Pemilu 2024 belum juga berhenti. Setelah mengalami ketidaknormalan dalam putusan MK, pendaftaran paslon, ketidaknetralan aparat dan presiden, serangan bansos dan BLT, kini muncul serangan pemilih hantu. Modusnya apalagi kalau bukan untuk kepentingan penguasa.
KetidaknormalanBanyak pihak saat ini mempertanyakan ledakan kenaikan suara PSI yang ternyata jauh berbeda dengan upload C1 di siRekap. Bahkan ada yang membongkar di beberapa TPS suara PSI yang sebenarnya kosong berubah menjadi puluhan suara.
Menyikapi penghitungan berjenjang yang mulai dilakukan oleh KPU di seluruh Indonesia sampai jenjang kecamatan di pekan ini orang kepercayaan Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PPP Sandiaga Uno, Miftah Sabri menyatakan kekhawatirannya.Â
Miftah menyatakan indikasi adanya upaya di lapangan dengan memainkan angka partisipasi legislatif untuk meloloskan satu partai tertentu. Upaya itu dilakukan secara nasional lewat kongkalikong oknum tertentu.Â
Sesuai dengan hasil hitung cepat berbagai lembaga bahwa angka partisipasi legislatif itu berkisar di angka 77 dan 78 persen dan pilpres 81/82 persen. Hasil hitung cepat oleh Indikator misalnya, menerangkan bahwa angka partisipasi Pemilu Legislatif hanya di angka 78.27% dibanding Pilpres yang mencapai 82.57%. Rentang serupa diamini oleh hitung cepat lembaga Charta Politika.Â
Charta Politika mencatat angka partisipasi Pileg dan Pilpres terpaut 5%, dimana Pilpres diikuti 82.77% pemilih sedangkan Pileg hanya 77%.
Adanya gap (jurang) antara angka partisipasi legislatif dan eksekutif ini yang akan dimanfaatkan oleh oknum kekuatan politik tertentu untuk melakukan operasi politik terstruktur, sistematis dan masif di seluruh Indonesia. Inilah yang disebut sebagai pemilih hantu yang potensinya sekitar 4-5 persen.
"Jika hal tersebut dilakukan, maka, PPP adalah partai yang akan dirugikan dan terancam tidak lolos ke parlemen. Jika terjadi upaya sistematis tersebut, maka pencoblos PPP tetap, tapi pencoblos nasional akan bertambah dari yang semula ditambah pemilih hantu (ghost voters)," ungkap Miftah.
Situasi ini tentu akan membuat perolehan sementara PPP yang sudah di atas 4% berpotensi turun karena bilangan pembilangnya yang menggambarkan capain popular orang coblos PPP tetap, dan bilangan penyebutnya yang menggambarkan angka partisipasi akan bertambah secara misterius.Â
"Publik harus mengawal suara yang tidak terpakai di legislatif itu untuk tetap di tabel dan lajur yang sama di formulir rekap kecamatan, tidak dipindahkan ke tabel pemilih," lanjutnya.Â
"Dampak dari skema kejahatan Pemilu ini, jika benar benar terjadi tentu akan akan menghilangkan PPP dari sejarah parlemen Indonesia," tutupnya.Â