baik secara umum maupun hanya mengenai suatu perbuatan tertentu saja (ayat 4).
5. Sebelum hukum untuk bangsa Indonesia ditulis di dalam undangundang, bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu "Hukum Adat" (ayat 6).
Pada zaman Hindia-Belanda telah ada beberapa peraturan undangundang Eropa yang "dinyatakan berlaku" untuk bangsa Indonesia asli, seperti Pasal 1601-1603 lama dari B.W., yaitu perihal perjanjian kerja atau perburuhan (Staatsblad 1879 No. 256), Pasal 1788-1791 B.W. perihal utang-utang dari perjudian (Staatsblad 1907 No. 306), dan beberapa pasal dari Kitab Undang-Undang Hukum Dagang,, yaitu sebagian besar dari Hukum Laut (Staatsblad 1933 No. 74). Ada beberapa peraturan yang secara khusus dibuat untuk bangsa Indonesia, seperti: Ordonansi Perkawinan bangsa Indonesia Kristen (Staatsblad 1933 No. 74), Ordonansi tentangMaskapaiAndil Indonesia atau I.M.A. (Staatsblad 1933 No. 569 berhubungan dengan No. 717) dan Ordonansi tentang Perkumpulan bangsa Indonesia (Staatsblad 1933 No. 570 berhubungan dengan No. 717). Ada pula peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga negara, misalnya Undang-Undang Hak Pengarang (Auterswet tahun 1912), Peraruran Umum tentang Koperasi (Staatsblad 1933 No. 108), Ordonansi Woeker (Staatsblad 1938 No. 523), dan Ordonansi tentang Pengangkutan di Udara (Staatsblad 1938 No. 98). Perihal kemungkinan untuk menundukkan diri pada hukum Eropa telah diatur lebih lanjut di dalam Staatsblad 1917 No. 12. Peraturan ini mengenai empat macam penundukan, yaitu: 1. penundukan pada seluruh hukum perdata Eropa; 2. Penundukan pada sebagian hukum perdata Eropa, yang dimaksudkan hanya pada hukum kekayaan harta benda saja (vermogensrecht), seperti yang telah dinyatakan berlaku bagi golongan Timur Asing bukan Tionghoa; 3. penundukan mengenai suatu perbuatan hukum tertentu; 10 4. penundukan secara "diam-diam", menurut Pasal 29 yang menyebutkan, "Jika seorang bangsa Indonesia aslimelakukan suatu perbuatan h ukum yang tidak dikenal di dalam hukumnya sendiri, ia dianggup secara diam-diam menundukkan dirinya pada hukum Eropa." Menurut riwayatnya, Pasal 29 ini ditujukan kepada seorang bangsa Indonesia yang menandatangai surat aksep atau wesel. Riwayat perundang-undangan dalam lapangan Hukum Perdata untuk golongan Timur Asing, sebagai berikut. Mula-mula dengan peraturan yang termuat di dalam Staatsblad 1855 No. 79 Hukum Perdata Eropa (B.W. dan W.v.K.) dengan kekecualian hukum kekeluargaan dan hukum warisan, dinyatakan berlaku untuk semua orang Timur Asing. Kemudian, dalam tahun 1917, mulai diadakan pembedaan antara golongan Tionghoa dan bukan Tionghoa, karena untuk golongan Tionghoa dianggapnya hukum Eropa yang sudah diperlakukan terhadap mereka itu dapat diperluas lagi. Untuk golongan Tionghoa diadakan suatu peraturan tersendiri mengenai hukum perdata mereka, yaitu peraturan yang diletakkan dalam Staatsblad tahun 1917 No. 129 (berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia sejak tanggal 1 September 1925). Menurut peraturan ini, seluruh hukum privat Eropa,, berlaku bagi bangsa Tionghoa kecuali pasal-pasal yang mengenai Burgerlijke Stand, upacara-upacara sebelum berlangsung pernikahan (bagian 2 dan 3 dariTitel 4 Buku I B.W.) dan bagi orang Tionghoa diadakan Burgerlijke Stand tersendiri serta peraturan tersendiri pula tentang pengangkatan anak (adopsi), yaitu dalam bagian II Staatsblad tahun 1917 No. 129.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI