Mohon tunggu...
Palti West
Palti West Mohon Tunggu... Administrasi - Hanya Orang Biasa Yang Ingin Memberikan Yang Terbaik Selagi Hidup. Twitter dan IG: @Paltiwest
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Tulisan analisa pribadi. email: paltiwest@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Rektor UI Memang Tidak Disukai...

7 September 2011   19:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:09 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Polemik pemberian gelar Doktor Kehormatan kepada Raja Saudi Arabia menguak sebuah fakta tidak disukainya Rektor Universitas Indonesia oleh beberapa orang di UI. Kompas.com merilis berita bahwa percepatan pergantian Rektor Universitas Indonesia (UI) yang kini dijabat Gumilar Rusliwa Somantri tengah dilakukan oleh kelompok penentang Gumilar yang tergabung dalam Forum Pemerhati Pendidikan UI dan Pendidikan Nasional. Gumilar masih akan menjabat hingga Agustus 2012. Mereka yang bergabung yakni para anggota Dewan Guru Besar UI, Senat, Badan Eksekutif Mahasiswa, para pengajar, mahasiswa, dan berbagai unsur UI lainnya, serta eksternal UI.

Ade Armando, pengajar di FISIP UI, mengatakan, langkah itu diambil lantaran Gumilar mengabaikan prinsip-prinsip good governance, yakni transparansi, akuntabilitas, serta partisipasi selama mengelola UI. Gumilar, kata Ade, juga mengubah sistem tata kelola UI agar tidak ada lagi yang dapat mengontrol kinerjanya. Salah satunya dengan membekukan Majelis Wali Amanat (MWA) yang selama ini mengontrol kebijakan dan keputusan rektor. Langkah itu dilakukan Gumilar dengan dasar Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 yang menyebut UI bukan lagi badan hukum milik negara, melainkan sebagai perguruan tinggi pemerintah (PTP).

Sepertinya selama kepemimpinannya Gumilar memang kurang disukai oleh kelompok penentang tersebut. Beberapa kebijakan yang dilakukan sering sekali tidak transparan dan terkesan otoriter. Pemberian gelar Doktor Kehormatan kepada Raja Saudi pun menjadi sebuah bukti buruknya kepemimpinan Gumilar oleh para penentang Gumilar. Bahkan ada yang menuding Gumilar mendapat untung dalam pemberian gelar ini.

Gumilar sendiri mengatakan bahwa pemberian gelar tersebut sebenarnya dilakukan berdasarkan mekanisme yang semestinya. Bahkan pemberian gelar tersebut seharusnya dilakukan 3 tahun yang lalu. Namun, Gumilar juga tidak menyangkal momen pemberian gelar tersebut kurang tepat dan melukai perasaan beberapa orang.

Pemberian gelar Doktor Kehormatan sendiri sebenarnya tidak perlu terlalu dipersoalkan. Apalagi dasar pemberian gelar tersebut sudah dipaparkan dengan jelas oleh Gumilar. Masalah ada yang pro dan kontra itu adalah hal yang wajar. Di Indonesia sendiri gelar Doktor Kehormatan sering diberikan kepada para tokoh nasional. Dan tidak pernah menghasilkan konflik apapun.

Nah, kekisruhan yang terjadi ternyata bukan mengenai pemberian gelar tersebut. Tetapi lebih disebabkan kepemimpinan Gumilar yang kurang disukai oleh para penentangnya. Isu pemberian gelar tersebut sengaja dihembuskan supaya publik juga menjadi tidak percaya kepada beliau. Saya berharap polemik ini tidak dipolitisasi demi perebutan posisi Rektor UI. Posisi yang "basah" dan penuh dengan kelimpahan. Semoga polemik ini tidak menyebabkan perpecahan di UI yang akan berdampak kepada proses belajar mengajar.

Posisi Rektor memang selalu jadi rebutan. Apalagi jika itu adalah Rektor Universitas ternama di Indonesia. Benarkah? Mungkin anda lebih tahu.

Salam kompasiana.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun