Mohon tunggu...
PAKSI
PAKSI Mohon Tunggu... Seniman -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Festival Budaya atau Budayakan Festival

12 Oktober 2016   05:07 Diperbarui: 12 Oktober 2016   09:16 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Biar ku ingatkan kalian mas dan mbak bro.!

Sejak tahun 1945, rakyat Indonesia sudah terbiasa membuat pesta. Mulai dari pesta yang biasa-biasa saja sampai pesta yang luar biasa. Semuanya terlaksana dan berakhir dengan sukses. Tapi dari semua pesta itu hanya meninggalkan lelah panitianya  dan cerita yang sama dari tahun ke tahun.  Cerita tentang kemarin begini dan kemarin begitu.
Bicara soal budaya. Sejak sekolah dasar, setiap rakyat Indonesia sudah diperkenalkan bahwa Indonesia ini begitu kaya, luas dan beragam budayanya mulai dari Sabang hingga Merauke.
Lantas budaya apa yang mau kalian Gali.?
Budaya apa yang mau kalian Munculkan.?
Budaya apa yang mau kalian Bagi.?
Budaya apa yang mau kalian Ajarkan.?
Budaya apa yang mau kalian Ambil.?
Nama besar bahkan kecerdasan kalian dengan gagasan-gagasan yang cemerlang itu.?!  akhirnya tidak bisa memunculkan budaya baru yang fenomenal kecuali sebuah upaya pendomplengan kreatifitas dengan target menancapkan sukses dibalik kerja keras orang-orang desa yang iklas.
Kalian hanya mampu meninggalkan lelah dan kesepian setelah usai pesta "BESAR" yang kalian gagas tanpa kalian merasa lelah dan menghabiskan biaya serta waktu.

Biar ku jelaskan kalian mas dan mbak bro yang terhormat.!

Esensi dari sebuah pesta (Festival) itu adalah serangkaian acara untuk mempertunjukan atau memperkenalkan sesuatu yang baru. Sesuatu yang tidak biasa dan sangat luar biasa, sesuatu yang lebih bermanfaat dari waktu-waktu yang lalu. Orang-orang kampung’an’ menamakannya dengan istilah 'Lounching Product' 
Tapi produk apa yang kalian perkenalkan dipesta itu.?
Jika yang kalian perkenalkan hanya sebuah produk lama dan tidak memiliki dampak apa-apa. Itu sama dengan kalian sedang menjadi Badut Sulap. Berpenampilan eksentrik, melancarkan propaganda kreatif, menghibur, berpura-pura menjadi rakya, tapi tidak meninggalkan apa-apa yang nyata yang bermanfaat dan bisa dinikmati seusai pesta. Sungguh kalian tidak ada bedanya dengan VOC. Datang lalu mendaulat demang-demang baru untuk kemudian demang-demang itu kalian rayu untuk bekerja dan memberi keuntungan sepihak tanpa kalian beri demang-demang itu keuntungan pula. Sungguh kalian adalah segelintir orang-orang pintar yang sama sekali tidak Cerdas.

Biar ku ajarkan kalian mas dan mbak bro yang Populer.!

Besok-besok jangan lagi kalian bicara soal budaya, bicara soal festival jika produknya saja kalian tidak mampu menciptakan. Jangan kalian hipnotis orang-orang desa itu dengan kisah-kisah festival sukses orang lain atau produk-produk yang mereka tidak tahu. Jangan jadi artis-artis sinetron. Jangan merampas stigma pintar dengan mengucapkan kalimat-kalimat akademik yang membingungkan (apa artinya). Karena dari rangkaian dongeng kalian itu saja menunjukan kalian hanya mampu menjadi orator atau mungkin lebih tepat sebagai tukang dongeng kisah-kisah inspiratif yang lebih menjual mimpi karena kalian tidak memiliki kemampuan untuk menciptakan hal sederhana menjadi luar biasa, tidak punya kemampuan membina orang-orang desa itu mengelola aset budayanya dengan sistem manajemen yang berkelanjutan, yang mampu memberikan nilai kapita demi kemajuan tingkat pendapatan ekonomi rakyat.
Janganlah kalian menjadi plagiat dengan dalih kreatifitas. Itu namanya "..Mbelgedhes.."
Jika kalian mau populer, lakukan dikota-kota besar. Buatlah pesta Megadimensi dengan puluhan ribu watt dan ratusan kembang api. Itu pantas buat kalian.  Jangan kalian hipnotis rakyat desa dengan mimpi-mimpi, dengan dalih gotong royong untuk menciptakan pesta tapi produknya justru hanya kalian sendiri.
Kalian itu bukan produk baru yang fenomenal. Kalian adalah kenangan. Kalian adalah produk lama. Yang tidak menimbulkan nilai kapita apa-apa setelah pesta itu usai.
Duduklah kalian bersama orang-orang desa itu sebagai manusia biasa, yang tidak sama sekali mengandalkan popularitas, yang apa adanya. Dengarkan apa yang sebenarnya ingin mereka lakukan dan mereka dapatkan.
Mereka tidak ingin pesta.!!
Mereka hanya ingin dibina bagaimana menjadikan aset yang sangat biasa itu menjadi luar biasa. Mereka ingin maju seperti kebanyakan orang, mereka ingin kreatif dan bermanfaat, mereka ingin mandiri tanpa harus menjadi pengemis pada birokrasi. Mereka ingin mengelola budayanya secara mandiri. Mereka orang-orang desa yang apa adanya.
Mereka sudah terlalu lama menjadi orang-orang suruhan. Jangan kalian perlakukan lagi mereka sebagai tukang.!!
Ajari orang-orang desa itu bagaimana memasarkan, mengelola produk dengan baik. Ajari mereka sistem manajemen agar mereka mandiri. Itu yang mereka inginkan bro..!!

Biar kubisikan sesuatu ditelinga kalian duhai mas dan mbak bro..!

Mereka sudah bersepakat, mereka bergotong royong, mereka rela meninggalkan pekerjaannya untuk sebuah pesta yang kalian inginkan. Mereka sudah membuktikan bahwa mereka lebih mampu membuat sebuah pesta besar melebihi kemampuan yang kalian miliki.
Tapi apa yang terjadi hari ini, hari dimana pesta itu usai dan terlewat.? Mereka semua hanya bisa diam, berusaha menerima kenyataan kalau hari ini mereka harus kembali ke kehidupannya yang kemarin.  Sambil saling bertanya, Apakah esok masih ada untuk mereka mewujudkan mimpinya secara nyata. Desa mereka kembali sepi mas dan mbak bro.!
Desa mereka masih sama seperti hari-hari dulu. Dan mereka masih sama seperti dulu.!
Hari ini mereka semua duduk merenung mengingat apa yang sudah mereka lakukan kemarin sesungguhnya hanya meninggalkan kesepian, kepenatan, kebingungan dan penyesalan. Karena ternyata diakhir upaya dan kerja keras mereka hanya kalian yang ternyata muncul dipermukaan dan menerima segala penghargaan dan kehormatan itu.

Sungguh kalian ternyata bukan apa-apa. Kalian hanya sekelompok orang-orang yang sama sekali tidak kreatif dan sama sekali tidak punya kecerdasan. Tetapi kalian terlalu sombong untuk mengakui bahwa kalian sebenarnya masih bodoh dan masih butuh belajar dari keiklasan orang-orang desa yang apa adanya itu.
Minta maaflah kalian pada mereka orang-orang desa yang hari ini sedang berupaya menghapus kenangan tentang cerita lelah kemarin. Karena hari ini dan hari-hari berikutnya mereka hanya menjalani waktu-waktu yang sama seperti sebelum hiporia festival itu kalian gaungkan.

Aku doakan, semoga kalian semua diampuni dan disadarkan dari kebodohan dibalik tata bahasa yang kalian susun tapi sangat membingungkan.

Salam dari goa orang-orang biasa.
Salam Apa Adanya.!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun