Mohon tunggu...
Palti West
Palti West Mohon Tunggu... Administrasi - Hanya Orang Biasa Yang Ingin Memberikan Yang Terbaik Selagi Hidup. Twitter dan IG: @Paltiwest
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Tulisan analisa pribadi. email: paltiwest@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Senjata Terakhir Andi Nurpati, Lupa!

29 Juli 2011   05:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:16 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kompas.com menurunkan berita Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Andi Nurpati, banyak mengaku lupa ketika dikonfrontasi oleh penyidik Bareskrim Polri, baik dengan dua staf KPU maupun tersangka Masyhuri Hasan, mantan juru panggil Mahkamah Konstitusi (MK). "Banyak lupa," kata Edwin Partogi, penasihat hukum Hasan, seusai mendampingi konfrontasi di Mabes Polri, Kamis (26/7/2011) malam.

Jika dirunut kebelakang. Sakit merupakan "senjata" terakhir yang digunakan para terdakwa atau pun tersangka kasus hukum. Dua tersangka korupsi terkenal Nazar dan Nunun pun memakai "senjata" ini. Bahkan dengan alasan sakit mereka bisa bebas berkeliaran. Kali ini "senjata" itu pun digunakan Andi Nurpati. Memang tidak sampai sakit, tetapi selalu mengatakan "lupa" ketika ada perbedaan pendapat dengan saksi dan tersangka kasus pembuatan surat palsu MK.

Hal ini bisa ada dua indikasi. Bisa dia benar-benar lupa, bisa juga dia pura-pura lupa. Jika dia benar lupa, maka harus dicari bukti untuk kuat membuktikan siapa yang benar. Jika dia bohong dan pura-pura lupa, bisa saja digunakan alat pendeteksi kebohongan.

Perilaku para pelaku kejahatan yang besar, memang unik. Sakit atau lupa sering menjadi alasan. Mengakui sebuah kebenaran pun menjadi sulit. Padahal sudah ada yang bersaksi mengenai hal itu. Apalagi jika orang itu adalah publik figure. Sangat sulit dan berbelit-belit persidangannya.

Kondisi yang berbeda bisa kita lihat dari persidangan ibu yang dituduh mencuri kakao atau kasus lain yang menimpa rakyat kecil. Kepolosan dan kejujuran mereka mengakui kesalahan membuat persidangan mereka berjalan cepat. Tidak ada bantahan dan kebohongan.

Seandainya saja persidangan penjahat kelas kakap seperti itu, sudah pasti persidangan bisa lebih cepat dan efisien. Tidak perlu waktu, biaya dan tenaga yang besar. Tapi apapun namanya, maling tidak ada yang mengaku maling. Hanya maling "polos" yang mau mengakui kesalahannya.

Bagaimana pendapat anda? Bohongkah Andi? Atau dia memang sudah lupa kejadiannya?

Selamat siang kompasianers, jangan lupa makan siang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun