Mohon tunggu...
N.A. Eddy Nugroho
N.A. Eddy Nugroho Mohon Tunggu... Guru - Guru Muda

N.A. Eddy Nugroho, S.Pd.T., Gr. (Univ. Negeri Jakarta); Profesi sebagai guru di Bandarlampung. Pengen jadi Guru Biasa yang Luar Biasa..., Motto : Belajar, belajar dan belajar!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

RSBI, Sekolah dalam Sekolah

17 Januari 2012   14:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:46 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1326810210691386344

SAMPEYAN sekalian pasti sudah tidak asing mendengar kata RSBI. Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional. Pendirian RSBI ini didasari oleh UU Sisdiknas (UU No. 20 Th, 2003) Pasal 50 ayat 3. Sekolah ini didirikan dengan maksud menciptakan sekolah unggulan dengan muara mutu pendidikan. Namun, yang terjadi di lapangan sangat lain dari yang diharapkan. Saya tanya ke sampeyan semua. Kira-kira apa alasan orang atau masyarakat kita memilih sekolah negeri? Pasti sampeyan memiliki alasan beragam. Jawaban sampeyan semua mungkin karena alasan biaya, alasan geografis, milik pemerintah, mutunya bagus, dll. Pernah nggak sampeyan mengintip sekolah yang dimaksud, RSBI? Apa yang terjadi di sana? Sekolah dengan biaya yang mahal. Untuk apa? Untuk memberikan pelayanan kepada siswa yang memang punya duit agar mendapatkan segala sesuatu yang dikatakan 'unggulan'. Ruangan AC, 1 siswa 1 meja, 1 siswa 1 laptop, team teaching -perhatian lebih-, dsb. Sementara di sekitar mereka ada siswa yang masuk katagori 'reguler'. Mereka satu sekolah, satu atap dengan siswa reguler. Kira-kira menurut sampeyan apa yang akan terjadi? Akan ada kesenjangan satu kelompok siswa dengan kelompok siswa lainnya. Akan terjadi kondisi siswa yang terkotak-kotak. Guru cenderung memilih mengajar di kelas RSBI, enak dan nyaman. Mungkin di antara sampeyan ada yang merasakan juga. Sebuah sekolah negeri akhirnya seperti hotel, mau pilih kamar yang tipe apa? Dengan pelayanan plus seperti apa? Siapa yang diuntungkan? Saya berani jawab, bukan siswa yang diuntungkan. Bukan orang tua siswa yang diuntungkan. Yang jelas adalah pengelolanya... Kepala sekolahnya, guru-gurunya yang oportunis dan oknum-oknum dari dinas terkait. Pemerintah tanpa sadar telah menciptakan 'sekolah' dalam 'sekolah'. RSBI dalam sekolah. Saya punya solusi begini...: 1. Jadikan seluruh sekolah negeri menjadi sekolah bertaraf internasional, jika memang ingin memiliki sekolah bertaraf internasional. Jangan pilih-pilih. Bukankah anggaran pendidikan sudah besar. Kalau pemerintah tidak sanggup mendingan dilakukan pemerataan pendidikan hingga ke pelosok-pelosok negeri. Ingat, SEKOLAH NEGERI adalah Lembaga Pendidikan non-Profit... 2. Berikan bantuan-bantuan kepada sekolah swasta. Lakukan pengawasan pelaksanaan di lapangan. Jangan hanya sekolahnya yang di awasi, tapi oknum-oknum dinas pendidikan yang cenderung melakukan 'pungli' kepada sekolah penerima bantuan juga perlu diawasi. 3. Berikan tunjangan sertifikasi kepada seluruh guru yang sudah layak, tanpa harus dengan syarat-syarat yang membebani mereka jika pemerintah memang bermaksud mensejahterakan nasib guru. Jangan makin hari makin dipersulit, apa lagi dikomersilkan dengan lahirnya PPG. RSBI adalah 'sekolah' dalam 'sekolah'. RSBI adalah sekolah yang dikomersilkan. RSBI adalah bukti pembenaran bahwa sekolah adalah 'barang mahal'. RSBI adalah bukti pembenaran bahwa pendidikan bermutu adalah milik orang berduit. Tulisan ini dari blog saya...http://o-bakrie.blogspot.com/2012/01/rsbi-sekolah-dalam-sekolah.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun