Mimpi itu datang lagi. Setiap hari. Mulanya saya pikir itu halusinasi. Atau semacamnya. Tetapi berturut-turut setiap hari.
Lagi-lagi saya hanya bisa menarik napas panjang. Perempuan yang dibakar itu ternyata Maheni. Saya pernah bertemu dengannya. Tetapi kalau bicara seingat saya tidak pernah.
Siang itu saya hendak ke rumah Aripin. Kira-kira 100 meter dari jembatan yang menghubungkan desa saya dan desanya Maheni, motor tiba-tiba mogok. Saya mendorongnya.
Lalu mata saya menangkap keganjilan. Saya memarkir motor. Setelah berkali-kali meyakinkan diri, saya yakin bula yang saya lihat itu tubuh manusia. Yang kondisinya gosong. Tubuh yang telah dibakar. Sangat mengenaskan. Tapi saya yakin bahwa itu manusia.
Gemparlah desa. Semua orang berduyun-duyun. Polisi. Wartawan. Tumplek blek. Saya menjadi saksi. Berkali-kali dimintai keterangan polisi. Berkali-kali difoto. Diwawancara.
Sehari kemudian, terungkap jika tubuh itu milik perempuan. Lalu diberitakan pula bagi yang kehilangan keluarga, berjenis perempuan, agar melapor. Dua hari setelahnya barulah jelas. Perempuan Malang itu bernama Maheni. Hasil tes ini itu klop dengan keluarga.
Desa saya yang selama ini jauh dari keramaian kini menjadi sibuk bukan main. Banyak warga desa lain yang berkunjung. Melihat TKP. Sambil tanya ini itu. Tentu sambil foto-foto.
Keramaian dadakan dimanfaatkan betul. Mulai dari jasa parkir. Jualan makan dan minum. Hingga jasa informasi beruapa wawancara.
Tiga minggu tepatnya, ketika saya berada di kota S, Pak Lurah mengabari jika pelaku pembakaran tertangkap.
"Kamu pasti tidak percaya.." demikian Pak Lurah memulai pembicaraan lewat telpon.
Tentu saya bingung. Apa maksudnya itu. Baru ketika menyinggung masalah pembakaran itu saya mulai paham duduk perkaranya.