Pagi itu di lingkungan SMP 1 Jati, Kudus, Jawa Tengah (Jateng), panas matahari sudah menyengat kulit. Tetapi, beberapa guru sudah berada di lapangan upacara. Tepatnya, di halaman sekolah, yang biasanya digunakan untuk kegiatan upacara bendera.
Mereka adalah guru-guru yang oleh sekolah diberi tanggung jawab menjadi petugas upacara bendera dalam rangka hari ulang tahun (HUT) ke-79 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Hari Guru Nasional (HGN) 2024.
Mereka bukan guru yang terampil menjadi petugas upacara bendera. Tetapi, menerima mandat dari sekolah, yang tak dapat dihindari, kecuali ada alasan tertentu.
Para guru yang diberi mandat ini memang ada yang pada tahun-tahun sebelumnya pernah mendapat tugas serupa. Menjadi petugas upacara bendera pada perhelatan yang sama.
Sekalipun begitu, menurut pengakuan mereka, tak menyisakan ingatan yang kuat karena setahun berlalu. Mereka harus berlatih lagi. Dan, yang lebih harus berlatih adalah guru-guru yang baru kali pertama mendapat tugas ini.
Karena, mereka belum memiliki pengalaman sama sekali. Hanya pernah melihat siswa yang menjadi petugas upacara bendera setiap kali ada upacara bendera. Baik upacara bendera pada setiap Senin maupun upacara bendera hari-hari nasional.
Pengalaman pernah menjadi petugas upacara bendera satu tahun sekali dan pernah melihat siswa menjadi petugas upacara bendera adalah modal yang sangat membantu para guru dalam latihan.
Guru-guru ini adalah para guru yang selama ini melatih, mengajar, dan mendidik siswa dalam bidang yang lain. Baik di dalam kelas maupun di luar kelas sesuai dengan mata pelajaran (mapel) masing-masing.
Jika guru mapel olahraga lebih banyak mengajar dan mendidik siswanya di lapangan. Tetapi, mereka yang mengajarkan mapel selain mapel olahraga lebih banyak melakukannya di dalam kelas.
Toh begitu, terkait dengan latihan menjadi petugas upacara bendera, baik yang sering mengajar di lapangan maupun yang sering mengajar di dalam kelas sama saja. Yaitu, sama-sama tampak seperti siswa ketika siswa diajar oleh gurunya.
Sebab, dalam berlatih ini yang menjadi gurunya adalah siswa. Siswa yang memiliki kapasitas melatih dalam bidang tata upacara bendera (TUB) dan peraturan baris-berbaris (PBB).
Beberapa siswa ini memang barusan mengikuti lomba TUB dan PBB. Dan, dalam dua cabang ini mereka meraih juara. PBB Juara 1 dan TUB Juara 2 tingkat kabupaten.
Itu sebabnya, mereka membantu guru-guru yang berlatih menjadi petugas upacara bendera. Mereka tak merasa takut. Mereka dapat memerankan guru seperti yang dilakukan oleh guru-guru saat mengajar mereka.
Misalnya, mengingatkan kesalahan langkah yang dilakukan oleh guru dalam berlatih sebagai pengibar bendera Sang Saka Merah Putih. Beberapa siswa yang ambil peran ini percaya diri mengingatkan guru yang mengalami kesalahan. Â Sekalipun kesannya kurang sesuai adab.
Tetapi, mereka memang diberi kesempatan untuk melatih. Dan, tak dibolehkan malu-malu menegur dan mengingatkan saat ada guru yang memerankan bagiannya mengalami kesalahan.
Guru-guru yang diingatkan juga menerima saja dan mengikuti arahan siswa. Sebab, guru-guru menyadari bahwa siswa lebih mampu mengarahkan, mengingatkan, dan memberi contoh.
Beberapa siswa piawai dalam bidang ini. Misalnya, terlihat saat ada siswa yang memberikan contoh kepada guru yang bertugas menjadi pengibar bendera. Ia melakukan secara maksimal. Cara melangkah, cara berhenti, dan cara memberi aba-aba terlihat sempurna.
Dan, justru, lucunya, karena contohnya sempurna, guru yang menjadi petugas upacara bendera tak memiliki energi dan kemampuan untuk menirunya. Guru-guru melakukannya sesuai dengan energi dan kemampuan masing-masing.
Sekalipun begitu, para siswa yang melatih dengan sabar memberi petunjuk. Mereka tampak menyadari bahwa memang seperti ini kemampuan guru dalam melaksanakan perannya masing-masing.
Di bawah matahari yang semakin menyorotkan sinar panasnya, para guru masih terlihat semangat. Meski ada yang tampak kurang kuat menerima sengatan matahari.
Dengan cara bertudung memakai perangkat upacara di atas kepala saat ia jeda tak menjalankan tugas, tetap berada dan bertahan di lapangan.
Seperti ini pemandangan guru-guru yang sedang berlatih sebagai petugas upacara bendera. Tetapi, ini wujud semangat guru dalam proses berlatih.
Sekalipun seluruh aktivitas latihan yang dilakukan belum dapat diteladani. Namun saja wajar sebab hanya sekali dalam satu tahun bertugas. Latihan saja baru tiga kali untuk upacara bendera dalam HUT PGRI dan HGN tahun ini.
Berbeda dengan (kalau) siswa yang bertugas. Pasti bagus. Sebab, mereka menjadi petugas upacara bendera acapkali. Jadi, berlatihnya kontinu sekalipun berkala.
Seperti di sekolah tempat saya mengajar, misalnya, ada enam tim siswa petugas upacara bendera. Mereka menjalankan tugas gilir berganti.
Sehingga, setiap tim dalam satu tahun dapat bertugas beberapa kali. Dengan begitu, seperti sudah disebut di atas, berlatihnya kontinu secara berkala.
Cara berlatih yang seperti ini yang menjadikan siswa lebih siap menjadi petugas upacara bendera ketimbang guru.
Tetapi, karena sudah menjadi kebiasaan di sekolah tempat saya mengabdi bahwa saat HUT PGRI dan HGN, guru yang bertugas, hingga kini hal ini terus dipertahankan. Selalu guru yang bertugas.
Dan sebaliknya, selalu siswa yang dilibatkan saat melatih guru dalam menyiapkan diri menjadi petugas upacara bendera. Beberapa siswa yang mengikuti ekstrakurikuler TUB dan PBB yang umumnya dilibatkan dalam melatih.
Sebab, rerata mereka, terutama mereka yang sudah lama mengikuti ekstrakurikuler termaksud, sudah menguasai TUB dan PBB. Memang tak semua siswa yang mengikuti ekstrakurikuler terlibat melatih. Hanya siswa tertentu yang dipandang memiliki kapasitas untuk melatih.
Maka, selalu terlihat tak banyak siswa yang turut melatih. Mereka ini sudah pilihan. Siswa yang seperti ini dalam tim ekstrakurikuler TUB dan PBB sudah terpilih secara alami. Mereka ini yang kemudian menjadi penggerak dan motivator siswa yang lain.
Durasi latihan tak lama. Sebab, para guru petugas upacara bendera tak semuanya memiliki jam kosong alias tak mengajar saat latihan. Ada yang memang kosong, tetapi ada juga yang memiliki jam mengajar.
Guru yang kebetulan saat berlatih tak memiliki jam mengajar dapat berlatih secara tepat waktu. Tetapi, guru yang memiliki jam mengajar harus memberi tugas terlebih dahulu kepada siswa sehingga sering kurang tepat waktu.
Tentang waktu untuk latihan dalam kondisi semua guru yang bertugas bisa lengkap sejak memulai hingga selesai tak mudah ditentukan.
Sebab, seperti di atas sudah disebut, jam mengajar guru satu dengan yang lain berbeda. Pun demikian jam tak mengajar alias kosong guru satu dengan yang lain juga berbeda.
Oleh karena itu, guru yang bertugas sedapat mungkin memanfaatkan durasi yang pendek dalam latihan. Sehingga, ada bagian-bagian yang pre-memory saat latihan. Sekalipun begitu, guru-guru yang bertugas tetap semangat latihan. Semangat siswa yang melatih.
Beberapa siswa yang melatih harus membagi waktu seperti halnya guru yang bertugas. Secukupnya waktu untuk fokus melatih guru-guru yang bertugas. Waktu yang lain, mereka harus mengikuti proses pembelajaran seperti teman-teman di kelas mereka. Tetap semangat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H