"Jangan sampai anak-anak yang diterima SNMPTN itu UN-nya jelek-jelek, dan yang memiliki nilai bagus tidak diterima, itu namanya kontradiktif," kata Nuh kepada Kompas.com, Rabu (4/1/2011), di Gedung Kemdikbud, Jakarta.
M. Nuh menyatakan hal di atas berkaitan dengan kebijakan baru pemerintah yang akan menerapkan UN sebagai salah satu komponen penentu kelulusan SNMPTN. Seperti yang diberitakan kompas.com, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan segera memformulasikan besaran bobot nilai ujian nasional (UN) sebagai komponen menentukan dalam seleksi masuk perguruan tinggi negeri (PTN).
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh mengatakan, dalam waktu dekat, kementerian bersama Badan Standarisasi Nasional Pendidikan dan panitia Seleksi Nasional Masuk PTN (SNMPTN) akan memformulasikan kebijakan mengenai hal itu. Mengingat, kebijakan ini akan diterapkan pada penerimaan mahasiswa baru tahun 2012 ini.
Saya pernah menulis mengenai hal ini sebelumnya. Saya menyoroti kualitas UN yang masih buruk. Baik dari persiapannya maupun pelaksanaannya. Setiap tahun, UN selalu dipenuhi dengan tindakan curang. Anehnya, UN beberapa kali membuat siswa berprestasi tidak lulus dan siswa dari sekolah biasa saja lulus dengan nilai tertinggi.
Sekarang saya ingin menyoroti kata "kontradiktif" yang dinyatakan oleh M Nuh. Jika Nuh menyatakan "anak-anak yang diterima SNMPTN itu UN-nya jelek-jelek, dan yang memiliki nilai bagus tidak diterima" adalah kontradiktif, saya tidak memandang itu hal yang kontradiktif.
Perjuangan untuk menang UN dan menang SNMPTN adalah dua hal yang berbeda. Menang UN belum tentu menang SNMPTN. Mengapa? Karena selain bobot test yang berbeda, kejelian kita melihat "passing grade" yang ada di setiap kampus juga menjadi penentu kemenangan. Dalam test SNMPTN sering sekali terjadi 40 kursi direbutkan ratusan bahkan ribuan orang.
Sebagai contoh jika kita mau masuk Fakultas Kedokteran UI, maka diyakini peminat dari jurusan tersebut pasti banyak. Nah, yang nilai UN-nya bagus dan tetap ngotot mau masuk FK UI akan menerima konsekuensi kalah dan tidak diterima. Hal di atas juga terjadi untuk semua jurusan yang ada.
Apakah M Nuh pemikirannya tidak sampai ke situ? Ataukah memang para pemilik UN yang bagus harus punya keistimewaan masuk ke kampus yang mereka inginkan? Bagaimana untuk mereka yang nilai UN-nya jelek? Apakah sudah langsung dikatakan tidak pantas masuk kampus ternama?
Pak Menteri ini memang selalu mengeluarkan pernyataan dan kebijakan yang kontraproduktif. Jangan sampai Pak Menteri ini juga menganggap kontradiktif mereka yang IPKnya tinggi tidak mendapat pekerjaan, sedangkan yang jelek mendapat pekerjaan. Tidak usah bingung Pak, namanya juga persaingan. Anda setuju?
Selamat pagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H