Susah payah Milan mengunci zona UCL di laga pamungkas musim lalu. Setelah tujuh tahun absen, tahun ini mereka kembali.
Berada di pot ke-4 saat pengundian grup, merupakan kabar yang kurang bagus bagi klub yang konon berDNA UCL itu. Yang artinya, secara koefisien berarti klub semenjana alias medioker. Tetapi itulah kenyataannya.Â
Maka laga perdana di Anfield membuat saya sangat antusias. Saya bersiap-siap di layar kaca, setelah tujuh tahun juga absent menonton UCL. Bahkan, laga final sekalipun. Saya lebih memilih nonton highlightnya di youtube.Â
Ketika mereka keluar dari lorong pemain, saya dilanda kecemasan. Gugup. Juga bahagia di sisi lain. Akhirnya, Milan kembali. Walau saya tahu, butuh laga-laga nan kompetitif lagi di Ucl untuk bisa kembali berdaya.
Laga di Anfield sudah pasti tidak mudah. Tuan rumah memiliki kualitas mumpuni. Level mereka berada di atas anak asuhan Pioli. Saya berharap, ada keajaiban. Kalah dengan margin satu gol, saya pikir sudah sangat baik. Sialnya, saya khawatir Milan akan menjadi bulan-bulanan merekaÂ
Benar saja. Liverpool menggila di sepanjang babak pertama. Mungkin, pemain-pemain Milan demam panggung. Gugup. Cemas barangkali. Organisasi permasalahan mereka ambyar. Sementara Liverpool mendominasi separu lapangan.
Satu gol bunuh diri Tomori di sepuluh menit awal. Untung saja, beberapa menit setelahnya, sepakan pinalti Salah berhasil ditepis Maignan.
Menjelang babak pertama berakhir, Milan mendapatkan dua gol dalam waktu singkat. Dari yang terdominasi, berhasil mencuri dua gol di paruh waktu pertama. Saya berjingkrak-jingkrak di depan televisi. Milanisti yang hadir di Anfield meledak. Beberapa wajah dari mereka menangis. Sebuah rindu dan haru bercampur baur.
Paruh kedua, Salah dkk membalikkan keadaan. Tendangan terukur Henderson membuat skor 3-2. Beberapa pergantian Milan, tidak mampu mengubah hasil akhirÂ
Apa yang ditunjukkan Calabria dkk, kendati hasil akhir menyesakkan dada, tetap sebuah gebrakan. Biar saja tiga angka direbut mereka. Setidaknya, respon Milan di "come back"nya telah mengisi kembali apa yang telah hilang bertahun-tahun.
Benar kata Maldini, Milan sangat butuh laga kompetitif semacam itu. Secara reguler. Dengan itulah mentalitas tim akan terbangun.