Mengapa ada pendapat yang berkembang bahwa Partai Demokrat (PD) mendapat keuntungan dari pernyataan Sekretaris Kabinet Dipo Alam mengenai keterlibatan kepala daerah dalam kasus korupsi? Apakah tepat jika PD merasa jumawa dengan "prestasi" mereka yang meraih posisi ketiga sebagai partai terkorup? Jika PD merasa bangga dengan "prestasi" mereka ini, maka ada yang salah dengan partai yang punya slogan "katakan tidak pada korupsi".
Sebelumnya, Dipo menyatakan, sepanjang Oktober 2004 sampai September 2012 ada 176 permohonan izin pemeriksaan kepala daerah yang diajukan penegak hukum ke Presiden. Dari pejabat yang dimintakan izin pemeriksaan, sebanyak 64 orang (36,36 persen) adalah kader Partai Golkar, 32 orang (18,18 persen) dari PDI-P, dan 20 orang (11,36 persen) dari Partai Demokrat. Pejabat lainnya, sebanyak 17 orang (9,65 persen) dari PPP, 9 orang (5,11 persen) dari PKB, 7 orang (3,97 persen) dari PAN, 4 orang (2,27 persen) dari PKS, dan sejumlah partai lain masing-masing 1 orang.
Pernyataan Dipo di atas memang patut diduga ada muatan politisnya. Karena Dipo bisa dikatakan tidak ada urusan dengan data tersebut. Karena Dipo adalah Sekretaris Kabinet dan bukan Menteri Sekretaris Negara. Seharusnya yang menyatakan data ini adalah Sudi Silalahi selaku Mensesneg. Oleh karena itu, pantaslah banyak yang menduga ada muatan politis dalam pernyataan ini.
Menurut saya apa yang dinyatakan oleh Dipo ini memang masih perlu ditelaah lebih jauh. Khususnya menurut saya persentase kader partai yang menjadi kepala daerah dibandingkan keseluruhan kader mereka yang menjadi kepala daerah. Saya berpikir kalau jumlah kader partai Golkar banyak pasti penyebabnya adalah karena banyak kader partai Golkar yang menjadi kepala daerah. Nah, apakah persentasenya lebih besar dari pada yang tidak korup?
Sebagai contoh saja. Jika Partai Golkar ada 64 orang yang terlibat korupsi dari 120 orang (perandaian), maka didapat persentase 53 persen. Nah, jika PD ada 20 orang dari 35 orang, maka persentasenya menjadi 57 persen. Lebih besar bukan?
Melalui penghitungan persentase di atas, saya ingin menyatakan bahwa Golkar atau PDIP banyak kadernya terlibat korupsi karena memang banyak kader mereka yang menjadi kepala daerah. Nah, jumlah PD sedikit karena kader mereka jadi kepala daerah juga sedikit. Lain hal kalau para menteri patokannya.
Tetapi poin utama dari tulisan saya bukanlah masalah peringkatnya, melainkan apa yang harus dilakukan partai ketika melihat data ini. Partai harus marah dan kesal pada kadernya, jangan pula menjadi bangga mendapat peringkat ketiga. Tidak boleh ada partai yang merasa senang dengan data ini. Jika ada yang senang, maka perlu dipertanyakan komitmen pemberantasan korupsinya. Anda setuju?
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H