Setelah gerimis reda, saya berniat meringankan pikiran. Beberapa pekan ini, kesibukan silih berganti mengganyang waktu luang. Maka saya sudah berjanji pada diri saya, untuk balas dendam. Hari libur akan saya pakai sepenuhnya. Tidak ada tapi dan kompromi.
Banyak sekali alternatif yang akan saya coba. Mulai dari mengunjungi kampung kemiskinan di pinggiran kota, memancing, menaiki menara sebuah masjid terbesar di kota, dan beberapa lagi yang tak pantas disebutkan di cerita ini.
Sepertinya, cuaca sendu membikin rencana saya tidak berjalan sesuai rencana. Tiba-tiba saja mendung bergulung-gulung. Tak berselang lama, gerimis turun dengan intensitas sedang. Saya yang belum memutuskan akan memilih yang mana, terkurung di ruang tamu.Â
Selama satu jam, saya habiskan untuk membaca beberapa buku yang ada di meja. Mulai buku puisi, cerita bergambar milik anak saya, kamus bahasa jawa (yang juga milik anak saya), serta membaca pengantar kumpulan cerpennya Putu Wijaya.
Baru setelah suara gerimis tidak terdengar lagi, saya memeriksanya ke luar. Setelah saya yakin gerimis sudah selesai, ini semacam firasat saja, saya memutuskan untuk melihat wajah kampung kemiskinan pinggiran kota. Walau berkali-kali saya ke sana, tetapi selalu ada debar-debar yang membuat saya ingin kembali.
Sebelum melarikan motor saya, seorang laki-laki lebih dulu membuyarkan niat saya. Dengan berbasa-basi dia mengatakan bahwa ia datang dari jauh untuk bertemu dengan saya. Tentu saya berusaha menolak dengan alasan yang terdengar kurang meyakinkan.Â
"Ini menyangkut hidup dan mati Bapak. Sudilah kiranya barang semenit dua menit mendengar ceritaku."
Saya terkejut. Urusan apa hingga menyangkut hidup dan mati saya.
Lalu dia meralat ucapannya. Jika yang dimaksud itu adalah menyangkut hidup dan matinya. Ia dengan berlebihan meminta maaf telah salah memenggal kata.
Tidak ada alasan bagi saya untuk meninggalkan lelaki itu. Sekalipun dalam hati saya memaki habis-habisan. Bahwa saya punya kehidupan yang tidak ada sangkut pautnya dengan lelaki itu.
Setelah kami duduk di beranda, lelaki itu menceritakan kisahnya. Tetapi saya merasa harus memberinya minuman. Walau saya merutuknya, tetapi setiap tamu yang datang ke rumah saya suguhi minuman.Â