Mohon tunggu...
Penyair Amatir
Penyair Amatir Mohon Tunggu... Buruh - Profil

Pengasuh sekaligus budak di Instagram @penyair_amatir, mengisi waktu luang dengan mengajar di sekolah menengah dan bermain bola virtual, serta menyukai fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dialog Kematian

22 Desember 2015   13:54 Diperbarui: 22 Desember 2015   17:44 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 bunyi gangsir
melahap sunyi
bunyi mati
melahap nyanyi
bunyi gangsir
melahap mati
bunyi sunyi
gangsir
mati
,
Jika ada luka di masa lalu, maka luka itu bisa saja sembuh. Bisa juga jadi semakin menganga. Aku mengalaminya yang kedua. Luka masa laluku, menganga dan membusuk. Malam itu, aku mencoba mengurai satu persatu. Hal yang kusimpan rapat dalam memoriku, lima belas tahun silam.
,
"Aku tidak tahu harus mulai dari mana. Ini cukup sulit. Aku mohon padamu, jangan menyelaku. Jangan bertanya. Sampai apa yang menjadi bebanku tandas. Sampai kepala dan pundakku plong. Catat saja bila memang menurutmu penting. Seperti apa yang telah kusepakati, kamu jangan merekam pembicaraan ini. Aku percaya, kamu pemegang janji yang teguh."
,
Lelaki tua di depanku, mirip denganku. Sorot matanya yang peragu. Bentuk hidungnya. Rambut ikalnya. Tidak aneh memang, dia Bapak kandungku. Bapak jahanam yang telah menelantarkanku. Telah membunuh Ibuku secara perlahan. Lelaki yang lebih memilih lari dengan perempuan sundal. Mencampakkan anak sematawayangnya. Aku dibesarkan dengan energi kebencian. Masih teringat dengan gambalang malam itu. Lelaki ini menghantamkan popor senapan angin ke wajah Ibu berkali-kali. Tidak sedetikpun, aku melupakannya. Malam ini, kesempatan terbuka. Aku akan menghabisinya.
,
"Aku merasa umurku sudah tidak lama lagi. Aku harap kamu menuliskan riwayatku dengan seleramu. Aku tak mengharuskan kamu setia pada penuturanku ini. Kamu saya bebaskan berimajinasi. Membalikkan cerita. Bahkan, menyelingkuhinya. Aku harapkan, novelmu tentang kisah kelamku semakin membuatmu melejit." Aku menatap lurus ke depan. Suara gangsir yang tadi riuh, kini menjadi senyap. Entah kenapa, aku merasa kematianku begitu dekat. Sangat dekat.
,
Di sebelah rel kereta api
Kebonsari
17 Des 2015 11:12:31

----

sumber gambar: http://t.wallpaperweb.org/wallpaper/darkart/1600x1200/1237757059355.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun