Anda mungkin akan berpikir bahwa anak-anak yang merelakan belajar di atas lantai ini adalah anak-anak yang rajin. Saya mendapati mereka selepas pulang sekolah. Memang tidak enak dipandang mata, sementara mereka tidak berada di sekolah yang serba kekurangan. Ruangan oke, bangku lengkap, tapi mereka lebih suka 'ngampar' di depan pintu kelas.
Terlihatnya sih rajin, tapi bagi saya mereka adalah 'anak-anak malas'. Bagaimana tidak, selepas sekolah mereka mau-maunya mengerjakan PR di sekolah. Ketika ada salah seorang guru lewat, kemudian bertanya, "Kok PR-nya dikerjakan di sekolah?"
Salah satu dari mereka menjawab, "Ini bukan PR Pak, ini PS...". Sang guru pun makin bingung. Masa iya bukan PR, malah diganti PS.Â
Begitulah kejadian pada hari Juma'at siang kemarin. Salah satunya adalah anak saya sendiri. Saat saya konfirmasi, dia menjawab malas untuk mengerjakan PR di rumah. Jadi namanya buka PR, tapi PS alias Pekerjaan Sekolah. Itulah yang saya pikir sebuah jawaban cerdas dari anak sekarang.
Kemudian saya pun berpikir, jam belajar anak-anak diawali dari jam 07.15 dan selesai pada jam 15.00. Betapa waktu yang panjang untuk proses belajar. Dan seharusnya memang tidak membutuhkan PR untuk dikerjakan di rumah. Seharusnya sekolah pun menyadari betapa penatnya anak-anak seharian bergelut dengan pelajaran dari bangun tidur hingga mereka akan tidur kembali. Akhirnya kami, saya dan ibunya anak-anak, sepakat menolak PR bagi mereka. Kami pun mengirimkan surat melalui buku penghubung siswa, agar tidak lagi memberikan PR. Sebaiknya seluruh tugas selesai di sekolah.
Adapun kegiatan di rumah biar berjalan seadanya, ada anak yg kreatif dengan mainannya, ketrampilan tangannya, membaca, dan lain-lain. Yang penting tidak ada beban. Hal ini saya lebih tekankan pada kondisi anak-anak sesungguhnya yang akrab dengan dunia permainan mereka.Â
Mungkin saudara sekalian yang sudah memiliki anak usia sekolah akan merasa kaget dengan buku-buku pelajaran mereka. Awal masuk SD sudah disuguhi dengan buku-buku serumit SMP pada jaman kita. Saya takut kurikulum sekarang ini justru menjadikan anak-anak bosan terhadap 'belajar sekolah'. Kalau mereka sudah bosan, akan lebih sulit lagi untuk membangkitkan kemauan belajar mereka.[...]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H