Namun, Ganjar tetaplah seorang PDIP dari sejak dahulu. Jokowi bukan, ia punya baju kotak-kotak, gaya yang dianggap merakyat natural (bukan ikut-ikutan) dan loyalitas yang terbentuk sejak ia populer menjadi Gubernur DKI Jakarta. Namun, tidak ada makan siang yang gratis, kendaraan politik-legal haruslah yang utama untuk bisa maju sebagai Presiden. Jokowi menggunakan kendaraan PDIP, Nasdem , PKB, Hanura dan lain sebagainya.Â
Mulailah muncul isu-isu bahwa Jokowi itu sangat dibayangi oleh sinar "Surya" di sekitaran Istana yang berhasil memberikan kursi Jaksa Agung. Lalu, banyak Menteri-menteri yang diberikan kepada PDIP hingga akhirnya ada perkenalan politik baru yang mempersilahkan Golkar-PAN dan kelak PPP hingga di periode kedua sangat berkekuatan penuh dengan masuknya Gerindra.
Intinya, lirik lagu yang dibuat oleh Eka Gustiwana pada Debat Capres 2014 yaitu "Bukan bagi-bagi kursi, bagi-bagi Menteri," sepertinya hanya lirik yang indah.Â
Ketergantungan pada partai di Parlemen menurut saya sudah selesai. Golkar, PAN, Gerindra dan apalagi Demokrat sudah cukup untuk melakukan transisi berakhirnya jabatan Jokowi yang sebentar lagi akan berakhir pada Oktober 2024 apalagi partai yang ada di kubu 02 ini seperti "oke-oke" saja dengan arahan karena jagoan menang plus partai mereka lolos ke Parlemen.Â
Tapi, partai-partai seperti PKB, Nasdem, PDIP bagaimana? Padahal partai ini yang memberikan kendaraan, kok sekarang diujung yang harusnya mesra malah seperti asing, bahkan ingin melakukan Hak Angket?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H