Mohon tunggu...
Achmad Faesol
Achmad Faesol Mohon Tunggu... -

Alumni PP Al-Amien Prenduan Sumenep Madura\r\nAlumni Pasca Sarjana\r\nUniversitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Masyarakat (Korban) Informasi

25 Januari 2015   21:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:23 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Masyarakat (korban) Informasi

Konon menurut kalangan ilmuwan sosial, masyarakat informasi adalah jenis masyarakat yang lahir dari rahim masyarakat agraris dan industri. Bila menengok kondisi sekeliling, rasa-rasanya benih-benih munculnya masyarakat informasi kian mulai bertebaran dimana-mana.

Informasi terkait gejolak perpolitikan di kalangan elit politisi senayan tidak lagi monoton menjadi konsumsi kalangan mahasiswa, para pengurus parpol atau komunitas pengamat politik saja. Buruh tani sekalipun, yang kerjanya setiap hari hanya bergelut dengan tanah dan tanaman, disela-sela jam kerjanya, masih saja menyempatkan diri ngobrol persoalan terkait.

Tidak hanya masalah politik yang dibahas. Gaya hidup kaum selebritis, kecelakaan pesawat, banjir, tanah longsor, polemik harga BBM dan sebagainya, tidak luput dari perhatian orang-orang yang selama ini diberi label sebagai orang kecil.

Pada satu sisi, realitas macam ini bisa menjadi indikator sederhana betapa masyarakat sudah mulai peduli dengan kondisi kebangsaan di negeri ini. Tumpukan aneka ragam informasi tentang apa saja bisa dengan sangat mudah diperoleh. Hal ini disebabkan karena keberadaan saluran (media) informasi juga bermacam-macam sehingga masyarakat semakin termanjakan.

Satu dari sekian banyak media penyampai informasi yang begitu dominan perannya dan hampir dimiliki oleh sebagian besar masyarakat adalah televisi. Di layar “ajaib” ini, saluran yang tersedia tidak lagi dimonopoli oleh satu kelompok saja tapi sudah tak terhitung lagi jumlahnya. Ketika masing-masing kelompok perusahaan penyalur informasi memutuskan masuk dalam dunia televisi, maka secara otomatis pula mau tidak mau harus terlibat di dunia industri.

Karena televisi adalah industri maka logikanya, pertimbangan utama penyampaian informasi adalah persoalan untung rugi. Perusahaan-perusahaan penyalur informasi akan begitu selektif memilih jenis informasi yang kira-kira mendatangkan keuntungan. Para pekerja akan menilai dari sudut pandang pemberitaan yang bisa mendatangkan keuntungan juga. Bahkan, hanya akan menyampaikan informasi yang sudah tentu pula harus menguntungkan perusahaan.

Keuntungan perusahaan penyalur informasi tidak harus berupa materi. Bisa saja berwujud tetesan kekuasaan dari penguasa, jalur karir politik para pemegang saham, citra baik dari tokoh si pemilik perusahaan dan sejenisnya.

Dengan kenyataan semacam ini, maka sangat logis bila pada pemilihan presiden tahun lalu, masing-masing perusahaan penyalur informasi berkoalisi dengan para kandidat. Kelompok perusahaan penyalur informasi pendukung Jokowi akan menyampaikan informasi yang akan menjelek-jelekkan Prabowo. Pun sebaliknya. Perusahaan penyalur informasi pendukung Prabowo akan memberitakan kejelekan-kejelekan Jokowi.

Kalau sudah demikian adanya, maka di sisi yang lain, masyarakat sebenarnya tidak lagi menjadi masyarakat informasi. Tapi masyarakat adalah korban informasi. Sebagian besar masyarakat kita hingga saat ini, harus diakui masih belum memiliki kemampuan memenajemen informasi. Masyarakat masih belum punya keterampilan memilah, memilih, menyaring atau menilai jenis informasi. Masyarakat begitu terlena dengan sihir informasi yang disampaikan hingga lupa atau malah tidak mau tahu kualitas isi informasi dan moral penyampainya.

Kalau pakai istilah Islam dalam tradisi informasi kenabian, banyak orang sudah tidak peduli dengan sanad dan matannya. Sederhananya, kalau “tivi” A sudah bilang merah maka langsung diyakini kebenarannya. Tidak peduli apakah realitas yang diberitakan benar-benar merah adanya dan apa kecenderungan politik si pemilik “tivi”.

Dan anehnya lagi, negara merasa fine-fine saja sehingga merasa tidak perlu untuk memberikan bimbingan terkait manajemen informasi. Karena itu, prediksi lahirnya masyarakat informasi oleh kalangan ilmuwan sosial sebenarnya hanya sebatas wacana pemikiran saja. Karena yang benar-benar nyata adanya hanyalah masyarakat sebagai korban informasi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun