Mohon tunggu...
Palti Siahaan
Palti Siahaan Mohon Tunggu... -

hidup tak akan indah bila tiada tantangan..

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemilu 2014: Demokrasi di Negeri (Belum) Terdidik

12 Juni 2014   19:16 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:03 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Analogi Amin Rias yang menyebut ajang Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun ini bagaikan Perang Badar menjadi salah satu hal yang kontroversial mewarnai pesta demokrasi lima tahunan ini. Berbagai pihak pun mengecam pernyataan Amin Rais tersebut.
Menjadi kontroversi karena perang Badar merupakan pertempuran besar pertama umat Islam bersama Nabi Muhammad SAW melawan musuh-musuhnya pada 17 Maret 624 Masehi atau 17 Ramadan 2 Hijriah. Pasukan kecil kaum muslim yang berjumlah 313 orang menghadapi pasukan Quraisy dari Mekah yang jumlahnya 1.000 orang. Setelah bertempur habis-habisan sekitar dua jam, pasukan muslim bisa menghancurkan barisan Quraisy.
Singkatnya, perang Badar merupakan perang kaum muslim melawan kaum kafir. Amin Rais sendiri merupakan pendukung Prabowo Subianto - Hattas Rajasa.
Hmmmm.. Dalam hati bertanya - tanya, apakah tokoh sekelas Amin Rais belum terdidik? Yang memiliki gelar pendidikan yang sangat banyak? Inilah yang disayangkan para tokoh nasional lainnya.
Setelah pernyataan Amin Rais tersebut, kekerasan terhadap agama pun terjadi. Misalnya di Jogjakarta. Entah ada hubungannya atau tidak dengan pernyataan Amin Rais, yang jelas, umat Katolik yang sedang melaksanakan ibadah diserang.
Pernyataan perang Badar ini hanya satu kontroversi dari sekian banyak yang terjadi. Belum lagi mengenai adanya tabloid Obor Rakyat yang isinya hanya menjelek - jelekkan satu psangan Capres - Cawapres. Isinya tidak bisa dipertanggungjawabkan yang lebih dominan bernuansa SARA dan semua isinya menyerang pasangan Jokowi - Jusuf Kalla.
Begitu banyak kampanye hitam yang berlangsung selama masa kampanye ini. Lewat pesan berantai, media online, tersebar dimana - mana.
Kampanye hitam, apalagi bernuansa SARA, sangat diharamkan dalam Demokrasi. Yang diperbolehkan hanya kampanye negatif.
Maraknya kampanye hitam ini tidak terlepas dari keadaan masyarakat Indonesia. Tak bisa dipungkiri, tingkat pendidikan masyarakat, terutama yang dipedesaan, belumlah tinggi. Sehingga sangat mudah disusupi kampanye hitam.
Seandainya, masyarakat Indonesia didominasi kaum - kaum terdidik, maka kampanye hitam bakal hilang dengan sendirinya. Apalagi, masyarakat terdidik menggunakan pemikiran yang realistis dan kritis. Saya yakin kampanye hitam akan hilang sendirinya walau ada pihak yang mencoba memunculkannya.
Namun yang terjadi adalah, kampanye hitam hingga kini masih terjadi. Bahkan masyarakat pun berperan mendistribusikannya ke masyarakat lain. Lewat media sosial, misalnya.
keadaan semakin diperparah dengan terbelahnya media televisi news - televisi berita. Dua media news terpisah, mendukung calon masing - masing. Pemberitaan pun tak berimbang.
Kekhawatiran negeri ini akan "terpecah" pun muncul walau sebagain kecil pihak saja. Bahkan banyak pihak berharap, pelaksaan Pilpres dipercepat agar kampanye hitam tidak semakin marak.
Bahkan, ada yang sampai adu jotoh karena perbedaan pendapat mengenai calon Presiden yang akan didukung. Contohnya sudah ada.
Inilah resiko demokrasi di negeri yang didominasi masyarakat yang belum terdidik. Kalau pun ada yang sudah terdidik, perilakunya sama dengan yang belum.
Perpecahan didepan mata akibat kampanye hitam. Kebencian ditularkan ke seluruh lapisan masyarakat lewat kampanye hitam. Bila tak segera diatasi, maka bisa berakibat negeri ini akan chaos.
Sebaiknya, para pendukung masing - masing Capres, mengkampanyekan prestasi calon Presiden yang didukung. Kalau pun ingin menyerang calon Presiden yang lain, gunakanlah kampanye negatif. Masyarakat yang menerima informasi pun seharusnya tidak menaln begitu saja informasi berupa kampanye hitam. Pemikiran yang realistis dan kritis harus digunakan.
Semoga pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang sudah didapan mata berjalan damai dan hasilnya bisa berdampak positif kepada kehidupan masyarakat Indonesia seluruhnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun