Tidak! Yang membuat saya ragu adalah apakah Jokowi ini seorang politisi yang memiliki strategi yang sama halnya seperti Megawati? Karena dalam pandangan saya , Jokowi ini bukanlah seorang yang sangat membawa-bawa partai. Bahkan , saat saya mengetahui yang namanya PDIP dibelakang Jokowi saat dirinya menjadi Gubernur DKI Jakarta, saya sejujurnya tidak melihat PDIP tapi hanya melihat Jokowi saja. Apa maksud saya mengatakan membawa - bawa partai? Begini, kalau sekarang kita bertanya kepada orang yang hanya sekedar tahu partai di kalangan akar rumput atau orang yang biasa - biasa saja.Â
Pertanyaan itu adalah "Siapa tokoh yang Anda ketahui dari Gerindra, Demokrat,Hanura dan PDIP?" pasti jawabannya adalah "Prabowo , SBY, Wiranto dan Megawati" dan tidak mungkin akan menjawab secara spontan yaitu misalnya  Marzukie Alie , Pramono Anung atau misalnya Fadli Zon. Tidak mungkin , karena memang bahwa Prabowo , SBY dan Megawati adalah magnet partai atau tokoh sentralnya partai.
Karena Jokowi bukan tokoh sentral, maka ada sedikit keragu-raguan bagi saya kepada Jokowi. Tapi keraguan saya kemudian terbantahkan, setelah Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa gugatan Prabowo - Hatta ditolak , saya yakin sekali bahwa Jokowi adalah cara baru dalam memperoleh seorang pemimpin. Cara baru itu menurut saya adalah bahwa untuk menjadi presiden tidak harus menjadi ketua umum. Walaupun cara ini dipakai saat Golkar mengadakan Konvensi Capres yang saat itu juga diikuti oleh Akbar Tandjung sebagai ketua umum dan diikuti oleh Surya Paloh , Wiranto dan Prabowo. Tapi bedanya adalah Jokowi bukan elite! Dia tidak menggunakan nama orang tuanya , dia bukan seorang Purnawirawan Militer dan dia bukanlah seorang yang benar - benar memegang apalagi terkenal melalui partainya. Tapi popularitas dan gaya kepemimpinannya yang memang menjadikan dirinya berbeda dari tujuan Konvensi Golkar sebelumnya yang mematahkan tradisi bahwa hanya ketua umum yang bisa untuk menjadi capres.
Tapi seperti yang saya jelaskan di bagian sebelumnya , Jokowi tidaklah sendirian. Elit seperti Surya Paloh , Luhut Binsar Pandjaitan, Wiranto , Sutiyoso dan lain sebagainya ada di sekelilingnya. Dan ini dilema bagi saya setelah kemenangannya yang bukan orang ketum partai tetapi bisa menjadi presiden dan sebagaimana kesimpulan saya diatas , Jokowi mengalami kelemahan di periode pertamanya dengan catatan bahwa memang dia terlihat seperti seorang yang nurut - nurut saja sama Megawati.
Penutup : Menjelang Akhir Jabatan , Akankah Nama Jokowi Tetap Masih Mempengaruhi Politik Kedepannya? Akankah Jokowi Mendirikan Partai?
Sejak dicalonkannya Ganjar Pranowo , semakin memperlihatkan PDIP adalah partai yang memang mengedepankan pencalonan kadernya sendiri sebagai capres. Mungkin tulisan ini tidak akan membahas tentang partai yang lain, yang barangkali mencalonkan bukan kadernya sendiri untuk maju sebagai capres. Sedikit mengulas tentang ketegangan antara Ganjar dan Puan yang selama ini sebenarnya terlihat dualisme yaitu apakah Puan yang akan menjadi capres atau Ganjar yang menjadi capres, hingga munculnya isu Dewan - Dewan di dalam internal PDIP sendiri. Tapi jika berbicara elektabilitas , tak bisa berbohong bahwa Ganjar adalah tiga besar papan atas. Puan yang walaupun sudah memasang baliho, tetap saja pendukung Jokowi yang lebih melihat sosok Jokowi ketimbang PDIP akan lebih memilih Ganjar yang memang dianggap representasi dari Jokowi itu sendiri.
Pembentukan Koalisi Besar yang berawal dari pertemuan , bagi saya adalah bentuk jawaban Jokowi terhadap siapapun (Koalisi Perubahan , Koalisi Indonesia Bersatu , Koalisi Gerindra-PKB hingga PDIP). Bahwa dengan koalisi pemerintahannya saat ini , dia masih bisa menggunakan pengaruhnya walaupun dirinya akan segera berakhir. Sejak isu Israel digaungkan oleh Wayan Koster dan Ganjar , saat itu saya bertanya "mungkinkah sebenarnya Ganjar adalah Antitesa Jokowi?" dan saya sepertinya akan dianggap sangat keliru berpikir demikian. Tapi bisa saja , mungkin ada semacam pembelahan di antara Jokowi dan Megawati itu sendiri , mengingat cap Megawati kepada Jokowi tentang Petugas Partai sangat sering ditegaskan oleh para oposisi dan orang yang sangat Anti terhadap Jokowi. Dalam pencapresan Ganjar , reaksi tentang Petugas Partai sangatlah didengungkan, tapi, ketika Anies menjadi calon dari Nasdem , tidak ada kata seperti itu keluar dari mereka yang sering mengulang kata Petugas Partai itu kepada Jokowi. Kembali pada konteks Ganjar, saat dibentuknya Koalisi Indonesia Besar, ada semacam lelucon bahwa KIB adalah 'Koalisi Inginnya Bapak" dan memang beredar isu bahwa KIB ini merupakan sekoci untuk Ganjar apabila dia nanti tidak dicalonkan. Tapi apa yang terjadi? Sekalipun Ganjar masuk nominasi Nasdem , tapi tetap saja Ganjar memilih kokoh di dalam PDIP. Dalam hal ini bisa dua hal. Pertama , Ganjar yang tidak kelihatan ingin ambisi dan yang kedua adalah PDIP memang tempat yang bagus dan sekalipun Ganjar tidak dicalonkan , ia tetap ingin di dalam PDIP.
Saya mendengar salah satu harapan dari seseorang yang berharap bahwa ketika Jokowi turun nanti dia bisa membangun partai, karena , sebenarnya bukan Jokowi yang kerap dianggap bermasalah. Melainkan lingkungan istana itu sendiri yang kerap menasihati dan menjadi asisten Jokowi yang kerap kali menghambat masuknya masukan dari luar. Kembali ke sosok Jokowi. Saya melihat bahwa Jokowi sendiri sebagai seorang yang memang bukan berjiwa politik yang sangat ambisius untuk bisa merebut dan mempertahankan kekuasaan dalam semangat kepartaian. Yang mungkin menyebabkan pertanyaan "Siapa penerus Jokowi?" sendiri menurut saya itu bisa jadi tercetus oleh Jokowi sendiri atau pendukung dan masyarakat yang benar - benar puas di dua periode kepemimpinan Jokowi.
Kalau dalam Jokowi sendiri , saya melihatnya bahwa tentu Jokowi akan mempertahankan kebijakannya yaitu tentang IK+N. Mau bagaimanapun dan siapapun nanti yang meresmikan IKN, nama Jokowi pasti muncul dalam buku sejarah atau catatan sejarah. Karena memang ini terealisasi di era Jokowi dan mungkin Jokowi yang ingin diteruskan oleh sosok yang sepemikiran dengannya yaitu berpikir untuk membangun infrastruktur untuk kemudahan masyarakat.Â
Untuk yang kedua di dalam masyarakat yang puas terhadap Jokowi dan pendukung Jokowi, biasanya mempertanyakan bahwa "Apakah akan ada pengganti yang seperi Jokowi?" dan bahkan dalam komentar - komentar yang saya lihat di sosial media, ucapan yang sangat menarik bagi saya adalah "Belum siap Jokowi usai" kira - kira begitu , saya rasa memang ini yang sangat menarik. Jokowi , kabinet beserta tingkah lucu Presiden dan Menteri-nya memang sangat menarik, dan walaupun dihina - hina sekalipun Jokowi memang sudah mengklarifikasi bahwa dirinya tak pernah tersinggung, serta untuk apa melaporkan hal yang seperti itu? Bagi saya itu menunjukkan sikap yang tidak baperan dari seorang Presiden. Bagus sekali menurut saya. Tapi sayangnya, yang namanya militan , baik militan Jokowi atau siapapun memang selalu ada dan itu tidak bisa dihindari di sosial media. Karena memang yang namanya militan , pendukung atau buzzer sekalipun , itu konsekuensi dari adanya tokoh publik yang memiliki daya tarik tersendiri.
Jokowi bukan seperti SBY. Jokowi bagi saya belum terlihat sebagai tokoh sentral partai ataupun tokoh besar yang memiliki loyalis atau pengikut yang memang sangat kuat di dalam internal partai, terutama di PDIP. Dan , sekalipun Jokowi adalah dibalik Koalisi Besar , tetap saja warna - warna Koalisi Besar barangkali lebih berpikir ketahanan partainya. Katakan saja Golkar, saya sangat tidak yakin yang namanya Jokowi itu akan bergabung kesana, apalagi dengan partai lain yang sudah memiliki tokoh sentralnya.Â