Metro siang mendiskusikan mengenai peristiwa pencontekan massal yang terjadi di SD terkemuka (SBI) di Yogyakarta. Pembahasan mengundang pakar pendidikan Arif Rahmat dan psikolog Oriza Sativa (nama latin padi. He..he..he.)
Peristiwa ini pada akhirnya membuat warga di sekitar sekolah marah dan mengusir sang anak yang melaporkan kecurangan tersebut. Sang anak dan keluarga akhirnya harus diamankan oleh polisi. Ironis memang. Ketika seorang anak SD mengatakan kejujuran malah terkena sanksi sosial.
Pada diskusi ini Pak Arif menyatakan bahwa menyontek itu tidak boleh dan Guru harus melarang serta mengawasi siswa untuk tidak mencontek. Tetapi pada kasus ini Pak Arif heran karena Guru lah yang menyuruh anak-anak mencontek. Bahkan mereka semua disuruh membuat surat pernyataan. Pendidikan yang melegalkan contek mencontek adalah pendidikan yang membodohkan. Dan siswa tidak boleh dibiarkan memiliki perilaku mencontek di sekolah supaya mereka tidak terbiasa melakukan perilaku curang.
Sang Psikolog sangat menyayangkan sikap warga yang malah mengepung rumah anak yang jujur tadi. Tekanan yang dilakukan warga akan membuat anak tersebut trauma. Bisa jadi dia "kapok" berbuat jujur. Dan mentalnya juga akan lemah sehingga menjadi anak yang minder.
Kedua narasumber setuju bahwa pendidikan seharusnya dilakukan dengan kejujuran. Mereka juga menolak kehadiran UN yang bukan membuat siswa menjadi pintar tetapi menjadi bodoh dan curang.
Semoga kasus ini bisa menjadi pembelanjaran bagi kemendiknas dan segera hentikan UN!
Salam Pendidikan yang jujur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H