Mohon tunggu...
Achmad Faesol
Achmad Faesol Mohon Tunggu... -

Alumni PP Al-Amien Prenduan Sumenep Madura\r\nAlumni Pasca Sarjana\r\nUniversitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Manusia Karbitan

3 September 2014   02:11 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:47 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bagi pecinta buah sejati, lebih baik membeli buah yang masak di pohon meski mahal dari pada membeli buah yang masak karena dipaksa walau lebih murah. Dipaksa disini maksudnya buah tersebut sebenarnya masih muda, belum layak dikonsumsi, tapi karena beberapa sebab atau kepentingan, akhirnya buah itu dibantu proses matangnya.

Cara yang paling lumrah dipakai adalah dengan dikarbit. Karbit itu semacam benda yang fungsinya untuk mempercepat proses masak buah. Jadi, mengkarbit artinya cara untuk membuat buah bisa masak pada waktu yang diinginkan. Walaupun buah yang diambil masih muda, namun dengan diberi karbit, buah tersebut akan cepat masak.

Bila dilihat dari penghematan waktu, hal ini sangat bagus karena bisa mengurangi masa tunggu. Namun bila dinilai dari kualitas rasa, buah yang masak secara alami, natural, atau tanpa ada rekayasa manusia, cita rasanya jauh di atas buah yang dimasak dengan cara dikarbit. Jadi, proses masak alamiah yang harus melewati beberapa fase sangat mempengaruhi kualitas rasa. Maka dari itu, mengkarbit sebenarnya suatu cara tidak baik kalau yang menjadi pertimbangan utama adalah kualitas rasa.

Hal serupa juga sama dengan manusia. Jika menginginkan memiliki anak yang di kemudian hari bisa menjadi manusia berkualitas, tahan banting, tangguh mentalnya, maka jagalah lingkungan kehidupannya agar berjalan pada suatu proses yang alamiah. Tak usah direkayasa proses kedewasaannya dengan alasan kasih sayang dan semacamnya.

Bila mau mencermati lebih dalam lagi maka sebenarnya ada banyak bentuk “karbit” di sekitar kehidupan kita saat ini. Ada anak-anak yang tanpa disadari sebenarnya telah dikarbit oleh orang tuanya sendiri dan ada pula yang dikarbit oleh lingkungan sosial.

Pertama, ada anak yang dikarbit secara biologis. Banyak remaja yang masih berusia belia telah masuk pada fase kehidupan orang dewasa sebelum waktunya. Padahal, setiap tingkatan usia manusia memiliki fase-fase tertentu. Tiap fase kehidupan memiliki aturan sosial terkait apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

Idealnya, pada usia anak-anak sekolah semestinya tidak boleh tahu tentang “perilaku” usia orang dewasa. Tapi kenyataannya sekarang sudah tidak begitu. Anak-anak sekolah sudah bisa leluasa masuk dalam dunia orang dewasa. Apa yang dulu dianggap tabu sekarang sudah menjadi tontonan lumrah anak-anak kecil. Akibatnya, banyak anak kecil yang matang secara biologis padahal usianya masih sangat belia.

“Dunia” orang dewasa tidak lagi menjadi misteri yang penuh dengan teka-teki yang kehadirannya begitu dinantikan dikala malam pengantin nanti. Sederhananya, telah banyak anak kecil yang sudah matang aspek biologisnya sebelum waktunya karena mereka sudah dikarbit oleh film, gambar dan cerita porno. Inilah jenis karbit kehidupan yang pertama.

Kedua, ada anak yang dikarbit secara psikologis. Pencurahan kasih sayangorang tua yang tidak proporsional dalam proses mendidik anak adalah akar dari jenis pengkarbitan ini. Atas nama kasih sayang, cinta dan rasa kasihan yang berlebihan, tanpa disadari banyak orang tua telah mengkarbit anak-anaknya. Anak selalu ditempatkan pada kondisi kehidupan yang nyaman terus sehingga sang anak beranggapan bahwa hidup ini memang mudah, tidak ada masalah. Padahal, hidup ini selalu “diselimuti” berbagai macam persoalan sesuai dengan tingkatannya.

Karena itu, bila sejak kecil anak tidak pernah diajari menyelesaikan masalahnya sendiri maka akibatnya, anak tidak akan pernah memiliki ketangguhan mental. Bila setiap kali anak punya masalah, orang tua senantiasa hadir dan dengan otoritas yang dimiliki, orang tua langsung ikut campur menyelesaikannya, maka selamanya anak tidak akan punya keahlian menyelesaikan masalah. Pikirannya akan tumpul.

Jika setiap punya masalah, ada orang tuanya yang bisa menyelesaikan maka sang anak akan rapuh jiwanya. Padahal, orang tua tidak akan terus hidup bersamanya. Anak-anaknya suatu saat nanti akan hidup sendiri dan harus memutuskan segala persoalan hidupnya dengan sendiri pula.

Contoh masalah kehidupan untuk ukuran anak-anak seperti kesulitan mengerjakan PR, kesulitan membuka bungkus permen, kesulitan memakai baju dan semacamnya. Bagi usia anak-anak, hal seperti ini adalah masalah. Karena itu, jangan dikarbit perkembangan psikologisnya dalam menyelesaikan masalah. Biarkan ia melatih diri agar tangguh mentalnya dan tajam pikirannya dikala menghadapi setiap masalah hidupnya.

Selain itu, ada banyak orang tua yang karena kasihan sama anaknya, agar anaknya tidak mengalami ketidaknyamanan hidup seperti orang tuanya dulu, maka banyak orang tua yang kemudian menuruti segala permintaan anak. Apapun yang diminta selalu dituruti.

Jika setiap kali anak minta sesuatu, kemudian orang tua langsung memberinya maka anak akan sampai pada satu kesimpulan bahwa semua yang diinginkannya bisa diperoleh dengan mudah. Jika hanya dengan modal menangis saja anak langsung dituruti segala yang diminta maka anak akan berpikir cari uang itu mudah. Karena mudah, maka ia tidak akan memiliki rasa hemat dan ujung-ujungnya adalah anak akan tumbuh dalam kehidupan yang berfoya-foya. Padahal, sudah banyak bukti bahwa anak yang tumbuh di lingkungan yang selalu menuruti permintaannya, yang dikarbit secara ekonomis, tidak bisa menjadi manusia yang berkualitas.

Ternyata, karbit itu tidak hanya dipakai untuk membuat buah cepat matang. Tapi, tanpa disadari, ada banyak karbit kehidupan dengan segala bentuk dan jenisnya. Karbit kehidupan jauh lebih berbahaya dampak negatifnya terhadap tumbuh kembang anak karena tidak hanya melawan proses alamiah kehidupan tapi akan menciptakan manusia-manusia karbitan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun