Dua teman Andre Juliono Martoyo hari itu mati. Disusul kabar yang pilu pula, paman dan bibinya yang merawat dirinya sewaktu kecil, saturasi oksigennya drop. Ditolak rumah sakit. Kemudian pembaca bisa menebak. Ya, pergi menghadap Ilahi.
Siapakah gerangan Andre Juliono Martoyo ini? Kenapa harus saya ceritakan dalam cerita ini?Â
Baiklah, saya tentu harus mengenalkan dulu. Supaya pembaca lebih memahami kemana arah cerita ini akan berjalan.
Di kampung kami, tentu nama yang saya sebutkan di atas sangat fenomenal. Andre Juliono Martoyo punya satu pandangan menarik tentang pandemi kopid yang membuat bangsa di dunia kelimpungan.
Suatu ketika, Andre Juliono Martoyo membuat gempar. Setelah sholat subuh, ini kira-kira sebulan lalu, ia membuat pengumuman di masjid. Lewat pengeras suara.Â
Dengan mengucapkan salam, ia memulai pidatonya. Andre Juliono Martoyo menjelaskan bahwa dirinya yakin bahwa wabah kopid adalah konspirasi. Untuk itu mengajak seluruh warga desa untuk tidak perlu panik.Â
Barang tentu banyak sekali pagi itu berbondong-bondong ke masjid. Bahkan yang tidak pernah sholat subuh pun. Mereka yang datang mengutuk perilaku orang yang kita bicarakan ini.Â
"Ini masjid. Bukan rumah kakekmu" ujar Mang Sobri naik pitam. Saya sengaja memilih umpatan yang baik. Tentu supaya cerita saya ini biar lebih bermoral.Â
Untung saja Andre Juliono Martoyo segera diamankan. Terlambat sedikit saja mungkin saja nasibnya akan mengenaskan.
Sejak itu Andre Juliono Martoyo menjadi buah bibir warga. Ia dicaci dimana-mana. Pertama etikanya yang pidato serampangan di masjid. Kedua, isi pidato yang ngawur.
"Kopid ini nyata. Bukan kosperandi"