detik yang menegangkan itu belum berlalu. hujan telah tiba di selasela gelisah. yang beranak pinak dalam kabar. yang dihembuskan angin Agustus.
ia telah meratap dalam malammalam yang penuh gemintang. melantunkan nada sendu, tentang arti kehilangan, tentang kepasrahan pada nasib, tentang takdir yang digariskan.
Takbir berkumandang berkelindan dengan nestapa yang menumpuk di pelupukmatanya. Hingga air mata itu mengalir. menyusun mozaik kisah hidupnya yang kini  tak berbentuk. tercerai berai.
ia memang tidak sendiri. Lakon itu ia jalani bersama pemeran lainnya. yang kini berbaring dalam tenda pengungsian. Menghitung cerita dan melafalkan arti kehilangan sanak-keluarga.
"Separah apapun, kita tetaplah pemeran. Jalani takdirmu sebagaimana mestinya." begitu ia membaca cerita tentang silsilah keluarganya. Jauh sebelum gempa menyapa kampung halamannya.
ia berdiri pagi itu. Bersama ribuan pemeran lainnya. Mengangkat tangan dalam rindu pada penciptanya. Membicarakan kepasrahan dua manusia mulia, yang diabadikan dalam kitabNya.
Allahu akbar. Allahu akbar.
---
Ribuan kilometer dari tenda pengungsian korban gempa.
22.08.18
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI