Menaggapi TEORI Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB Prof. Dr.Ir. Rokhmin Dahuri, MS yang menyarankan kepada pemerintahan baru Oktober 2014 untuk meningkatkan kegiatan eksplorasi, produksi (eksploitasi), dan pengolahan (processing) SDA non-konvensional yang ada di wilayah pesisir dan lautan Indonesia, seperti: industri air laut dalam (deep sea water industry), gas hidrat dan shale gas, deep sea mining, dan lain-lain cukup menarik perhatian saya untuk turut memberikan sedikit informasi dengan apa yang menjadi praktek praktek pungli sebahagian aparat pemerintah di perairan laut Indonesia, dalam hal ini adalah aparat pemerintah yang menangani masalah keluar masuknya kapal terutama kapal berbendera asing ke Indonesia.
Sebut saja Syah Bandar yang menjadi garda terdepan dalam memberikan ijin masuk serta keluar kapal dari pelabuhan di Indonesia. Banyak sekali birokrasi yang harus di tempuh oleh Kapalberbendera asing agar bisa melakukanbongkar muat Kapal di pelabuhan. Ditambah dengan beberapa bagian pemerintah yang akan selalu mengadakan pemeriksaan “basa basi” sebelum kapal asing tersebut diverifikasi aman untuk sandar.
Contoh kecil dari kegiatan sebelum masuknya kapal dipelabuhan yang mendatangkan banyak devisa baginegara adalah pemeriksaan sebuah kapal berbendera asing yang dilakukan oleh pihak Imigrasi dan Dinas kesehatan.
Pemeriksaan kesehatan awak kapal tidak seperti yang kita bayangkan. Pemeriksaan pada darah, atau penyakit yang di derita salah satu kru dan mewaspadai adanya gejala gejala virus serta bakteri yang ada di kapal tersebut.
Biasanya Team Kesehatan hanya melihat dapur kapal, mencari Kecoa atau serangga yang biasanya akan banyak terdapat di dalam sebuah dapur. Kemudian apabila seorangpetugas kesehatan itu menemukan seekor kecoa, cukup untuk memberikan kesempatancaptain kapal “bernegoisasi” dengan kondisi kapal tidak steril.
Menurut yang saya tau, harga seekor kecoa di dalam dapur kapal asing di tengah laut yang ditemukan oleh petugas dinas setempat bernilai USD 300, setelah mendapatkan satu kecoa, biasanya petugas tersebut mencari lagi kecoa kecoa yang lain. Jika captain kapal atau chief officer menolak harga “biasa” tersebut, bisa dipastikan mendapat kesulitan untuk cepat cepat sandar.
Anda bisa bayangkan. Berapa kecoa dalam sehari seorang petugas dinas kesehatan dapatkan di sebuah kapal? Dan itu sudah pasti masuk kantong sendiri. Karena mereka ada disana untuk mengawasi orang asing membawa penyakit ke dalam NKRI, bukan mencari kecoa.
Kalau saya boleh meminjamistilah Capres prabowo, dari satu pengalamansaya ini, sudah dapat dipastikan bahwa praktek praktek tersebut memang ada dan sudah dilakukan secara terstructure, sistematis dan masif di seluruh perairan Indonesia.
Mudah mudahan, bersama pak Jokowi akan ada perbaikan dalam para petugas yang mengawasi laut di perairan Indonesia memiliki visi dan misi yang sama untuk mencari “uang” dan diserahkan kepada negara, demi kesejahteraan bersama. Atau mengusir kapalpembawa bencana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H