Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ngerumpi Kebaikan Lebih Produktif

31 Desember 2014   18:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:06 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Ketika orang berkumpul selalu saja ada bahan yang dibicarakan. Bahan yang dibicarakan umumnya sesuai dengan konteks mereka. Apakah hal yang terjadi di sekitar mereka. Atau hal yang baru saja terjadi di antara mereka. Apakah hal yang dialami oleh salah satu di antara mereka. Atau dialami orang lain.

Orang-orang yang terlibat dalam pembicaraan belum tentu memiliki semangat yang sama. Mungkin ada yang begitu getol berbicara. Mungkin ada yang hanya diam sebagai pendengar yang manis. Mungkin ada bicaranya melebih-lebihkan. Mungkin ada juga yang bicaranya apa adanya. Ada perdebatan antarmereka. Atau satu sama lain saling menimpa. Sehingga keadaan itu menjadi riuh.

Hanya, umumnya yang diperbincangkan hal-hal yang kurang baik. Memperbincangkan hal negatif orang lain sering menjadi bahan perbincangan yang hangat. Apalagi jika di antara mereka ada yang tidak suka terhadap orang yang diperbincangkan, dapat dipastikan perbicangan semakin seru. Awalnya hanya fokus pada satu hal yang aktual, tetapi pada akhirnya dapat saja melebar ke hal-hal lain sekalipun hal-hal itu mungkin sudah kadaluwarsa. Tujuannya untuk menciptakan stigma terhadap orang yang dipergunjingkan.

Kelompok ibu lebih sering melakukan hal demikian jika dibandingkan bapak-bapak. Entah mengapa? Mungkinkah karena ibu-ibu lebih banyak punya waktu luang ketimbang bapak-abapak? Ataukarena kaum hawa lebih memiliki kemampuan berbincang-bincang daripada kaum adam. Kenyataan itu yang hingga sekarang terjadi. Di mana ibu-ibu berkumpul, di situ muncul bahan-bahan perbincanganseru. Ketika bersama-sama belanja di warung, ngumpul siang saat istirahat dari aktivitas rutin (memasak, mencuci, dan sejenisnya), saat berjumpa di kelompok arisan, ketika bareng-bareng ngantarkan anak sekolah, dan lain-lain. Kesempatan apa pun dapat menjadi media “rasan-rasan”. Ibu-ibu tidak kehabisan tema “ngerumpi”. Selalu saja ada bahan yang dibuat tema berbicara.

Disadari atau tidak, kenyataan itu dapat menjadi tempat bertumbuhnya sikap dan sifat buruk seseorang.Karena memungkinkan seseorang beromong besar. Memungkinkan seseorang semakin sentimen terhadap orang lain. Memungkinkan seseorang berprasangka yang bukan-bukan kepada sesama. Memungkinkan seseorang begitu mudah menghakimi sesama. Dan, masih banyak kemungkinan kurang baik lainnya yang dapat bermunculan.

Mengalihkan ke hal yang produktif

Maka, mengalihkan pada hal-hal yang positif tentu lebih bermanfaat. Ibu-ibu yang (memang) memiliki kelebihan dalam membentuk kelompok/paguyuban/perkumpulan, tentu sangat efektif. Mudah membentuk kelompok, baik formal maupun informal, memudahkan juga membangun diskusi-diskusi positif. Diskusi tentang gerakan sosial, kuliner, usaha-usaha kreatif, dan lain sebagainya jauh lebih berarti ketimbang mempergunjingkan kelemahan orang lain.

Bukan tidak mungkin ketika sama-sama mengantarkan anak sekolah di sekolah yang sama, ibu-ibu membentuk kelompok sosial, peduli lingkungan, peduli sesama, dan paguyuban tataboga, misalnya. Dari situ bisa jadi muncul berbagai usaha yang menguntungkan, baik secara fisik maupun psikis. Perberdayaan kaum hawa dapat ditempuh lewat hal-hal yang sepertinya sederhana.

Itu kontribusi positif ibu-ibu bagi masyarakat. Ibu-ibu dapat menjadi pembangun masyarakat. Ibu-ibu dapat menjadi penggerak dinamika masyarakat setempat. Sehingga masyarakat akhirnya lebih berdaya. Bukan mustahil suatu saat berubah ke masyarakat produktif dari konsumtif.

Karena sentuhan kreatif ibu-ibu, banyak pihak yang merasakan perbaikan dalam kehidupan mereka. Yang mulanya merasa kurang berguna, menjadi bermanfaat oleh karena ada aktivitas yang dilakukan. Yang dulunya merasa sendiri, kini memiliki sahabat yang mengajak berkegiatan. Banyak perubahan positif yang terjadi oleh karena kaum ibu berkumpul untuk menyaksikan hal-hal yang membangun kehidupan. Karenanya, “rerasan” hal produktif harus ditumbuhkan di kalangan ibu-ibu yang dalam perputaran hidupnya hampir-hampir bersinggungan dengan (maaf) urusan “ngerumpi”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun