Awalnya, mungkin banyak juga yang seperti saya, meyakini bahwa cawe-cawe politik Presiden Jokowi adalah untuk memastikan bahwa pemimpin selanjutnya akan melanjutkan pembangunan Indonesia yang sudah dimulainya. Pencapresan Anies yang dicap sebagai antitesa Jokowi oleh Nasdem, semakin meyakinkan kita bahwa cawe-cawe ini penting dilakukan.
Dalam pandangan sebagian besar orang, cawe-cawe ini adalah cara Jokowi untuk nantinya menghasilkan All Jokowi's Men di putaran kedua dan akhirnya yang menang akan tetap melanjutkan pembangunan yang dimulai oleh Jokowi. Lalu bau anyir pun tercium semakin menyengat kalau ada sesuatu dibalik cawe-cawe dan All Jokowi's Men ini. Saya menangkapnya dari kengototan Prabowo untuk menang Pilpres.
Kengototan yang dimulai dengan isu Ganjar menjadi cawapresnya, lalu mulai mencoba merampok kader PDI Perjuangan seperti Effendy Simbolon dan Budiman Sudjatmiko (akhirnya cuma Budiman yang didapat), sampai isu menginginkan Gibran sebagai cawapres. Gugatan yang awalnya dengan mudah akan ditolak, ternyata masuk gugatan baru yang sepertinya sudah dikonsultasikan sama seorang pakar Mahkamah Konstitusi.
Singkat cerita, isu semakin panas dengan tersinggungnya keluarga Jokowi terhadap perlakuan Megawati, dan lain sebagainya. Semua isu itu ternyata hanyalah cerita kosong karena cerita didalamnya adalah melanggengkan kekuasaan melalui jalan dinasti politik. Putusan MK melampaui kewenangan dan yang terakhir sangat mungkin KPU juga mengubah PKPU tanpa konsultasi dengan DPR dan pemerintah.
Akhirnya terungkap semua bahwa semua itu cuma kedok untuk melancarkan aksi melanggengkan kekuasaan. Kita sebenarnya maklum kalau cara-cara yang digunakan sesuai dengan konstitusi, tetapi yang membuat kita marah adalah karena dinasti politik di era demokrasi ini malah dilakukan dengan mempermainkan konstitusi. Anak kalimat yang ditambahkan malah menyebabkan ketidakpastian usia seseorang untuk bisa jadi capres dan cawapres.
Dan tanpa merasa malu, Prabowo dalam sebuah sesi wawancara mengakui bahwa memang pencawapresan Gibran adalah bentuk dinasti Jokowi, namun dia mengatakan hal itu untuk berbakti kepada rakyat. Bagaimana bisa berbakti kepada rakyat kalau putusan MK ugal-ugalan dan melanggar etika konstitusi?!
Janganlah lagi bersembunyi dalam kedok atas nama rakyat dan kehendak rakyat untuk menikmati kekuasaan. Rakyat tidak bodoh dan pasti melihat bahwa dinasti politik ini hanyalah ajang untuk bagi-bagi kekuasaan. Saya yakin, nanti pada Pilpres rakyat akan menghukum para pengkhianat reformasi ini yang adalah kumpulan Neo Oba.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H