Seseorang yang katanya temannya teman saya, mendatangi saya hari itu. Kalau saya tidak salah ingat, kira-kira empat atau lima hari setelah Desember tiba dengan tergesa-gesa di tahun itu. Tahun itu berapa eh tahun berapa maksudnya (maaf beribet), saya juga tidak begitu ingat persisnya.
"Aku mau konsultasi bang. Saran dari temanku yang katanya teman baik Anda, menyuruhku menemui Anda"
"Maaf. Pakai kamu saja ya. Lebih rileks. Ketimbang Anda-Anda bikin saya tersanjung" saya terkekeh.
Sialnya, manusia di depan saya ini tidak ikut tersenyum. Mungkin bisa jadi tidak paham di mana lucunya. Tapi setidaknya sebagai sopan-santun, dia bisa toh ikut senyum. Saya memaki-maki dalam hati.
Ia sepertinya gugup. Tetapi juga agak gelisah pembawaannya. Yang pasti, dia tidak berbasa-basi.
"Kira-kira apa pekerjaan yang cocok untukku di tahun depan?"
Suaranya masih sama. Ada semacam penuntutan untuk segera dijawab.
Atas dasar apa dia menanyakan hal semacam itu, membuat saya ngeri. Ini maksudnya apa dengan lontaran pertanyaan itu.
Sebagai penulis cerita anak-anak, saya tak memiliki garis untuk membuat rumusan jawaban untuk itu. Tetapi karena manusia yang duduk di depan saya ini betul-betul serius, itu dari bagaimana dia bersikap juga cara bicara.
Saya kemudian membuat pilihan. Saya harus memberi jawaban. Lalu nanti akan saya maki-maki temannya yang juga teman saya itu. Apa dan kenapa memberi saran konyol pada manusia di hadapan saya, yang bahkan saya belum sempat bertanya namanya siapa.
"Aku temannya Rahardian. Teman kuliah Anda...." demikian manusia itu membuka percakapan yang membuat kepala saya kini dipenuhi prangsangka buruk.