"Ah, Baron. Kamu ngapain di kotaku?"
Saya tergeragap.
"Loh. Kamu..."
Saya tidak bisa meneruskan. Perempuan itu langsung menghujani saya dengan banyak pertanyaan yang membuat saya bingung menjawabnya.
"Oke. Ikut saya saja. Aku ingin dengar ceritamu!"
Dia menyeret tangan saya. Kami menyusuri gang-gang yang dihimpit bangunan-bangunan tua. Kota ini memang dikenal dengan bangunan tua yang ikonik. Bangunan sejak zaman Belanda, begitu yang pernah saya dengar. Entah isapan jempol atau sebaliknya.
Seperti anak kecil, tangan saya diseretnya. Tetapi orang-orang sepertinya tidak begitu peduli dengan yang kami lakukan. Kami berhenti di sebuah rumah yang bangunannya lebih kecil dari rumah-rumah di kanan-kirinya. Tetapi bentuknya serupa  Temboknya putih bersih. Sekali pandang, saya sangat menyukainya.
"Well. Baron, apa yang kamu cari di kota ini?"
Ia menatap saya lekat-lekat.
"Saya tak tahu kamu di sini. Juga bagaimana kamu bisa mengenali saya. Saya saja masih belum begitu percaya jika kamu adalah kamu" intonasi saya sangat buruk.
Ia tertawa.