[caption id="attachment_146082" align="aligncenter" width="620" caption="Amir Syamsuddin/Admin (Kompas.com)"][/caption] Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin patut dipertanyakan kelayakannya menjadi seorang menteri. Terlebih lagi jika kita membandingkan alasan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad yang direshuffle karena bermasalah. Amir saat ini ternyata sedang terjerat sebuah masalah hukum yang statusnya masih menggantung. Tempointeraktif.com menyatakan bahwa Amir Syamsuddin diduga terlibat praktek mafia hukum sebelum menjabat sebagai menteri di kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Kasus ini bermula ketika Satgas Pemberantasan Mafia Hukum mendapat laporan pengaduan dari Hendrik R.E. Assa pada April 2010. Laporan itu berisi dokumen dan bukti aliran uang ke sejumlah pihak untuk membebaskan Darianus Lungguk Sitorus dari kasus penguasaan lahan di Padang Lawas, Tapanuli Selatan. Masih menurut tempo, Sitorus didakwa menyalahgunakan kawasan hutan milik negara seluas 80 ribu hektare menjadi perkebunan sawit tanpa izin. Dalam dokumen itu disebutkan ada aliran uang total Rp 141,3 miliar yang digunakan untuk "pengurusan masalah" di Mahkamah Agung. Di antara nama yang disebut menerima duit adalah seseorang berinisial AS yang diduga adalah Amir Syamsuddin. Dalam kasus ini, Amir berperan sebagai pengacara D.L. Sitorus. Satgas lalu mengirim surat beserta bukti dokumen ke Komisi Pemberantasan Korupsi pada Juli 2010. Namun, komisi antikorupsi itu hingga kini belum menindaklanjuti laporan tersebut. Meski belum disidangkan, seharusnya SBY bisa lebih bijak sebelum mengangkat Amir menjadi menteri. Jangan sampai publik melihat ada standar ganda yang dibuat untuk mengangkat satu menteri dan mengganti satu menteri. Apalagi kita patut khawatir kasus ini akan menguap ketika Amir menjadi menteri. Saya sendiri menduga inilah alasan Amir menjadi Menkumham. Untuk mengamankan kasus penting. Terlalu naif memang tetapi bukan tidak mungkin. Sekali lagi kita dipertontonkan sebuah sandiwara politik yang menyedihkan. Menteri hukum terjerat kasus hukum. Jika begitu, maka integritasnya patut dipertanyakan. Bagaimana mau memperbaiki sistem hukum? Diri sendiri saja terjerat kasus. Memprihatinkan!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H