Mohon tunggu...
Citra Palapa
Citra Palapa Mohon Tunggu... -

ingin ikut membuat Indonesia lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mitos-mitos Mengajar (Bagian 1 dari 2)

30 November 2014   07:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:28 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Saya tahu bahwa I merayakan sebuah pengajaran yang sangat jarang. Saya tahu bahwa menjadi guru terkemuka adalah sebuah pencarian gagah berani. Seperti Odysseus, orang harus mengendalikan air yang bergolak dan menyusahkan, mengatasi lautan masalah yang seolah tanpa akhir, dan menghadapi bahaya dan tantangan (sering sendirian) di jalan untuk sebuah hadiah tak pasti. Mengajar bukanlah untuk dia yang lemah atau pengecut; keberanian dan imajinasi dibutuhkan untuk bergerak dari mitos ke realistas.

Mengajar itu dimakamkan di dalam mitos—ada ribuan hal-hal ini, seperti kijing menempel pada pengajaran, sementara yang lain bertengger diatasnya seperi raksasa. Mitos-mitos ini tersedia di setiap fim tentang mengajar, di semua literatur populer, dan di anggapan umum lewat generasi-generasi. Berikut ini contoh-contonhya:

Mitos 1: Manajemen kelas yang bagus adalah langkah kunci pertama menjadi guru yang bagus (Good classroom management is an essential first step toward becoming a good teacher).

Mitos ini sentral dalam adat pengetahuan sehari-hari mengajar. Ini adalah kebijaksanaan “jangan-senyum-sampai-Natal.” Beberapa guru berkata, “Aku menjadi keras di September untuk mendapatkan hormat mereka, dan kemudian aku bisa menenangkan tanpa kehilanga kontrol.” Yang lain mengatakan “Aku memainkan ‘polisi jahat’ dahulu sehingga mereka tahu siapa bos-nya, dan kemudian aku bisa menjadi ‘polisi baik’nya. Yang lain menggambarkan mengajar sebagai parit perlindunga perang dan mengklaim bahwa mengontrol parit-parit itu adalah tujuan utamanya.

Ada suatu sulap-tangan di sini, sebab benar bahwa kelas yang tak terkontrol adalah tidak berguna untuk semua orang. Tapi yang membuat ini mitos adalah kelurusannya (linearity), anggapan bahwa manajemen kelas mendahului waktu pengajaran, dan kedudukannya, gagasan bahwa manajemen kelas bisa difahami dengan pantas sebagai sebuah peristiwa yang terlepas dari keseluruhan pengajaran. Mitos manajemen kelas merepresentasikan, dalam satu pengertian, kemenangan behaviorisme pendek dan manipulasi atas mengajar sebagai sebuah keahlian moral dan usaha intelektual.

Kemampuan untuk bekerja secara produktif dengan jumlah murid yang besar adalah sebuah keterampilan yang hanya bisa datang dengan pengalaman. Perkembangan keterampilan itu tidak dibantu dengan berfokus pada teknik dari kuil manajemen kelas: “penguatan positif,” “set antisipasi,” “waktu tunggu,” dan sebagainya. Itu semua hanya mengarahkan perhatian guru pada arah yang salah. Tidak juga ini berguna untuk berasumsi bahwa sekali dalam kontrol, mengajar bisa mulai. Ada banyak kelas yang diam, pasif, dimana tidak banyak pembelajaran berlangsung, dan yang lain dimana nafas siswa, jiwa, dan pikiran mereka dihancurkan secara diam-diam atas nama manajemen yang bagus.

Bekerja dengan baik dengan sejumlah anak adalah sesuatu yang dipelajari dalam praktek. Dan itu terbaik dipelajari tidak sebagai kumpulan teknik untuk membentuk perilaku tanpa mengindahkan manusia atau nilai, tapi dengan berusaha menyelesaikan tujuan-tujuan yang lebih besar. Ini berarti fokus pada tiga hal: anak-anak (Apakah mereka aktif? Apakah mereka mengejar pertanyaan dan perhatian kepentingan untuk mereka dan kita?), lingkungan (apakah ini cocok? Apakah ini menawarkan cukup tantangan? Apakah ada beragam cara untuk sukses?) dan kurikulum (apakah itu melibatkan? Apakah itu menghubungkan yang sudah diketahui dan yang belum diketahui?). sementara ini tidak akan menghasilkan hasil instan, itu akan menginjinkan kemunculan guru yang lebih otentik dan produktif dan hubungan mengajar, dan pertanyaaan standar perilaku kelompok kemudian bisa dikerjakan dalam konteksnya.

Mitos 2: Guru-guru belajar mengajar in kuliah kependidikan (Teachers learn to teach in colleges of education)

Guru-guru tahu bahwa mereka belajar mengajar pada saat mengajar (dan sayangnya, beberapa dari apa yang dipelajari saat mengajar tidak pernah diperlakukan untuk penelitian serius, dan faktanya, sebuah konflik dan kontradiksi besar) dan perjalanan mereka itu dalam pendidikan guru memobosankan dengan penuh kesakitan, kadang-kadang berhati dengki, dan kebanyakan tidak mengenai persoalannya. Beberapa guru percaya bahwa beberapa perkuliahan bisa bermanfaat jika mereka perkuliahan itu diberikan pada awal tahun pengalaman kelas, daripada dihidangkan sebagai “kebenaran” terlepas dari realitas kacau sekolah-sekolah.

Sebuah mitos yang berhubungan adalah bahwa seorang anak dari universitas bagus dengan bekal penuh maksud baik adalah yang kita butuhkan untuk menyelamatkan sekolah-sekolah yang gagal dari penjahit-penjahit lingkungan mereka. Selalu menakjubkan ketika seseorang muda memilih mengajar, tetapi ada banyak pekerjaan serius, angkat berat, dan intelektual dalam dan tantangan praktikal didepan. Ini bukanlah pekerjaan bagi seorang voyeur atau turis dadakan dalam pencarian waktu istirahat yang esotik.

Ketika pendidikan guru menstukturkan pemisahan teori dan praktek, pesan ini saja sudah cukup untuk merendahkan mengajar. Ketika kita menyatakan secara tak langsung bahwa mengajar dengan cepat dipelajari dan dengan mudah diperbaiki (seperti belajar fox trot), bahwa itu  berdasarkan pada metode-metode dan teknik-teknik atau pada formula-formula kecil, bahwa itu umum, dalam pengertian bahwa belajar mengajar di Hannibal memperlengkapi seorang guru untuk mengajar di Harlem—kemudian mengajar bisa binasa seluruhnya.

Mengajar adalah sebuah aktifitas praktek, terbaik dipelajari dalam latihannya dan dalam ketenangan hati, disiplin, dan refleksi berkelanjutan yang menyertainya. Terbaik ketika distrukturkan kedalam hari mengajar, pertimbangan dalam dan pemikiran ulang ini harus dilakukan bersama teman-teman dan orang yang lebih berpengalaman yang bisa berperan sebagai pelatih atau pemandu dan bisa menunjukan sebuah penyelidikan kritis atas setiap detil kehidupan sekolah. Kompleksitas pengajaran nyata kemudian bisa diserap, dan jantung intelektual dan etikal mengajar bisa dijaga dalam pusatnya.

Mitos 3: Guru yang bagus selalu menyenangkan (Good teachers are always fun)

Menyenangkan itu mengacaukan, menghibur dan mengasyikan. Badut-badut menyenangkan. Lelucon bisa menyenangkan. Belajar bisa melibatkan, memikat, mengagumkan, menyesatkan, menyertakan, dan sering sangat menyenangkan. Jika menyenangkan itu penuh dengan kegembiraan, kesenangan, bahkan lebih baik. Tapi itu tidak harus menyenangkan. Bayangkan dalam jatuh cinta, menghubungkan kekasih anda dalam pelukan intim, bercinta, dan menemukan diri anda untuk pertama kali sangat mengetahui dan mengerti, ditransfortasi dan ditransformasi. Jika, sebagaimana anda melihat secara dalam ke dalam mata kekasih tersayang itu, kekasih anda berkata, “itu sangat menyenangkan,” itu akan sepenuhnya menghancurkan momen. Guru yang bagus tidak selalu menyenangkan; guru yang bagus harus  bertujuan selalu untuk keterlibatan otentik bersama siswa-siswa.

Mitos 4: guru yang bagus selalu tahu materi (Good teachers always know the materials)

Ini rumit. Pada satu sisi, guru-guru harus tahu banyak, dan guru yang bagus selalu membaca, takjub, menjelajah—selalu memperluas kesenangan dan pengetahuan mereka. Siapa yang akan menganjukan untuk mengetahui sedikit? Pada sisi lain, sejak dunia ini melebar dan pengetahuan tak terbatas, tidak ada jalan bagi guru untuk tahu segala hal. Permainan yang sebagian guru mainkan untuk selalu selangkah berada di depan dalam teks supaya bisa mengajar adalah menggelikan. Permainan itu mengasumsikan bawha pengetahuan itu terbatas dan mengajar adalah persoalan menyampaikan perkara terbatas pada siswa, yang mereka sendiri lebih rendah, tak mampu berfikir diluar realitas yang diinformasikan “selangkah lebih maju pada satu waktu.”

Banyak guru baik terjun kedalam yang tak diketahui bersama siswa mereka, bersamaan membuat pendekatan-pendekatan produktif untuk belajar dan menunjukan watak-watak jiwa yang diinginkan, menyukai keteguhan hati dan rasa ingin tahu. Sebuah unit pada mesin di sekolah dasar mungkin menyertakan pembawaan barang-barang rumah tangga yang sudah rusak dan bekerja bersama untuk memahami bagaimana mereka berfungsi. Sebuah unit dalam imigrasi orang-orang Asia di sekolah atas mungkin menyertakan sebuah penelitian bersama melalui arsip-arsip koran atau wawancara-wawancara dalam komunitas. Belajar bersama siswa bisa menjadi pendekatan yang kuat untuk mengajar. Guru-guru yang bagus biasanya mengajar dengan tepat sehingga mereka bisa belajar.

Mitos 5: Guru yang bagus memulai dengan kurikulum yang diberikan dan menemukan jalan-jalan pintar untuk meningkatkannya. (Good teachers begin with curriculum they are given and find clever ways to enhance it)

Guru yang bagus memulai dengan harapan tinggi dan ekspektasi yang dalam untuk siswa dan berjuang untuk mencapai harapan-harapan itu dalam setiap contoh. Terlalu sering pertanyaannya adalah “apakah ini praktis?” ketika pertanyaanya seharusnya “apakah ini penuh gairah?” Kurikulum yang diberikan bisa menjadi sebuah panduan atau masalah, sebuah kerangka atau rintangan, sebuah sumber atau penghalang. Intinya adalah untuk menyelesaikan pekerjaan, dan kadang itu berarti memulai dari mana saja dan memutar kembali ke kurikulum resmi untuk memuaskan para administrator.

Sebagai contoh, saudara saya mengajar bahasa Inggris di sekolah lanjutan Berkeley. In kelas dimana dia disyaratkan untuk mengajar The Tempest-nya Shakespeare, dia memutuskan untuk melingkupi bacaannya dengan Bertold Brecht, William Golding, Kenzabure Oe, dan lain-lain. Silabusnya dia mulai tulis dalam sebuah tulisan menarik:

Apakah kamu pernah heran mengapa dunia ini begitu morat-marit? Apakah kamu pernah berfikir pada dirimu sendiri masyarakat seperti apa yang akan kamu ciptakan jika kamu bisa membuatnya? Banyak orang telah mencobanya, baik itu dalam tulisan cerita atau dalam membuat kembali pemerintahan yang sebenarnya. Tahun ini kita akan menghabiskan waktu yang panjang mempertimbangkan masyarakat kita dan banyak alternatif-alternatif lain. Kita akan selalu mencari jawaban pertanyaan: apakah ciri-ciri masyarakat yang adil? Kita akan memulai dengan The Tempest . . . . sebuah drama tentang negeri ajaib asing. . . . Pada negeri ini seorang pengasingan dari Milan telah membuat dunianya, sebuah rejim pengikut-pengikut dan roh-roh rahasia. Akankah kamu hidup di sana? Tentu, segalanya bergantung pada sudut pandangmu: dunia ini terlihat berbeda melalui mata sang tuan dan sang budak. Dalam puisi Brench “Seorang Pekerja Membaca Sejarah,” dia bertanya: siapa membangung piramida? Bukan sang Firaun—siapa yang melakukan pekerjaan sebenarnya?

Dan seterusnya.

Mitos 6: guru yang bagus adalah penampil yang bagus (Good teachers are good performers)

Kadang-kadang. Tapi sebagaimana sering, guru yang bagus tidak kharismatik dan tidak eksibisionis (suka pamer kecakapan). Pastinya mereka bukan “pusat perhatian,” karena tempat itu disediakan untuk para siswa.

Ketika saya mengajar taman kanak-kanak, kebanyakan dari pekerjaan saya adalah dibelakang layar, diam, tak menonjol. Satu tahun, seorang siswa-guru memberikan saya pujian: “selama dua bulan, saya tidak berfikir anda melakukan apapun. Pengajaran anda tak langsung, tak kelim, halus, dan pekerjaan anak-anaklah yang semua saya bisa lihat.”

Mitos ini guru sebagai penampil melucuti mengajar dari kedalamannya dan susunannya dan dihubungkan dengan ide bahwa mengajar adalah menceritakan, bahwa mengajar adalah menyampaikan pelajaran-pelajaran atau membagikan pengetahuan. Ini adalah bagian kecil dari mengajar, dan meski begitu dalam mitos hal ini diangkat menjadi keseluruhannya.

Diterjemahkan dari buku William Ayers, To Teach, 2010, h. 22-26

Hak kekayaan intelektual semuanya ada pada pemilik tulisan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun