Sejak lama dalam dunia perokokan, telah dikenal banyak tipe perokok. Misalnya saja, perokok yang ketika nongkrong bersama kawan-kawannya, hanya membawa sebatang rokok. Pack rokoknya ternyata sudah ia sembunyi dalam jok motor. Atau dalam tas selempangnya.
Ketika harga rokok benar naik, hakkul yaqin kejadian semacam ini akan banyak terjadi. Naiknya kebutuhan pokok non pangan ini nyatanya juga telah memicu "conflict of interest" dalam dunia perokokan, yang berujung adanya faksi-faksi kaum perokok.
Faksi pertama yakni perokok yang aktif membeli. Mereka adalah pecandu tembakau yang meskipun harga rokok menjulang tinggi, sesuai namanya, tetap akan setia membeli.
Faksi kedua yakni perokok yang aktif meminta. Isi dompet menjadi sebab utama orang-orang bergabung dalam faksi ini. Sehari-hari untuk merokok, modus kerja mereka adalah, saat kawannya dari faksi pertama sudah membeli rokok, maka perokok faksi kedua ini ikut nongkrong dengan meminta sebatang-dua batang.
Tipe lainnya yang dipastikan akan berkembang biak saat harga rokok naik, yakni perokok modal paru-paru. Tanpa korek, apalagi rokok, orang semacam ini juga aktif meminta kepada temannya yang aktif membeli rokok. Mereka juga dikenal dengan nama perokok modal nafas.
Ada pula tipe yang merokok sesuai selera teman atau perokok berat. Konon katanya, orang-orang semacam ini dulunya merokok sesuai selera, sesuai isi kantongnya. Pasca naiknya harga rokok, mereka kemudian berbalik menjadi penyuka berbagai jenis rokok.............sesuai dengan selera kawannya yang aktif membeli rokok. Tentu ini memberatkan kawan-kawannya. Tipe ini juga dipastikan tergabung dalam faksi perokok yang aktif meminta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H